Makalah Hukum Perdata




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
            1.1.  Latar belakang ................................................................................... 1
            1.2 . Rumusan Masalah ............................................................................. 1
            1.3 . Tujuan Penulisan ............................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
            2.1. Pengertian Hukum .............................................................................. 2
            2.2. Pengertian Hukum Perdata ................................................................ 2
            2.3. Sejarah Hukum Perdata ..................................................................... 3
            2.4. Keadaan Hukum Perdata di Indonesia ............................................... 5
            2.5. Sistematika Hukum Perdata ............................................................... 7
            2.6. Contoh- contoh Kasus Hukum Perdata .............................................. 9
BAB III PENUTUP
            3.1. Kesimpulan .......................................................................................... 12
            3.2. Saran ................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 13

           
           






BAB I
PENDAHULUAN
1.1.  Latar belakang
               Hukum perdata adalah aturan-aturan hukum yang mengatur tingkah laku setiap orang terhadap orang lain yang berkaitan dengan hak dan kewajiban yang timbul dalam pergaulan masyarakat maupun pergaulan keluarga atau Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antar perorangan di dalam masyarakat luas. Hukum perdata merupakan hukum yang sangat berkaitan dengan hubungan antar orang – perorangan, seperti misalnya hukum perkawinan yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan perkawinan  yang didalamnya berupa perkawinan yang sah dan tidak sah, hubungan hukum antara suami dan istri, hubungan hukum antara wali dan anak, harta benda dalam perkawinan, perceraian, serta akibat-akibat hukumnya ; hukum kewarisan. Dan juga mengatur masalah kebendaan dan hak-hak atas benda, aturan mengenai jual-beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, persyarikatan ( kerja sama bagi hasil ), pengalihan hak, dan segala yang berkaitan dengan transaksi.

1.2. Rumusan masalah.
      a. Apa pengertian Hukum
      b. Apa pengertian Hukum Perdata
      c.   Apa contoh Kasus Hukum perdata
1.3. Tujuan Penulisan
       a. Untuk Mengetahui Apa yang dimaksud Hukum perdata
       b. Untuk mengetahui  arti Pengertian Hukum terlebih dahulu


BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Hukum
            Hukum adalah suatu sistem yang dibuat manusia untuk membatasi tingkah laku manusia agar tingkah laku manusia dapat terkontrol , hukum adalah aspek terpenting  dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan,  Hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Oleh karena itu setiap masyarat berhak untuk mendapat pembelaan didepan hukum sehingga dapat di artikan bahwa hukum adalah peraturan atau ketentuan-ketentuan tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan sangsi bagi pelanggarnya.
Tujuan hukum mempunyai  sifat universal seperti  ketertiban, ketenteraman, kedamaian, kesejahteraan dan kebahagiaan dalam tata kehidupan bermasyarakat. Dengan adanya hukum  maka tiap perkara dapat di selesaikan melaui proses pengadilan dengan prantara hakim berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku,selain itu Hukum bertujuan untuk menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak dapat menjadi hakim atas dirinya sendiri.

2.2. Pengertian Hukum Perdata
Yang dimaksud dengan Hukum Perdata ialah hukum yang mengatur hubungan antara perorangan di dalam masyarakat.
Perkataan Hukum Perdata dalam arti yang luas meliputi semua Hukum Privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari Hukum Pidana
Untuk Hukum Privat materiil ini ada juga yang menggunakan dengan perkataan Hukum Sipil, tapi oleh karena perkataan sipil juga digunakan sebagai lawan dari militer maka yang lebih umum digunakan nama Hukum Perdata saja, untuk segenap peraturan Hukum Privat materiil (Hukum Perdata Materiil).
Dan pengertian dan Hukum Privat (Hukum Perdata Materiil) ialah hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur hubungan antar perseorangan di dalam masyarakat dan kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan. Dalam arti bahwa di dalamnya terkandung hak dan kewajiban seseorang dengan sesuatu pihak secara timbal balik dalam hubungannya terhadap orang lain di dalam suatu masyarakat tertentu.
Disamping Hukum Privat Materiil, juga dikenal Hukum Perdata Formil yang lebih dikenal sekarang yaitu dengan HAP (Hukum Acara Perdata) atau proses perdata yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata.
Di dalam pengertian sempit kadang-kadang Hukumi Perdata ini digunakan sebagai lawan Hukum Dagang.

Definisi Menurut para Ahli
1.      Sri Sudewi Masjchoen Sofwan
Hukum yang mengatur kepentingan warga negara perseorangan yang satu dengan
perseorangan yang lainnya.

2.      Prof. Soediman Kartohadiprodjo, S.H.
Hukum yang mengatur kepentingan perseorangan yang satu dengan perseorangan
yang lainnya.

3.      Sudikno Mertokusumo
Hukum antar perseorangan yang mengatur hak dan kewajiban perseorangan yang
satu terhadap yag lain didalam lapangan berkeluarga dan dalam pergaulan masyarakat.

4.      Prof. R. Soebekti, S.H.
Semua hak yang meliputi hukum privat materiil yang mengatur kepentingan perseorangan.

2.3. Sejarah Hukum Perdata yang Berlaku di Indonesia
Sejarah membuktikan bahwa Hukum Perdata yang saat ini berlaku di Indonesia, tidak lepas dari  Sejarah Hukum Perdata Eropa.
Bermula di benua Eropa, terutama di Eropa Kontinental berlaku Hukum Perdata Ramawi, disamping adanya Hukum tertulis dan Hukum kebiasaan setempat. Diterimanya Hukum Perdata Romawi pada waktu itu sebagai hukum asli dari negara-negara di Eropa, oleh karena keadaan hukum di Eropa kacau-balau, dimana tiap-tiap daerah selain mempunyai peraturan-peraturan sendiri, juga peraturan setiap daerah itu berbeda-beda.
Oleh karena adanya perbedaan ini jelas bahwa tidak ada suatu kepastian hukum. Akibat ketidak puasan, sehingga orang mencari jalan kearah adanya kepastian hukum, kesatuan hukum dan keseragaman hukum.
Pada tahun 1804 atas prakarsa Napoleon terhimpunlah Hukum Perdata dalam satu kumpulan peraturan yang bemama  Code Civil des Francais yang juga dapat disebut Code Napoleon", karena Code Civil des Francais ini adalah merupakan sebagian dari Code Napoleon
Sebagai petunjuk penyusunan Code Civil ini dipergunakan karangan dari beberapa ahli hukum antara lain Dumoulin, Domat dan Pothies, disamping itu juga dipergunakan Hukum Bumi Putra Lama, Hukum Jemonia dan Hukum Cononiek.
Dan mengenai peraturan - peraturan hukum yang belum ada di Jaman Romawi antara lain masalah wessel, assuransi, badan-badan hukum. Akhimya pada jaman Aufklarung (Jaman baru sekitar abad pertengahan) akhirnya dimuat pada kitab Undang—Undang tersendiri dengan nama "Code de Commerce".
Sejalan dengan adanya penjajahan oleh bangsa Belanda (18o9-181 1), maka Raja Lodewijk Napoleon Menetapkan : "Wetboek Napoleon Ingerighr Voor het Koninkrijk Holland" yang isinya mirip dengan "Code Civil des Francais atau Code Napoleon" untuk dljadikan sumber Hukum Perdata di Belanda (Nederland).
Setelah berakhimya penjajahan dan dinyatakan Nederland disatukan dengan Prancis pada tahun 1811, Code Civil des Francais atau Code Napoleon ini tetap berlaku di Belanda (Nederland).
Oleh Karena perkembangan jaman, dan setelah beberapa tahun kemerdekaan Belanda (Nederland) dari Perancis ini, bangsa Belanda mulai memikirkan dan mengadakan kodifikasi dari Hukum Perdatanya. Dan tepatnya 5 Juli 1830 kodefikasi ini selesai dengan terbentuknya BW (Burgerlijk Wetboek) dan WVK (Wetboek van koophandle) ini adalah produk Nasional- Nederland namun isi dan bentuknya sebagian besar sama dengan Code Civil des Francais dan Code de Commerce.
Dan pada tahun 1948, kedua Undang-Undang produk Nasional-Nederland ini diberlakukan di Indonesia berdasarkan azas koncordantie (azas Politik Hukum).
Sampai sekarang kita kenal dengan nama KUH Sipil (KUHP) untuk BW (Burgerlijk Wetboek). Sedangkan KUH Dagang untuk WVK (Wetboek van koophandle).

 2.4. Keadaan Hukum Perdata Dewasa ini di Indonesia
Mengenai keadaan Hukum Perdata dewasa ini di Indonesia dapat kita katakan masih beisifat majemuk yaitu masih beraneka warna Penyebab dari keaneka ragaman ini ada 2 faktor yaitu :
       1. Faktor Ethnis disebabkan keaneka ragaman Hukum Adat bangsa Indonesia, karena negara kita Indonesia ini terdiri dari berbagai suku bangsa.
2. Faktor Hostia Yuridis yang dapat kita lihat, yang pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk Indonesia dalam tiga Golongan, yaitu :
a. Golongan Eropa dan yang dipersamakan.
b. Golongan Bumi Putera (pribumi /bangsa Indonesia asli) dan yang dipersamakan
c. Golongan Timur Asing (bangsa Cina, India, Arab).
Dan pasal 131 .I.S. yaitu mengatur hukum—hukurn yang diberlakukan bagi masing- masing golongan yang tersebut dalam pasal 163 I.S. di atas.
Adapun hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan yaitu :
a. Bagi golongan Eropa dan yang dipersamakan berlaku'Hukum Perdata dan Hukum  Dagang Barat yang diselaraskan dengan Hukum Perdata dan Hukum Dagang di negeri Belanda berdasarkan azas konkondansi.
b. Bagi golongan Bumi Putera (Indonesia Asli) dan yang dipersamakan berlaku Hukum Adat mereka. Yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku di kalangan rakyat, dimana sebagian besar dari Hukum Adat tersebut belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.
c. _ Bagi golongan timur asing (bangsa Cina, India, Arab) berlaku hukum masing-masing, dengan catatan bahwa golongan Bumi Putera dan Timur Asing (Cina,India, Arab) diperbolehkan untuk menundukkan diri kepada Hukum Eropa Barat baik secara keseluruhan maupun untuk beberapa macam tindakan hukum tertentu saja.
— Maksudnya untuk segala golongan warga negara berlainan sama dengan yang lain. Dapat kita Iihat :
a. Untuk Golongan Bangsa Indonesia Asli
Berlaku Hukum Adat yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku di kalangan rakyat, hukum yang sebagian besar masih belum tertulis, tetapi hidup dalam tindakan-tindakan rakyat mengenai segala hal di dalam kehidupan kita dalam masyarakat.
b. Untuk golongan warga negara bukan asli yang berasal dari Tionghoa dan Eropa
Berlaku kitab KUHP(Burgerlijk Wetboek) dan KUHD (Wetboek Van Koophandel), dengan suatu pengertian bahwa bagi golongan Tionghoa ada suatu penyimpangan, yaitu pada bagian 2 dan 3 dari TITEL IV dari buku I tentang :
— Upacara yang mendahului pernikahan dan mengenai penahanan pemikahan Hal ini tidak berlaku bagi golongan Tionghoa. Karena pada mereka diberlakukan khusus yaitu Burgerlijke Stand, dan peraturan mengenai pengangkatan anak (adopsi).
Selanjutnya untuk golongan warga negara bukan asli yang bukan berasal dari Tionghoa atau Eropah (antara lain Arab, India dan lainnya) berlaku sebagian dari BW yaitu hanya bagian-bagian yang mengenai Hukum Kekayaan Harta Benda (Vermororgensrecht), jadi tidak mengenai Hukum Kepribadian dan Kekeluargaan (Personen en Familierecht) maupun yang mengenai Hukum Warisan.
Untuk memahami keadaan Hukum Perdata di Indonesia perlulah kita mengetahui riwayat politik pemerintah Hindia Belanda terlebih dahulu terhadap hukum di Indonesia.
Pedoman politik bagi pemerintah HIindia Belanda terhadap hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131 (I.S) (Indische Staatregeling) yang sebelumnya pasal 131 (I.S) yaitu pasal 75 RR (Regerings reglement) yang pokok-pokoknya sebagai berikut:
1. Hukum Perdata dan Dagang (begitu pula Hukum Pidana besena Hukiun Acara Perdata dan Hukum Acara Pidana harus diletakkan dalam Kitab Undang-undang yaitu di Kodifikasi).
2. Untuk golongan bangsa Eropa harus dianut perundang- undangan yang berlaku di negeri Belanda (sesuai azas Konkordansi ).
3. Untuk golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing (yaitu Tionghoa, Arab dan lainnya) jika temyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka menghendakinya, dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku bagi mereka.
4. Orang Indonesia Asli dan orang Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan di bawah suatu peraturan bersama dengan bangsa Eropa, diperbolehkan menundukkan diri pada hukum yang berlaku untuk bangsa Eropa Penundukan ini boleh dilakukan baik secara umum maupun secara hanya mengenai suatu perbuatan tertentu saja.
5. Sebelumnya hukum untuk bangsa Indonesia ditulis di dalam Undang-Undang, maka bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum Adat.
Berdasarkan pedoman tersebut di atas, di jaman Hindia Belanda itu telah ada beberapa peraturan Undang-Undang Eropa yang telah dinyatakan berlaku untuk bangsa Indonesia Asli, seperti pasal 1601-1603 lama dari BW yaitu perihal :
a.    Perjanjian kerja perburuhan : (staatsblat 1879 no 256)
b.    Pasal 1788-1791 BW perihal hutang-hutang dari perjudian (staatsblad 1907 no 306)
c.    Dan beberapa pasal dan WVK (KUHD) yaitu sebagian besar dari Hukum Laut(Staatsblad 1933 no 49)
Disamping itu ada peraturan-peraturan yang secara khusus dibuat untuk bangsa Indonesia seperti :
a.Ordonansi Perkawinan bangsa Indonesia Kristen (Staatsblad 1933 no 74).
b.Organisasi tentang Maskapai Andil Indonesia (IMA) Staatsblad 1939 no 570 berhubungan dengan no. 717).
Dan ada pula peraturan - peraturan yang berlaku bagi semua golongan warga negara, yaitu:
- Undang-undang Hak Pengarang (Auteurswet tahun 1912)
- Peraturan Umum tentang Koperasi (Staatsblad 1933 no 108)
- Ordonansi Woeker (Staatsblad 1938 no 523)
- Ordonansi tentang pengangkutan di udara (Staatsblad 1938 no 98).

2.5. Sistematika Hukum Perdata
Sistematika Hukum Perdata kita (BW) ada dua pendapat. Pendapat yang penama yaitu, dari pemberlaku Undang-Undang berisi:
Buku I : Berisi mengenai orang. Di dalamnya diatur hukum tentang diri seseorang dan hukum kekeluargaan.
Buku II : Berisi tentang hal benda. Dan di dalanmya diatur hukum kebendaan dan hukum waris.
Buku III : Berisi tentang hal perikatan. Di dalamnya diatur hak-hak dan kewajiban timbal balik antara orang-orang atau pihak-pihak tertentu.
Buku IV : Berisi tentang pembuktian dan daluarsa. Di dalamnya diatur tentang alat-alat pembuktian dan akibat-akibat hukum yang timbul dari adanya daluwarsa itu.
Pendapat yang kedua menurut ilmu Hukum / Doktrin dibagi dalam 4 bagian yaitu :
I. Hukum tentang diri seseorang (pribadi).
Mengatur tentang manusia sebagai subyek dalam hukum, mengatur tentang perihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-hak itu dan selanjutnya tentang hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.
II. Hukum Kekeluargaan
Mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan yaitu:
— Perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami dengan istri, hubungan antara orang tua dan anak, perwalian dan curatele.
III. Hukum Kekayaan
Mengatur prihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang.
Jika kita mengatakan tentang kekayaan seseorang maka yang dimaksudkan ialah jumlah dan segala hak dari kewajiban orang itu dinilaikan dengan uang.
Hak-hak kekayaan terbagi lagi atas hak-hak yang berlaku terhadap tiap-tiap orang, oleh karenanya dinamakan Hak Mutlak dan hak yang hanya berlaku terhadap seseorang atau pihak tertentu saja dan karenanya dinamakan hak perseorangan.
Hak mutlak yang memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan. Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat dinamakan hak kebendaan.
Hak mutlak yang tidak memberikan kekuasaan atas suatu benda yang dapat terlihat.
— Hak seorang pengarang atas karangannya
— Hak seseorang atas suatu pendapat dalam lapangan Hmu Pengetahuan atau hak pedagang untuk memakai sebuah merk, dinamakan hak mutlak saja.
IV. Hukum Warisan
Mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia meninggal. Disamping itu Hukum Warisan mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang


2.6. Contoh-contoh Kasus Hukum Perdata
            Sengketa tanah Prokimal (proyek pemukiman TNI AL) meletus tahun 1998. Warga di sekitar Prokimal sering menggelar unjuk rasa dengan cara memblokade jalur pantura (pantai utara) untuk menuntut pembebasan lahan yang dianggap miliknya. Di lain pihak, menurut keterangan TNI AL, lahan yang diinginkan warga itu merupakan milik TNI AL yang diperoleh dengan pembelian yang sah tahun 1960 seluas 3.569,205 hektare yang tersebar di dua kecamatan, yakni Nguling dan Lekok, serta di 11 desa, yakni Desa Sumberanyar, Sumberagung, Semedusari, Wates, Jatirejo, Pasinan, Balunganyar, Brang, Gejugjati, Tamping, dan Alas Telogo.
Saat itu tanah tersebut dibeli seharga Rp 77,66 juta dan rencananya digunakan untuk pusat pendidikan dan latihan TNI AL yang terlengkap dan terbesar. Karena belum memiliki dana, agar tidak telantar, tanah tersebut dijadikan area perkebunan dengan menempatkan 185 keluarga prajurit.
Kemudian pada 1984 keluar Surat Keputusan KSAL No Skep/675/1984 tanggal 28 Maret 1984 yang menunjuk Puskopal dalam hal ini Yasbhum (Yayasan Sosial Bhumyamca) untuk memanfaatkan lahan tersebut sebagai lahan perkebunan produktif, dengan memanfaatkan penduduk setempat sebagai pekerja.
Upaya-upaya penyelesaian sertifikasi tanah yang dilaksanakan Lantamal III Surabaya sejak 20 Januari 1986 dapat terealisir BPN pada 1993 dengan terbitnya sertifikat sebanyak 14 bidang dengan luas 3.676 hektare. Meski demikian masih ada penduduk yang belum melaksanakan pindah dari tanah yang telah dibebaskan TNI AL. Pada 20 November 1993 Bupati Pasuruan mengirimkan surat kepada Komandan Lantamal III Surabaya perihal usulan pemukiman kembali nonpemukim TNI AL di daerah Prokimal Grati. Kemudian Bupati Pasuruan mengajukan surat kepada KSAL pada 3 Januari 1998 untuk mengusulkan bahwa tanah relokasi untuk penduduk nonpemukim TNI AL agar diberikan seluas 500 meter persegi per KK.
Dari catatan media Surya, dalam setahun terakhir terjadi dua kali pemblokiran jalan pantura oleh warga, yakni 14 Desember 2006 dan 10 Januari 2007. Selain itu, warga Desa Alas Telogo, Kecamatan Lekok, memilih menempuh jalur hukum dan menggugat kepemilikan tanah itu ke
Pengadilan Negeri (PN) Bangil, 18 Juli 2006 lalu. Gugatan itu ditempuh 256 warga, namun mereka dinyatakan kalah oleh PN Bangil dalam sidang 12 Maret lalu. Munculnya keputusan tersebut membuat warga marah hingga berujung pada bentrokan dengan polisi seusai sidang putusan. Sebelum persidangan itu, yakni pada 15 Februari, Pangarmatim Laksda Moekhlas Sidik meresmikan Prokimal sebagai pusat latihan tempur (Puslatpur) dan warga 11 desa yang berjumlah sekitar 5.700 keluarga rencananya direlokasi ke bagian yang aman. “Sesuai pesan Panglima TNI, 2007 ini lahan akan di-set up ulang sebagai pusat latihan tempur untuk meningkatkan profesionalitas prajurit TNI AL. Untuk relokasi warga, karena ada niatan baik dari kami, tidak akan terjadi masalah seperti saya utarakan di hadapan warga,” kata Laksda Moekhlas Sidik saat meresmikan Prokimal sebagai Puslatpur.
Janji untuk merelokasi warga kemudian diwujudkan, dan 360 hektare tanah diberikan kepada warga di 11 desa yang ditempatkan di luar sabuk batas tempat latihan tempur.
“Sesuai Keputusan KSAL, lahan Prokimal dijadikan pusat latihan tempur dan 5.702 rumah direlokasi di luar garis latihan. Setiap rumah diberi tanah 500 meter persegi sekaligus bentuk pelepasan dari inventarisasi kekayaan negara (IKN) AL. Untuk biaya relokasi, TNI AL dan Bupati akan mengusulkan kepada pimpinan masing-masing,” tandas Moekhlas Sidik didampingi Bupati Pasuruan Jusbakir Aldjufri kepada wartawan seusai bertemu dengan 11 kepala desa mewakili warga di lahan Prokimal Grati, 22 Maret lalu.
Selain itu, TNI AL juga memberikan tambahan lahan sebesar 20 persen untuk pemenuhan fasilitas umum. Dengan adanya keputusan ini, diharapkan masyarakat tidak resah karena jaminan keamanan tidak terkena peluru nyasar serta adanya keputusan hukum atas tanah yang dimilikinya.
Upaya relokasi warga 11 desa ini disambut positif Pemkab Pasuruan, bahkan Pemkab mengusulkan anggaran untuk relokasi itu ke pemerintah pusat ditambah dengan anggaran dari APBD Kabupaten Pasuruan.
Meski TNI AL memberikan tanah seluas 360 hektare kepada warga 11 desa, namun para kepala desa saat itu tidak berani menerimanya dan hanya akan menyampaikan lebih dulu kepada warga. Alasannya, lahan 500 meter persegi dianggap kurang untuk memenuhi kebutuhan warga.
Di tengah upaya penyelesaian sengketa kasus tanah dengan jalan damai itulah, tiba-tiba terjadi insiden antara Marinir dengan warga Rabu (30/5), yang menyebabkan empat warga tewas dan enam lainnya luka-luka.
Sengketa masalah tanah antara warga dengan TNI di Kabupaten Pasuruan bukan hanya terjadi di lahan Prokimal, Grati. Di Raci, Kecamatan Bangil, juga terjadi kasus sengketa tanah serupa antara warga dengan TNI Angkatan Udara (AU). Namun dalam kasus Raci ini, pihak TNI AU telah memberikan lampu hijau untuk pengelolaan lahan dengan porsi 60:40 untuk TNI AU dan warga Desa Raci.
Contoh Hukum Perdata Warisan
            Seorang ayah yang ingin mewariskan harta bendanya ketika kelak ia meninggal tentunya akan menuliskan sebuah surat wasiat. Namun ketika seorang ayah tersebut telah meninggal, dimana kemudian terjadi selisih paham antara anak-anaknya dan berujung kepada pelaporan salah seorang anak kepada pihak yang berwenang tentang perselisihan yang terjadi, maka kasus tersebut juga termasuk salah satu contoh kasus hukum perdata.
Contoh Kasus Perdata Pencemaran Nama Baik
            Seorang artis merasa terhina atas pemberitaan sebuah media massa. Gosip tersebut telah digosipkan oleh media menjadi seorang pengedar dan pemakai psikotropika. Karena tidak terima dengan pemberitaan tersebut, maka sang artis melaporkan media massa tersebut ke polisi atas tuduhan telah melakukan pencemaran nama baik dan perbuatan tidak menyenangkan. Kasus antara artis dan media massa tersebut juga termasuk menjadi salah satu contoh kasus hukum perdata.







BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan     
            Jadi Hukum perdata adalah segala hukum pokok yang mengatur kepentingan-kepentingan perorangan. Jadi, dalam peradilan hukum perdata itu diutamakan perdamaian karena hukum itu tidak hanya difungsikan untuk menghukum seseorang, tapi juga sebagai alat untuk mendapatkan keadilan dan perdamaian.
3.2. Saran
            Saran dari penyusun adalah semoga setelah melihat, membaca, dan mempelajari makalah ini, kita semua dapat mengerti dan menjauhi tindakan- tindakan yang berlawanan dengan hukum yang berlahu, khususnya hukum yang ada di Negara kita Indonesia .Bukan sekedar isapan jempol semata, sebenarnya kehidupan yang berdasar dari hukum akan jauh lebih dalam pengaturanya pada pribadi setiap individu, karena hukum dapat membuat orang lebih dewasa dalam bertindak, dan lebih disiplin dalam pemikiran dan tindakanya pula









Daftar pustaka











Share:

No comments:

Post a Comment

Search This Blog