Deskripsi Sejarah Keberlakuan Hukum Perdata (BW) pada saat penjajahan dan Merdeka.


KATA PENGANTAR
الرَّحِيمِ الرَّحْمنِ اللهِ بِسْمِ



            Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang masih memberikan nafas kehidupan, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “Deskripsi Sejarah Keberlakuan Hukum Perdata (BW) pada saat penjajahan dan Merdeka” dengan tepat waktu. Tidak lupa shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan inspirator terbesar dalam segala keteladanannya.
Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Hukum Perdata yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini, orang tua yang selalu mendukung kelancaran tugas kami.
            Akhirnya penulis sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi tim penulis khususnya dan pembaca yang budiman pada umumnya. Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya tugas ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

                                                                                             Malang, 14 November 2013

                                                                                               Khamim Muhammad M





DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR....................................................................................... 1    
DAFTAR ISI....................................................................................................... 2    
BAB I   : PENDAHULUAN.............................................................................. 3    
            1.1  Latar Belakang................................................................................... 3
            1.2  Rumusan Masalah.............................................................................. 4    
            1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................. 4
            1.4 Manfaat Penulisan............................................................................... 4
            1.5 Metode Penulisan................................................................................ 5

BAB II  : PEMBAHASAN ................................................................................ 6    
              2.1  Sejarah Kitab Undang-Undang Perdata (BW)................................ 6
              2.2  Hukum Perdata (BW) pada Masa Penjajahan Belanda................... 8
              2.3  Hukum perdata (BW) pada Masa Kemerdekaan............................. 10
              2.4  Relevansi BW terhadap Hukum Positif yang berlaku di Indonesia 13
BAB III     : PENUTUP...................................................................................... 15  
              3.1 Kesimpulan....................................................................................... 15
              3.1 Saran................................................................................................. 16  
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 17


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Hukum adalah sekumpulan peraturan yang berisi perintah dan larangan yang dibuat oleh pihak yang berwenang sehingga dapat dipaksakan pemberlakuaanya berfungsi untuk mengatur masyarakat demi terciptanya ketertiban disertai dengan sanksi bagi pelanggarnya. Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Ada beberapa sistem hukum yang berlaku di dunia dan perbedaan sistem hukum tersebut juga mempengaruhi bidang hukum perdata, antara lain sistem hukum Anglo-Saxon (yaitu sistem hukum yang berlaku di Kerajaan Inggris Raya dan negara-negara persemakmuran atau negara-negara yang terpengaruh oleh Inggris, misalnya Amerika Serikat), sistem hukum Eropa kontinental, sistem hukum komunis, sistem hukum Islam dan sistem-sistem hukum lainnya. Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan.
bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW)yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan azas konkordansi. Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian. Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
  1. Bagaimana sejarah Kitab Undang-Undang Perdata (BW) ?
  2. Bagaimanakah Hukum Perdata (BW) pada Masa Penjajahan Belanda ?
  3. Bagaimanakah Hukum perdata (BW) pada Masa Kemerdekaan ?
  4. Bagaimanakah Relevansi BW terhadap Hukum Positif yang berlaku di Indonesia ?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan tugas ini adalah sebagaimana berikut :
1.      Untuk mengetahui sejarah Kitab Undang-Undang Perdata (BW).
2.      Untuk mengetahui Hukum Perdata (BW) pada Masa Penjajahan Belanda.
3.      Untuk mengetahui Hukum perdata (BW) pada Masa Kemerdekaan.
4.      Untuk mengetahui Relevansi BW terhadap Hukum Positif yang berlaku di Indonesia.
1.4 Manfaat Penulisan
1.      Memberi pengetahuan baru tentang Kitab Undang-Undang Perdata (BW) di Indonesia..
2.      Memberi cakrawala baru pada pembaca Hukum Perdata (BW) di Indonesia..
3.      Memberi pengetahuan baru kepada pembaca perihal pemberlakuan BW di Indonesia.
4.      Bagi peneliti, makalah ini sebagai penambah ilmu pengetahuan dan wawasan.
5.      Bagi pihak lain, makahlah ini sebagai bahan pertimbangan dan acuan untuk penelitian lebih lanjut.

1.5  Metode Penulisan
Dari pembuatan dan penulisan tugas “Deskripsi Sejarah Keberlakuan Hukum Perdata (BW) pada saat penjajahan dan Merdeka” ini, penulis menggunakan metode studi pustaka yaitu salah satu metode yang digunakan dalam penulisan Karya Tulis (tugas) dengan cara mengumpulkan literatur baik berasal dari berbagai buku dan mencari inti-inti pembahasan mahar. Sehingga menjadi sebuah bahasan yang menarik pada tugas ini.

























BAB II
PEMBAHASAN


2.1       Sejarah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW)
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang juga dikenal dengan sebutan Bugerlijk Wetboek (BW) yang digunakan di Indonesia saat ini merupakan kodifikasi hukum perdata yang disusun di negeri Belanda. Kodifikasi tersebut sangat dipengaruhi oleh Hukum Perdata Prancis (Code Napoleon). Hukum Perdata Perancis (Code Napoleon) sendiri disusun berdasarkan hukum Romawi (Corpus Juris Civilis) yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) berhasil disusun oleh sebuah panitia yang dipimpin oleh Mr. J.M. Kemper dimana sebagian besar bersumber dari Code Napoleon dan bagian yang lain serta kodifisikasi KUH Perdata selesai pada 5 Juli 1830, tetapi diberlakukan di negeri Belanda pada 1 Oktober 1838 dan pada tahun yang sama diberlakukan juga KUH Dagang (WVK).
Pada tanggal 31 Oktober 1837 Scholten van Oud Haarlem diangkat menjadi ketua panitia kodifikasi bersama Mr. A.A. Van Vloten dan Mr. Meyer yakni, masing-masing sebagai anggota panita. Panitia tersebut ternyata juga belum berhasil mengerjakan BW. Pada akhirnya dibentuk panitia baru yang diketuai Mr. C.J. scholten van Oud Haarlem lagi, akan tetapi beberapa anggotanya diganti antara lain: Mr. J. Schneither dan Mr. J. Van Nes. Dimana pada akhirnya panitia inilah yang berhasil mengkodifikasi KUH Perdata Indonesia berdasarkan asas konkordasi yang sempit. Ini berarti KUH Perdata Belanda banyak menjiwai KUH Perdata Indonesia karena KUH Perdata Belanda dicontoh dalam kodifikasi KUH Perdata Indonesia.
Kodifikasi KUH Perdata (BW) Indonesia diumumkan pada 30 April 1847 melalui Statsblad No. 23, yang mulai berlaku pada 1 Januari 1848. Sekiranya perlu dicatat bahwa dalam menghasilkan kodifikasi KUH Perdata (BW) Indonesia ini Scholten dan kawan-kawannya melakukan konsultasi bersama J. Van de Vinne, Directueur Lands Middelen en Nomein. Karena itu, ia juga turut berjasa dalam kodifikasi tersebut.
kondisi hukum perdata di Indonesia sekarang ini masih bersifat majemuk, yaitu masih beraneka ragam. Beberapa faktor yang mempengaruhinya antara lain :
  1. Faktor etnis.
  2. Faktor histeria yuridis, dapat kita lihat pada pasal 163 I.S yang membagi penduduk Indonesia dalam 3 (tiga) jenis golongan sebagai berikut:
a. Golongan eropa
b. Golongan bumi putera (pribumi/bangsa Indonesia asli)
c. Golongan timur asing (bangsa cina, India dan bangsa arab)
Golongan warga Negara bukan asli, yakni yang berasal dari tionghoa atau eropa berlaku sebagian dari BW, yaitu hanya bagian-bagian yang mengenai hukum-hukum kekayaan harta benda, tidak mengenai hukum kepribadian dan kekeluargaan termasuk hukum warisan.
Pedoman politik bagi pemerintahan hindia belanda terhadap hukum di Indonesia terdapat dalam pasal 131, I.S yang sebelumnya terdapat pada pasal 75 RR (Regeringsreglement) yang pokok-pokonya dapat dijelaskan sebagai berikut :
  1. Hukum perdata dan hukum dagang (begitu pula hukum pidana serta hukum acara perdata dan hukum acara pidana harus ditetapkan dalam kitab undang-undang atau dikodifikasi);
  2. Bagi mereka yang masuk dalam golongan bangsa eropa harus dianut perundang-undangan yang berlaku di negeri belanda (sesuai azas konkordasi);
  3. Bagi mereka yang masuk dalam golongan bangsa Indonesia dan timur asing jika ternyata kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya;
  4. Orang Indonesia asli dan timur asing, selama mereka belum ditundukkan dibawah suatu peraturan bersama dengan suatu bangsa eropa sebelum hukum untuk bangsa Indonesia ditulis dalam undang-undang, bagi mereka hukum yang berlaku adalah hukum adat.

2.2       Hukum Perdata (BW) pada Masa Penajajahan Belanda
Sebagai Negara jajahan, maka hukum yang berlaku di Indonesia adalah hukum bangsa penjajahan. Hal yang sama untuk hukum perdata. Hukum perdata yang diberlakukan bangsa Belanda untuk Indonesia telah mengalami adopsi dan perjalanan sejarah yang sangat panjang.
Pada mulanya hukum perdata Belanda dirancang oleh suatu panitia yang dibentuk tahun 1814 yang diketuai oleh Mr.J.M Kempres (1776-1824). Tahun 1816, Kempers menyampaikan rencana code hukum tersebut pada pemerintah Belanda didasarkan pada hukum Belanda kuno dan diberi nama Ontwerp Kempers. Ontwerp Kempers ini ditentang keras oleh P.Th.Nicolai, yaitu anggota parlemen berkebangsaan Belgia dan sekaligus menjadi presiden pengadilan Belgia. Tahun 1824 Kempers meninggal, selanjutnya penyusunan kodifikasi code hukum diserahkan Nacolai. Akibat perubahan tersebut, dasar pembentukan hukum perdata Belanda sebagian besar berorientasi pada code civil Perancis. Code Civil Perancis sendiri meresepsi hukum Romawi, corpus civilis dari Justinianus. Dengan demikian hukum perdata Belanda merupajan kombinasi dari hukum kebiasaan /  hukum belanda kuno dan code de civil Perancis. Tahun 1838, kodifikasi hukum perdata Belanda ditetapkan dengan Stbl. 838.
Pada tahun 1848, kodifikasi hukum perdata Belanda diberlakukan di Indonesia dengan Stbl. 1848. Hukum ini hanya diberlakukan bagi orang-orang Eropa dan dipersamakan dengan mereka (golongan Tiong Hoa). Tujuh puluh tahun kemudian, yaitu pada tahun 1919, kodifikasi hukum perdata belanda yang diberlakukan di Indonesia dipertegas lagi dengan Stbl. 1919.
Dalam perjalanannya bagi orang-orang selain Eropa, baik golongan Timur Asing, golongan Tiong Hoa dan bukan Tiong Hoa mengalami pembedaan dalam pelaksanaan perundang-undangan dalam hukum perdata, yaitu:
  1. Melalui Stbl. 1855 No. 79 BW dan BvK dengan kekecualian hukum kekeluargaan dan hukum waris dinyatakan berlaku untuk semua orang Timur Asing;
  2. Tahun 1917 diadakan pembedaan orang Tiong Hoa dan non-Tiong Hoa, karena bagi Tiong Hoa hukum Eropa yang berlaku saat itu dapat diperluas.
  3. Sejak 1 september 1925 untuk bangsa Tiong Hoa di wilayah Indonesia berlaku Stbl. 1917 No. 129 seluruh hak privat Eropa berlaku bagi bangsa Tiong Hoa kecuali pasal-pasal mengenai buegerlijke stand, upacara-upacara sebelum berlangsung pernikahan (Bagian 2 dan 3 titel Buku I BW) dan bagi bangsa Tiong Hoa diadakan BS tersendiri tentang adopsi anak dalam bagian II Stbl. 1917 No. 129;
  4. Bagi golongan Timur Asing (India, Arab dan lain-lain) pada tanggal 1 Maret 1925 dengan Stbl. Tahun 1924 No. 556 pada pkoknya tunduk pada hukum privat Eropa, kecuali hukum kekeluargaan dan hukum warisan (tunduk pada hukum mereka sendiri kecuali mengenai pembuatan surat wasiat / testament Berlaku hukum BW) dan
  5. Tahun 1926 dalam BW ada peraturan baru tentang perjanjian perburuhan (arbeidscontract) hanya berlaku bagi gol. Eropa. Untuk gol. Indonesia dan timur asing berlaku peraturan lama, yaitu pasal-pasal 1601 s.d 1603 BW.
Pada waktu Belanda menguasai Indonesia, Pemerintah Hindia Belanda memberlakuan Burgerlijk Wetboek van Koophandel di Indonesia. Kemudian, Burgerlijk Wetboek (KHUPer) dan Wetboek van Koophandel (KUHD) inilah yang ditiru oleh Pemerintah Hindia Belanda berdasarkan Asas Konkordasi (asas persamaan berlakunya system hukum) di dalam menysun kodifikasi Kitab Undang-Undang Dagang (KUHD). Kodifikasi ini diumumkan pada tanggal 30 April 1847 berdasarkan Stbl No. 23 dan mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848 di Hindia Belanda. Dengan demikian, berlakunya suatu system hukum di Indonesia yang sama dengan system hukum yang berlaku di negeri Belanda ini berdasarkan Asas Konkordansi, yang tercantum dalam pasal 75 Regerings Reglement jo Pasal 131 Indische Staatsregeling. Menurut pasal ini, bagi golongan Eropa berlaku hukum yang sama dengan hukum yang berlaku bagi mereka di negeri Belanda.
Pada masa pendudukan Jepang tahun 1942, Pemerintah Militer Jepang di Indonesia mengeluarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1942 yang dalam Pasal 2 menetapkan, bahwa semua undang-undang, termasuk KUHPer dari Pemerintah Hindia Belanda, tetap berlaku sah buat sementara waktu.

2.3       Hukum perdata (BW) pada Masa Kemerdekaan
Hukum perdata yang berlaku di Indonesia didasarkan pada Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945, yang pada pokoknya mementukan bahwa segala peraturan masih berlaku sebelum diadakan peraturan baru menurut UUD termasuk di dalamnya hukum perdata yang berlaku di Indonesia. Hal ini untuk mencegah terjadinya kekosongan hukum (rechtvacuum), di bidang hukum perdata.
Menurut Sudikno Mertokusumo, keberlakuan hukum perdata Belanda tersebut di Indonesia didasarkan pada beberapa pertimbangan lain:
  1. Para ahli tidak pernah mempersoalkan secara mendalam tentang mengapa BW masih berlaku di Indonesia. Tatanan hukum Indonesia hendaknya tidak dilihat sebagai kelanjutan dari tata hukum Belanda, tetapi sebagai tata hukum nasional;
  2. Sepanjang hukum tersebut (BW) tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, peraturan perundang-undangan serta dibutuhkan; dan
  3. Apabila hukum tersebut bertentangan, maka menjadi tidak berlaku lgi.[1]
Selain itu, secara keseluruhan hukum perdata Indonesia dalam perjalanan sejarahnya mengalami beberapa proses perubahan yang mana perubahan tersebut disesuaikan dengan kondisi bangsa Indonesia sendiri.
Berdasarkan aturan peralihan Undang-Undang Dasar 1945 , maka B.W. Hindia Belanda tetap dinyatakan berlaku sebelum digantikan oleh undang-undang dasar ini. B.W. hindia Belanda ini disebut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Indonesia, sebagai induk hukum perdata Indonesia. Yang dimaksud dengan hukum perdata Indonesia adalah hukum perdata yang berlaku di Indonesia. Hukum perdata yang berlaku di Indonesia adalah hukum perdata barat (Belanda) , yang berinduk pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdt.), yang dalam bahasa aslinya disebut Burgelijk Wetboek (BW).
Burgelijk Wetboek (BW) ini berlaku di Hindia Belanda dulu . sebagian materi Burgelijk Wetboek (KUHPerdt) ini sudah dicabut berlakunya dan diganti dengan undang-undang Republik Indoenesia seperti Undang-undang Perkawinanan Nomor 1 Tahun 1974 dan hak-hak kebenrdaan pada buku I dan II serta Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Pokok Agraria, dan lain sebagainya seperti yang saat ini kita ketahuibersama. Untuk mengetahui bahwa hukum perdata itu berpredikat nasional perlu ditentukan criteria yang jelas. Kriteria tersebut adalah sebagai berikut
  1. Berasal dari hukum perdata Indonesia ;
  2. Berdasarkan pada system nilai budaya Pancasila;
  3. Produk hukum pembentuk undfang-undang Indonesia;
  4. Berlaku untuk semua wrga Negara Indonesia;
  5. Berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia. 
Inilah kriteri atau cirri khas bahwa hukum itu dikatakan sebagai sebagai hukum nasional yang merupakan evolusi atau perkembangan dari sejarah hukum perdata dari Belanda sebagai nenek moyangnya hukum perdata. Hukum perdata Indonesia setelah merdeka sudah banyak berubah atau berkembang dan sudah diproduksi sendiri sebagai pengganti hukum kolonial Belanda sebagai sebuah hukum nasional yang bersumber dan berasal dari Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila. Pemberlakuan hukum perdata Indonesia didasarkan pada ketentuan undang-undang, perjanjian yang dibuat oleh para pihak dan keputusan hakim. Realisasi keberlakuan itu adalah pelaksanaan kewajiban hukum yaitu melaksanakan perintah dan menjauhi larangan yang ditetapkan oleh hukum dimana kewajiban selalu diimbangi dengan hak.
Salah satu contoh perkembangan hukum dimana sejak zaman Romawi , kemudian ke Prancis lalu ke Negeri Belanda dan akhirnya ke Indonesia mengenai Perbuatan Melawan Hukum. Yang mana Perbuatan Melawan Hukum itu dirumuskan sebagai perbuatan yang merugikan orang lain , yang menyebabkan orang yang karena salahnya menimbulkan kerugian tersebut harus mengganti kerugian. Rumusan tersebut kemudian diambil dan diterapka di negeri Belanda , yang kemudian oleh Belanda di bawa ke Indonesia, yang rumusan seperti itu sekarang kita temukan dalam pasal 1365 KHUPer Indonesia.
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, berdasarkan pasal II Aturan Peralihan Undang-undang Dsar 1945, KUHPer berlaku kembali di Indonessia. Pasal II Aturan Peralihan menyatakan, bahwa “segala badan Negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini”.
Pada waktu Pemerintah Republik Indonesia berubah menjadi Pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS) tanggal 27 Desember 1949, KUHPer masih diberlakukan. Hal ini sesuai dengan Pasal 192 ketentuan peralihan konstitusi RIS yang menyatakan, bahwa peraturan-peraturan dan ketentuan tata usaha yang sudah ada pada saat konstitusi ini mulai berlaku tetap berlaku dengan tidak berubah sebai peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan Republik Indonesia sendiri selama dan sekedar peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan itu tidak dicabut, ditambah atau diuba oleh Undang-Undang dan ketentuan-ketentuan tata usha atas kuasa Konstitusi ini.
Kemudian sewaktu Negara RIS kembali berubah menjadi Negara kesatuan Republik Indonesia dan berlakunya Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) tahun 1950, KUHPer masih berlaku. Hal ini sesuai dengan Pasal 142  Ketentuan Peralihan yang menyatakan, bahwa peraturan undang-undang dan ketentuan-ketentuan tata usaha Negara sudah ada pada tanggal 17 Agustus 1950, tetap berlaku dengan tidak merubah sebagai peraturan ketentuan Republik Indonesia sendiri, selama dan sekedar peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan itu tidak dicabut, ditambah atau diubah oleh Undang-Undang dan ketentuan tata usaha atas kuasa Undang-Undang Dasar ini.
Akhirnya setelah Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 dikeluarkan, KUHPer pun masih dinyatakan berlaku berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KHUPer) yang dikodifikasi ini masih berlaku sampai saat ini. Hal ini dimaksudkan adalah untuk mengisi kekosongan hukum dan untuk menjamin adanya kepastian hukum. Meskipun demikian, Hukum perdata yang berlaku di Indonesia hingga sekarang ini masih beraneka ragam.

2.4       Relevansi BW terhadap Hukum Positif yang berlaku di Indonesia.
Bagi kalangan hukum di Indonesia sudah tidak asing lagi, bahwa Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek-BW) yang sekarang berlaku di Indonesia adalah peninggalan pemerintah kolonial Belanda dan dikenal pula dengan hukum perdata barat. Sebagai sebuah UU  yang berasal dari pemerintah Kolonial Belanda, maka tentu isi dan jiwanya tidak sepenuhnya cocok dengan masyarakat Indonesia. Namun karena menghindari terjadinya kekosongan hukum, maka setelah Indonensia merdeka KUHPrdata (BW) tetap berlaku sebagai hukum positif di Indonesia yang keberlakuannya didasarkan pada aturan peralihan UUD 1945.
Beberapa ketentuan dalam KHUPer-BW sudah dicabut, namun sebagian besar masih berlaku sebagai hukum positif  bagi seluruh masyarakat Indonesia. Dan Hukum perdata yang berlaku di Indonesia itu  pada dasarnya bersumber kepada Staatsblaad nomor 23 tahun 1847 dan tentu sudah semestinya dilakukan pembaharuan karena harus disesuaikan dengan perkembangan zaman dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia.
Di Belanda sendiri sebagai negara asalnya BW (Burgerlijk Wetboek) yang berlaku pada tahun 1838 , seratus tahun kemudian (sekitar tahun 1928) muncul gagasan untuk memperbaiki BW. Eduard M Maijers, Profesor hukum perdata dari Universitas Leiden menerbitkan daftar yang berisikan seratus (100) kekacauan dalam KHUPer. Dan kemudian Meijers mengusulkan untuk menyusun KHUPer yang baru dengan beberapa argumentasi sebagai latar belakang dari gagasan pembaharua KHUPer yang digagasnya.
Upaya perbaikan terhadap KHUPer-BW di Belanda itu berlansung beberapa lama dan pada tahun 1986, naskah perbaikan atau pembaharuan KUHPedata Belanda menjadi defenitif untuk bagian utama buku 3, 5 dan 6 . Meskipun sudah defenitif, KHUPer Belanda itu tidak lansung diberlakukan karena parlemen memandang perlu ada kesiapan  untuk menghadapi perubahan baru tersebut. KHUPer Belanda yang baru itu baru diberlakukan pada 1 Januari 1992. Sebelumnya beberapa ketentuan mengenai hukum orang (Buku I) sudah diberlakukan pada tahun 1970 dan buku tentan orang dan keluarga diberlakukan tahun 1976. Sementara itu Buku 2 yang baru mengenai Badan Hukum 2006. Namun demikian pemerintah Belanda masih berlum berbangga memiliki KHUPer yang yang lengkap. Beberapa bagian terakhir, terutama terkait dengan kontrak-kontrak spesifik masih menunggu rancangan akhir.
















BAB III
PENUTUP

1.1  Kesimpulan
Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang juga dikenal dengan sebutan Bugerlijk Wetboek (BW) yang digunakan di Indonesia saat ini merupakan kodifikasi hukum perdata yang disusun di negeri Belanda. Kodifikasi tersebut sangat dipengaruhi oleh Hukum Perdata Prancis (Code Napoleon). Hukum Perdata Perancis (Code Napoleon) sendiri disusun berdasarkan hukum Romawi (Corpus Juris Civilis) yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang paling sempurna.
berlakunya suatu system hukum di Indonesia yang sama dengan system hukum yang berlaku di negeri Belanda ini berdasarkan Asas Konkordansi, yang tercantum dalam pasal 75 Regerings Reglement jo Pasal 131 Indische Staatsregeling. Menurut pasal ini, bagi golongan Eropa berlaku hukum yang sama dengan hukum yang berlaku bagi mereka di negeri Belanda.
Pada masa pendudukan Jepang tahun 1942, Pemerintah Militer Jepang di Indonesia mengeluarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1942 yang dalam Pasal 2 menetapkan, bahwa semua undang-undang, termasuk KUHPer dari Pemerintah Hindia Belanda, tetap berlaku sah buat sementara waktu.
Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 dikeluarkan, KUHPer pun masih dinyatakan berlaku berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KHUPer) yang dikodifikasi ini masih berlaku sampai saat ini. Hal ini dimaksudkan adalah untuk mengisi kekosongan hukum dan untuk menjamin adanya kepastian hukum. Meskipun demikian, Hukum perdata yang berlaku di Indonesia hingga sekarang ini masih beraneka ragam.
Beberapa ketentuan dalam KHUPer-BW sudah dicabut, namun sebagian besar masih berlaku sebagai hukum positif  bagi seluruh masyarakat Indonesia. Dan Hukum perdata yang berlaku di Indonesia itu  pada dasarnya bersumber kepada Staatsblaad nomor 23 tahun 1847 dan tentu sudah semestinya dilakukan pembaharuan karena harus disesuaikan dengan perkembangan zaman dan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia.
Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan. Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek.
                  Setelah Indonesia Merdeka berdasarkan aturan Pasal 2 aturan peralihan UUD 1945, KUHPer. Hindia Belanda tetap dinyatakan  berlaku sebelum digantikan dengan undang-undang baru  berdasarkan Undang – Undang Dasar ini.
          Sebagaian materi BW sudah dicabut berlakunya & sudah diganti dengan Undang-Undang RI misalnya mengenai Perkawinan, Hipotik, Kepailitan, Fidusia sebagai contoh Undang-Undang Perkawinan No.1 tahun 1974, Undang-Undang Pokok Agraria No.5 Tahun 1960.

1.2  Saran
Harapan saya setelah tersusunnya tugas ini dapat menambah ilmu pengetahuan bagi pembaca. Dan saya juga menyadari tugas ini jauh dari kesempurnaan untuk itu saya mengharapkan keritik dan saran yang bersifat membangun untuk di jadikan bahan acuan dalam pemuatan tugas selanjutnya.








DAFTAR PUSTAKA
.
Prof.  R. Subekti, SH., R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum perdata edisi revisi, Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 1996,
Prof. Subekti, S.H., Pokok-pokok  hukum perdata, Jakarta : PT. Intermasa cetakan 31, 2003.
Tutik, Titik Triwulan. Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008
www.scribd.com/doc/40726065/Sejarah Terbentuknya hukum perdata, diakses : 14-10-2013.




[1] Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (suatu pengantar) hlm.13
Share:

1 comment:

Search This Blog