Shalat Prespektif Empat Mazhab

Al-Muttafaq wa Al-Mukhtalaf Fih (Masalah yang Disepakati dan Diperselisihkan)


1.    Arkan

a.    Niat
Niat secara etimologi berarti menyengaja. Menurut terminology, niat adalah menyengaja suatu perbuatan karena mengikuti perintah Allah supaya diridhoi-Nya. Madzhab empat sepakat bahwa niat pada shalat lima waktu itu hukumnya Wajib. Akan tetapi mereka beda pendapat tentang apakah niat itu rukun atau syarat.
      Madzhab Syafi’I dan Maliki sepaham bahwa niat itu menjadi rukunnya sholat. Namun Hanafiyah dan Hanabilah sepakat pula bahwa niat itu menjadi rukun daripada shalat lima waktu, tapi bukan syarat.
b.    Berdiri bagi yang mampu
Seluruh madzhab telah sepakat bahwa berdiri bagi yang mampu/kuat berdiri dalam sholat wajib adalah termasuk rukun. Maka orang tidak kuasa berdiri boleh shalat sambil duduk, kalau tidak kuasa duduk maka boleh dengan berbaring, dan kalau tidak kuasa berbaring boleh dengan melentang, dan kalau masih tidak kuasa juga maka shalatlah dengan sebisanya, sekalipun dengan isyarat. Yang penting shalat tidak ditinggalkan selama nyawa dan iman masih ada. Pada shalat fardhu diwajibkan berdiri karena berdiri adalah rukunnya sholat. Tetapi pada shlat sunnat berdiri itu tidak menjadi rukun.
c.    Takbiratul Ihram
Shalat tidak akan sempurna tanpa takbiratul ihram. Nama takbiratul ihram ini berdasarkan pada sabda Nabi Muhammad SAW ;
“Kunci shalat adalah bersuci, dan yang mengharamkannya (dari perbuatan sesuatu selain perbuatan shalat) adalah takbir dan penghabisannya adalah salam” (HR. Ahmad)
            Takbiratul ihram adalah ucapan Allahu Akbar. Menurut Maliki, Hambali dan Syafi’I, tidak boleh diganti dengan lafadhz lain namun boleh berubah jika akbar-Nya hanya ditambah “al” (dengan memakai alif dan lam menjadi Allah al-Akbar / Allah al-Akbar). Dan Hanafi berpendapat boleh diganti dengan kata lain yang sesuai atau yang sama artinya dengan kata-kata tersebut. Seperti “Allahu al-A’dzam” dan “Allahu al-Jalil”.
d.    Membaca Surat Al-Fatihah
Menurut Hanafi, membaca al-Fatihah dalam shalat fardlu tidak diharuskan, dan membaca bacaan apa saja dari al-Qur’an itu boleh, berdasarkan al-Qur’an surat Muzammil ayat 20, “Bacalah apa yang mudah bagimu dari al-Qur’an”. Membaca al-Fatihah hanya diwajibkan pada dua rakaat pertama saja. Boleh meninggalkan basmalah karena ia tidak termasuk bagian dari surat.
      Menurut imam Syafi’I, membaca al-fatihah itu wajib pada setiap rakaat tidak ada bedanya. Baik pada dua rakaat pertama maupun pada dua rakaat terakhir. Baik shalat fardhu maupun shalat sunnah. Basmallah itu bagian dari surat yang tidak boleh ditinggalkan dalam keadaan apapun. Berdasarkan pada sabda Nabi Muhammad SAW:
Tidalah shalat bagi seseorang yang tidak membaca surat al-fatihah
      Imam maliki berpendapat bahwa membaca al-fatihah itu harus pada setiap rakaat, baik poada rakaat pertama maupun pada rakaat terakhir, baik shalat fardhu maupun shalat sunnah. Basmallah bukan bagian dari surat, bahkan disunnahkan untuk ditinggalkan.
      Imam Hambali berpendapat wajib membaca surat al-fatihah pada setiap rakaat dan sesudahnya disunnahkan membaca surat surat al-Qur’an pada dua rakaat yang pertama. Basmallah merupakan bagian dari surat tapi cara membacanya harus dengan pelan-pelan dan tidak boleh dibaca dengan keras.
e.    Ruku’ serta thuma’ninah
Semua Ulama sepakat bahwa ruku’ adalah wajib dilakukan di dalam shalat. Namun mereka berbeda pendapat tantang wajib atau tidaknya berthuma’ninah di dalam ruku’, yakni ketika ruku’ semua anggota badan harus diam.
      Imam Hanafi: yang mewajibkan semata-mata membungkukkan badan dengan lurus dan tidak wajib thuma’ninah.
      Madzhab-madzhab yang lain: wajib membungkuk sampai dua telapak tangan orang yang shalat itu berada pada dua lututnya dan diwajibkan berthuma’ninah dan tidak bergerak ketika ruku’.
f.     I’tidal serta thuma’ninah
Imam Hanafi: tidak wajib mengangkat kepala dari ruku’ yakni I’tidal dan dibolehkan untuk langsung sujud, namun hal itu makruh.
      Madzhab-madzhab lain; wajib mengangkat kepalanya dan ber’itidal serta disunnahkan membaca tasmi’ , yaitu mengucapkan “samiallahu liman hamidah
g.    Sujud dua kali serta thuma’ninah
Semua Ulama mazhab sepakat bahwa sujud itu wajib dilakukan dua kali pada setiap rakaat. Mereka berbeda pendapat tentang batasnya. Apakah yang menempel itu semua anggota yang tujuh (dahi, dua telapak tangan, dua lutut dan dua ujung jari kaki) atau hanya sebagian.
Imam Syafi’I, Maliki dan Hanafi: yang wajib menempel hanya dahi, sedangkan yang lainnya adalah sunnah. Namun Hanafi berpendapat yang wajib dalah dahi atau hidung.
Hambali : yang diwajibkanitu semua anggota yang tujuh secara sempurna, bahkan Hambali menambah hidung, sehingga menjadi delapan.
Ulama empat mazhab pun berbeda pendapat dalam hal apakah kedua telapak tangan wajib dibuka saat sujud seperti dahi dan hidung. Mazhad Hanafi dan Hambali berpendapat tidak wajib. Sedangkan mazhab Maliki berpendapat wajib. Adapun mazhab Syafi’I ada dua pendapat (wajib dan tidak), namun yang paling shahih dari mazhab Syafi’I adalah yang berpendapat wajib.
h.    Duduk di antara dua sujud serta thuma’ninah
Ulama empat mazhab telah sepakat bahwa duduk diantara dua sujud adalah masyru’ (disyariatkan dalam shalat), namun mereka berbeda tentang hukumnya; apakah wajib atau tidak.
Imam Malik berpendapat sunnah. Adapun mazhab Syafi’I dan imam Ahmad dan Abu Hanifah berpendapat wajib, hanya saja Abu Hanifah tidak mensyaratkan harus lurus tegak duduk (cukup dengan setengah duduk yang condong pada duduk; tidak condong pada sujud).
i.      Duduk tasyahud akhir
Tahiyat di dalam shalat dibagi menjadi dua bagian. Pertama yaitu tahiyat yang terjadi setelah dua rakaat yang pertama dari shalat magrib dan isya’, dhuhur dan ashar dan tidak di akhiri dengan salam. Yang kedua adalah tahiyat yang di akhiri dengan salam, baik pada shalat yang dua rakaat, tiga atau empat rakaat.
Imam Hambali: tahiyat yang pertama itu wajib. Mazhab-mazhab lain: hanya sunnah, bukan wajib.
Imam Syafi’I, Hambali: tahiyat yang akhir adalah wajib sedangkan menurut Maliki dan Hanafi hanya sunnah, bukan wajib.
j.      Membaca do’a tasyahud akhir
Ulama empat mazhab telah sepakat bahwa membaca do’a tasyahud akhir adalah disyariatkan dalam shalat, namun mereka berbeda pendapat dalam hal apakah wajib atau tidak.
      Mazhab Hanafi dan Maliki berpendapat sunnah, sedangkan mazhab Syafi’I dan Hambali berpendapat wajib.
k.    Membaca sholawat pada Nabi Muhammad SAW pada tasyahud akhir
Para ulama empat mazhab telah sepakat bahwa bershalawat pada Nabi Muhammad di do’a tasyahud akhir adalah masyru’ (disyariatkan). Waktu membacanya ialah ketika duduk akhir sesudah membaca tasyahud akhir.
Namun mereka berbeda pendapat dalam hal kefardhuannya. Mazhab Maliki dan Hanafi berpendapat tidak wajib (hanya sunnah) sedangkan mazhab Syafi’I dan Hambali berpendapat wajib.
Adapun membaca shalawat atas keluarga beliau menurut Syafi’I tidak wajib, melainkan sunnah, namun sebagian Ulama mazhab Syafi’I ada yang mewajibkannya. Adapun menurut mazhab Hambali adalah afdhol (lebih baik) jika juga bershalawat pada keluarga beliau.
l.      Mengucapkan salam
mereka telah sepakat bahwa slam dimasyru’kan dalam shalat, namun mereka berbeda pendapat dalam empat hal, yaitu tentang berapa jumlah salam, mana salam yang wajib, apakah salam termasuk bagian fari shalat atau sudah keluar dari shalat, dan apakah wajib niat keluar dari shalat saat mengucapkan salam.
Bilangan salam adalah dua kali menurut mazhab Hanafi, Syafi’I dan Hambali. Sedangkan menurut mazhab Maliki, bilangan salam adalah satu bagi imam shalat atau orang yang shalat sendirian, namun bagi makmum ada tiga salam, yaitu selam ke kanan, lalu ke kiri dan kemudian lurus kedepan sebagai jawab bagi salamnya imam.
Dan hukum mengucapkan salam menurut imam Syafi’I, Maliki dan Hambali adalah wajib sedangkan Hanafi tidak wajib.sedangkan bilangan salam yang wajib, menurut Imam Hambali wajib mengucapkan salam dua kali, sedangkan Imam-imam yang lain hanya mencukupkan satu kali saja yang wajib.
Mazhab Maliki, Syafi’I dan Hambali berpendapat bahwa salam salam termasuk dalam shalat, sedangkan mazhab Hanafi berpendapat sebaliknya (salam bukan termasuk bagian dari ibadah shalat).
Mazhab Maliki, Hambali dan sebagian besar Syafi’iyah berpendapat wajib hukumnya niat keluar dari shalat saat salam. Sedangkan mazhab Hanafi dan sebagian Ulama Syafi’iyah berpendapat tidak wajib, dan niat keluar dari shalat itu tidak perlu diniatkan, tapi cukup dengan melakukan sesuatu yang membatalkan shalat setelah salam, maka sudah termasuk keluar dari shalat.
m.  Menertibkan semua rukun
Artinya meletakkan tiap-tiap rukun pada tempatnya masing-masing menurut susunan yang telah disebutkan diatas. Diwajibkan tertib antara bagian-bagian shalat. Maka takbiratul ihram wajib didahulukan dari sujud, begitu juga seterusnya. Dan ini sudah menjadi kesepakatan seluruh Ulama dan tidak ada perbedaan sama sekali.

2.    Al-Sunan
a.    Adzan dan Iqamah
Adzan dan iqamah sebelum melaksanakan shalat fardhu (termasuk jum’at) menurut mazhab Hanafi, Maliki dan Syafi’I berpendapat sunnah muakadah, khususnya untuk shalat lima waktu yang akan dilaksanakan dengan berjamaah. Adapun mazhab Hambali berpendapat dengan fardhu kifayah dalam sekelompok masyarakat atau kampong.
Sedangkan untuk shalat-shalat sunnah, walaupun berjama’ah seperti shalat idul fitri tidak disyariatkan adzan dan iqamah, namun disunnahkan dengan panggilan “ashatul jami’ah.”
b.    Membaca tahiyat awal
Membaca do’a tahiyyat awal dan duduk dalam tahiyyat awal adalah sunnah menurut mazhab Hanafi, Maliki dan Syafi’I, tetapi menurut mazhab Hambali wajib.
c.    Membaca do’a qunut dalam rakaat kedua dalam shalat shubuh dan shalat witir pada tiap malam dalam daparoh kedua bulan ramadhan.
·         Syafi’I       : sunnah pada shalat subuh, setelah mengangkat kepala dari ruku’ pada rakaat kedua.
·         Maliki        : sunnah dalam shalat subuh saja.
·         Hanafi      : tidak ada qunut kecuali dalam shalat witir.
·         Hambali   : hanya pada shalat witir bukan pada shalat lainnya.
d.    Kaifiyah (Tata Cara Shalat)
Jika waktu shalat sudah tiba, hendaknya seorang Muslim berdiri dalam keadaan suci  , menutup aurat dan menghadap kiblat, lalu iqamah. Setelah iqamah mengangkat kedua tangan sejajar dengan kedua bahunya atau sejajar dengan telinga sambil berniat dalam hati dan mengucapkan “Allahu Akbar”, kemudian meletakkan kedua tangannya diatas dadanya dengan meletakkan tangan kanan diatas kanan kiri, kemudaian membaca do’a iftitah, kemudian membaca lalu membaca al-Fatihah kemudian dilanjutkan membaca amin stelah ayat terakhir al-Fatihah.
            Kemudain membaca surat atau bebrapa ayat al-Qur’an yang dianggap mudah baginya, kemudian mengangkat kedua tangan sama seperti takbiratul ihram serta melakukan ruku’ sambil mengucap Allahu Akbar, kemudain meletakkan kedua telapak tangan pada kedua lutut sambil meratakan punggung dengan tidak mendongakkan kepalanya dan tidak juga menundukkan,
tetapi meratakan sejajar dengan punggung dan pada ruku’ hendaknya membaca “Subhanallah rabbiyal ‘azhimi wa bi hamdih” sebanyak tiga kali atau lebih, kemudian bangkit dari ruku’ sambil mengangkat kedua tangan sambil membaca “Sami’allahu liman hamidah” kemudaian I’tidal (berdiri tegak) sambil membaca do’a yang umum dibaca ketika I’tidal, kemudain sujud sambil membaca “Subhaana rabiyal a’la” sebanyak tiga kali atau lebih.
            Setelah itu bangkit dari sujud sambil mengucapkan takbir kemudian duduk iftirasy dengan meletakkan bokongnya di atas telapak kaki kirinya serta menegakkan kaki kanannya sambil berdo’a yang sudah umum, kemudian sujud seperti sebelumnya, kemudain berdiri untuk menunaikan rakaat kedua dan melakukan seperti sebelumnya.
Jika sholat jumlah rakaatnya dua seperti sholat shubuh maka membaca tasyahud serta shalawat Nabi dan keluarganya (lebih utama dengan shalawat Ibrahimiyah), kemudian salam sambil mengucapkan “Assalaamu ‘alaikum wa rahmatullah” dan menoleh ke kanan dan salam lagi sambil menoleh ke kiri.
            Jika jumlah rakaatnya seperti tadi, hendaknya setelah tasyahud berdiri lagi dan mengangkat kedua tangan sama seperti takbir lain, lalu menyempurnakan shalat seperti rakaat sebelumnya, hanya saja dalam hal bacaan cukup membaca al-Fatihah. Setelah selesai hendaknya melakukan sujud tawaruk.

Share:

Search This Blog