TABEL JUMLAH HARI DALAM TAHUN HIJRIYAH

JUMLAH HARI DALAM TAHUN HIJRIYAH


No
Bulan
Umur
Jml Hari
1
Muharram
30
30
2
Shafar
29
59
3
Rabiul Awal
30
89
4
Rabiul Tsani
29
118
5
Jumadil Ula
30
148
6
Jumadil Tsaniyah
29
177
7
Rajab
30
207
8
Sya’ban
29
236
9
Ramadlan
30
266
10
Syawwal
29
295
11
Dzulqa’dah
30
325
12
Dzulhijjah
29/30
354/355

Share:

Konversi Kalender Hijri & Masehi

Konversi Kalender Hijri & Masehi*)

Oleh: Ahmad Wahidi

Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketentuan Allah ketika Dia menciptakan langit dan bumi, empat daripadanya bulan-bulan haram (Dzul-Qa`dah, Dzul-Hijjah, Muharram, Rajab). Itulah keputusan yang lurus (sesuai peredaran benda langit). Maka janganlah kamu menganiaya dirimu (dengan berperang) pada bulan-bulan haram itu. Dan (jika bulan-bulan haram telah lewat) perangilah kaum musyrikin seutuhnya sebagaimana mereka memerangimu secara utuh pula. Ketahuilah bahwa Allah menyertai orang-orang yang bertaqwa. (Al-Quran, Surah At-Taubah :36-37
BAGIAN I
PENGENALAN KALENDER

A. Kalender Masehi
Kalender Masehi merupakan sistem kalender solar (syamsiyah, berdasarkan matahari), yang waktu satu tahunnya adalah lamanya bumi mengelilingi matahari: 365 hari 5 jam 48 menit 46 detik atau 365,2422 hari. Pada kalender solar pergantian hari berlangsung tengah malam (midnight) dan awal setiap bulan (tanggal satu) tidak tergantung pada posisi bulan. Dalam 1 (satu) tahun Masehi dibagi menjadi 12 bulan yang masing-masing berumur 31 hari dan 30 hari kecuali bulan Februari umurnya 28 hari untuk tahun pendek (Basithah) dan 29 hari untuk tahun panjang (Kabisat) yang terjadi sekali setiap siklus 4 tahun.
Sepanjang sejarah kalender Masehi telah terjadi reformasi. yakni pada 1582 disebut reformasi Gregorian. Karena satu tahun syamsiah rata-rata 365,2422 hari, sedangkan kalender Julian menetapkan rata-rata 365,25 hari, awal musim semi saat itu diketahui telah bergeser jauh menjadi tanggal 11 Maret. Maka dilakukan reformasi dalam dua hal agar awal musim semi kembali menjadi tanggal 21 Maret.
Reformasi Gregorian pertama menghapuskan 10 hari dari tahun 1582 dengan menetapkan hari Kamis 4 Oktober langsung menjadi hari Jumat 15 Oktober.  Ke dua, rata-rata satu tahun ditetapkan 365,2425 hari. Caranya, tahun kabisat didefinisikan sebagai tahun yang bilangannya habis dibagi empat, kecuali untuk tahun yang angkanya kelipatan 100 harus habis dibagi 400. Dengan aturan tersebut tahun 1700, 1800, dan 1900 bukan lagi dianggap sebagai tahun kabisat. Tahun 2000 adalah tahun kabisat. Dari sedikit uraian di atas maka terdapat beberapa ketentuan berkaitan dengan kalender Masehi yaitu sebagai berikut :
  1. Ketentuan Umum
Ketentuan umum yang berlaku pada kalender Masehi adalah sebagai berikut:
    1. 1 tahun (Basithah) Masehi = 365 hari dan bulan Februari = 28 hari atau
    2. 1 tahun (Kaisat) Masehi = 366 hari dan Februari = 29 hari
    3. Tahun Kabisat adalah bilangan tahun yang habis dibagi 4 (misalnya 1996, 2000, 2004 dan seterusnya), kecuali bilangan abad yang tidak habis dibagi 400 (misalnya 1700, 1800, 1900) selain itu adalh tahun Basithah.
    4. Penyesuaian yang harus dilakukan akibat anggaran Gregorius sebanyak 10 hari sejak 15 Oktober 1582 M., serta penambahan 1 hari pada setiap bilangan abad yang tidak habis dibagi 4 sejak tanggal tersebut, sehingga 1900 sampai dengan 2099 ada penambahan koreksi 13 hari (10 + 3).

  1. Menghitung Hari dan Pasaran
    1. Tentukan tahun yang akan dihitung
    2. Hitung tahun utuh (tam), yaitu tahun yang bersangkutan dikurangi 1 (satu)
    3. Hitung berapa siklus selama tahun tam tersebut, yaitu tahun tam dibagi 4.
    4. Hitung berapa tahun kelebihan dari jumlah siklus yang bersangkutan.
    5. Hitung berapa hari selam siklus yang ada, yakni siklus dikalikan 1461 hari
    6. Hitung berapa hari selama tahun kelebihan, yaitu kelebihan jumlah tahun dikalikan dengan 365 hari.
    7. Jumlahkan hari-hari tersebut dan tambahkan 1 hari (untuk tanggal 1 Januari)
    8. Kurangi dengan koreksi Gregorius, yakni 13 hari
    9. Jumlah hari dibagi 7 (tujuh), sisa kelebihannya dihitung mulai hari Sabtu.
    10. Jumlah hari dibagi 5 (lima), sisa kelebihannya dihitung mulai hari Kliwon
    11. Tabel hari dan pasaran sesuai sisa pembagian adalah sebagai berikut

Sisa
Hari
Pasaran
0
Jumat
Wage
1
Sabtu
Kliwon
2
Minggu
Legi
3
Senin
Pahing
4
Selasa
Pon
5
Rabu
Wage
6
Kamis

7
Jum’at


Contoh :
Tanggal 1 Januari 2011 M.
Tahun tam = 2011 – 1 = 2010
2010 : 4 = 502 siklus, sisa 2 tahun. (angka pecahan dikalikan 4)
1 Januari 2011 = 502 siklus + 2 tahun + 1 hari
502 siklus = 502 x 1461 hari = 733.422 hari
2 tahun = 2 x 365 hari = 730 hari
1 hari = 1 hari +
Jumlah = 734.153 hari
Koreksi Gregorus: 10 + 3 = 13 hari -
Jumlah = 734.140 hari

734.140 : 7 = 104.877, sisa 1 (angka pecahan dikalikan 7) = Sabtu
734.140 : 5 = 146.828, sisa 0 = Wage
Jadi tanggal 1 Januari 2011 M. jatuh pada hari Selasa Wage.

  1. Tabel Hari dan Pasaran Tahun Masehi untuk Membuat kalender selama setahun
No
Bulan
Basithah
Kabisat
Hari
Psrn
Hari
Psrn
1
Januari
1
1
1
1
2
Pebruari
4
2
4
2
3
Maret
4
5
5
1
4
April
7
1
1
2
5
Mei
2
1
3
2
6
Juni
5
2
6
3
7
Juli
7
2
1
3
8
Agustus
3
3
4
4
9
September
6
4
7
5
10
Oktober
1
4
2
5
11
Nopember
4
5
5
1
12
Desember
6
5
7
1

Catatan : Hari dan pasaran apa saja pada tanggal 1 Januari tahun berapa saja nilainya adalah 1 (satu), sehingga untuk bulan-bulan berikutnya, hari dan pasarannya tinggal mengurutkan hari dan pasaran yang ke berapa dati tanggal 1 Januari itu sesuai dengan angka yang ada pada jadwal di atas.
  1. Rincian dan jumlah hari dalam Kalender Masehi
Umur bulan dalam setiap tahun adalah sebagaimana tabel berikut:

Urut
Masehi
Basitah
Kabisat
1
Januari
31
31
31
31
2
Februari
28
59
29
60
3
Maret
31
90
31
91
4
April
30
120
30
121
5
Mei
31
151
31
152
6
Juni
30
181
30
182
7
Juli
31
212
31
213
8
Agustus
31
243
31
244
9
September
30
273
30
274
10
Oktober
31
304
31
305
11
Nopember
30
334
30
335
12
Desember
31
365
31
366


B. Kalender Hijriyah

Kalender Hijriyah mengikuti sistem kalender lunar (qamariyah, berdasarkan bulan), yang waktu satu tahunnya adalah dua belas kali bulan mengelilingi bumi: 29 hari 12 jam 44 menit 3 detik (29,5306 hari = 1 bulan) dikalikan dua belas, menjadi 354 hari 8 jam 48 menit 34 detik atau 354,3672 hari. Sebelum kedatangan agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad s.a.w., masyarakat Arab memakai kalender lunisolar, yaitu kalender lunar yang disesuaikan dengan matahari. Tahun baru (Ra’s as-Sanah = “Kepala Tahun”) berlangsung setelah berakhirnya musim panas sekitar September. Bulan pertama dinamai Muharram, sebab pada bulan itu semua suku atau kabilah di Semenanjung Arabia sepakat untuk mengharamkan peperangan. Pada bulan Oktober daun-daun menguning sehingga bulan itu dinamai Shafar (“kuning”). Bulan November dan Desember pada musim gugur (rabi`) berturut-turut dinamai Rabi`ul-Awwal dan Rabi`ul-Akhir. Januari dan Februari adalah musim dingin (jumad atau “beku”) sehingga dinamai Jumadil-Awwal dan Jumadil-Akhir. Kemudian salju mencair (Rajab) pada bulan Maret. Bulan April di musim semi merupakan bulan Sya`ban (syi`b = lembah), saat turun ke lembah-lembah untuk mengolah lahan pertanian atau menggembala ternak. Pada bulan Mei suhu mulai membakar kulit, lalu suhu meningkat pada bulan Juni. Itulah bulan-bulan Ramadhan (“pembakaran”) dan Syawwal (“peningkatan”). Bulan Juli merupakan puncak musim panas yang membuat orang lebih senang duduk di rumah daripada bepergian, sehingga bulan ini dinamai Dzul-Qa`dah (qa`id = duduk). Akhirnya, Agustus dinamai Dzul-Hijjah, sebab pada bulan itu masyarakat Arab menunaikan ibadah haji ajaran nenek moyang mereka, Nabi Ibrahim a.s.

Setiap bulan diawali saat munculnya hilal, berselang-seling 30 atau 29 hari, sehingga 354 hari setahun, 11 hari lebih cepat dari kalender solar yang setahunnya 365 hari. Agar kembali sesuai dengan perjalanan matahari dan agar tahun baru selalu jatuh pada awal musim gugur, maka dalam setiap periode 19 tahun ada tujuh buah tahun yang jumlah bulannya 13 (satu tahunnya 384 hari). Bulan interkalasi atau bulan ekstra ini disebut nasi’ yang ditambahkan pada akhir tahun sesudah Dzul-Hijjah.

Setelah masyarakat Arab memeluk agama Islam dan bersatu di bawah pimpinan Nabi Muhammad s.a.w., maka turunlah perintah Allah SWT agar umat Islam memakai kalender lunar yang murni dengan menghilangkan bulan nasi’. Hal ini tercantum dalam kitab suci Surat at-Taubah ayat 36 dan 37 sebagaimana di awal tulisan ini.

Dengan turunnya wahyu Allah di atas, maka Nabi Muhammad s.a.w. mengeluarkan dekrit bahwa kalender Islam tidak lagi tergantung kepada perjalanan matahari. Hal ini lebih dipertegas dalam khutbah Nabi di Arafah tatkala beliau menunaikan haji. Meskipun nama-nama bulan dari Muharram sampai Dzul-Hijjah tetap digunakan karena sudah populer pemakaiannya, bulan-bulan tersebut bergeser setiap tahun dari musim ke musim, sehingga Ramadhan (“pembakaran”) tidak selalu pada musim panas dan Jumadil-Awwal (“beku pertama”) tidak selalu pada musim dingin.

Mengapa harus kalender lunar murni? Hal ini disebabkan agama Islam bukanlah hanya untuk masyarakat Arab di Timur Tengah saja, melainkan untuk seluruh umat manusia di berbagai penjuru bumi yang letak geografis dan musimnya berbeda-beda. Sangatlah tidak adil jika misalnya Ramadhan (bulan menunaikan ibadah puasa) ditetapkan menurut sistem kalender solar atau lunisolar, sebab hal ini mengakibatkan masyarakat Islam di suatu kawasan berpuasa selalu di musim panas atau selalu di musim dingin. Sebaliknya, dengan memakai kalender lunar yang murni, masyarakat Kazakhstan atau umat Islam di London berpuasa 16 jam di musim panas, tetapi berbuka puasa pukul empat sore di musim dingin. Umat Islam yang menunaikan ibadah haji pada suatu saat merasakan teriknya matahari Arafah di musim panas, dan pada saat yang lain merasakan sejuknya udara Makkah di musim dingin.

Dalam satu tahun Hijriyah terdiri atas 12 bulan yang dimulai dari bulan pertama Muharram sampai bulan ke-12 Dzulhijjah. Masing-masing setiap bulan berumur 30 atau 29 hari sehingga 354 hari setahun. Dalam setiap siklus 30 tahun, 11 tahun adalah kabisat (Dzul-Hijjah dijadikan 30 hari), yaitu tahun-tahun ke-2, 5, 7, 10, 13, 16, 18, 21, 24, 26 dan 29. Awal bulan (tanggal satu) ditandai dengan munculnya hilal (sehari atau dua hari sesudah konjungsi), yang dapat ditentukan dengan metode hisab (perhitungan astronomis) atau metode ru’yah (menyaksikan hilal dengan mata).

Dalam tahun 2008 Masehi terdapat dua kali tahun baru Hijriyah. Pada 10 Januari 2008, kita memulai tahun baru 1 Muharram 1429 Hijriyah, tahun ke-19 dalam siklus 1411-1440. Sebelum tahun 2008 berakhir, umat Islam merayakan tahun baru lagi, sebab tanggal 1 Muharram 1430 Hijriyah jatuh pada 29 Desember 2008.
Beberapa hal berkaitan dengan kalender Hijriyah adalah sebagai berikut :

  1. Ketentuan Umum
Ketentuan umum yang berlaku pada kalender Hijriyah adalah sebagai berikut:
    1. 1 tahun (Basithah) Hijriyah = 354 hari dan bulan Dzulhijjah = 29 hari
    2. 1 tahun (Kaisat) Hijriyah = 355 hari dan Dzulhijjah = 30 hari
    3. Tahun-tahun Kabisat jatuh pada urutan tahun ke 2, 5 , 7 10, 13, 15, 18, 21, 24, 26, dan 29
jumlah hari pada tahun hijriyah
Th
Hari
Th
Hari
Th
Hari
354
3898
7442
709
4252
7796
1063
4607
8150
1417
4961
8505
1772
5316
8859
2126
5670
9214
2481
6024
9568
2835
6379
9922
3189
6733
10277
3544
7087
10631

    1. 1 daur tahun hijriyah = 30 tahun = 10631 hari.
    2. Untuk mengetahui tahun tertentu Kabisat atau Basithah maka bilangan tahun dibagi 30, dan sisanya apabila bersesuaian dengan angka-angka seperti tersebut di poin c. maka tahun tersebut adalah Kabisat dan jika tidak sesuai maka tahun Basithah.

  1. Menghitung Hari dan Pasaran
    1. Tentukan tahun yang akan dihitung
    2. Hitung tahun tam (utuh), yakni tahun yang bersangkutan dikurangi 1 (satu).
    3. Hitung berapa daur selama tahun tam tersebut, dan berapa tahun sisa kelebihannya.
    4. Hitung berapa hari selama daur yang ada, yakni daur x 10631 hari
    5. Hitung berapa hari selama tahun sisa kelebihan.
    6. Jumlahkan hari-hari tersebut dan tambahkan 1 hari (tanggal 1 Muharram)
    7. Jumlah hari kemudian dibagi 7 (tujuh), selebihnya dihitung mulai Jum’at. Yakni 1 = Jumat, 2 = Sabtu, 3 = Ahad, 4 = Senin, 5 = Selasa, 6 = Rabu, 7 atau 0 = Kamis
    8. Jumlah hari kemudian dibagi 5 (lima), selebihnya dihitung mulai pasaran Legi. Yakni 1 = Legi, 2 = Pahing, 3 = Pon, 4 = Wage, 5 atau 0 = Kliwon.

Sisa
Hari
Pasaran
0
Kamis
Kliwon
1
Jumat
Legi
2
Sabtu
Pahing
3
Ahad
Pon
4
Senin
Wage
5
Selasa
Kliwon
6
Rabu

7
Kamis


Contoh :
Tanggal 1 Muharram 1432 H.
Tahun tam = 1432 – 1 = 1431
1431 / 30 = 47 daur, lebih 21 tahun (angka pecahan dikalikan 30)
1 Muharram 1432 H. = 47 daur + 21 tahun + 1 hari

47 daur = 47 x 10631 hari = 499.657 hari
20 tahun = 21 x 354 hari + 8 = 7.442 hari
(7 Kabisat)
1 hari = 1 hari +
Jumlah = 507.100 hari

507.100: 7 = 72.442, lebih 6 (angka pecahan dikalikan 7) = Rabu
507.100: 5 = 101.420, lebih 0 = Kliwon

Jadi tanggal 1 Muharram 1432 H. jatuh pada hari Rabu Kliwon

  1. Rincian dan jumlah hari dalam Kalender Masehi
Umur bulan dalam setiap tahun adalah sebagaimana tabel berikut:

Urut
Hijriyah
Umur bulan
Jumlah Hari
1
Muharram
30
30
2
Shafar
29
59
3
Rabi'ul Awal
30
89
4
Rabi'ul Akhir
29
118
5
Jumadil Ula
30
148
6
Jumadil Akhir
29
177
7
Rajab
30
207
8
Sya'ban
29
236
9
Ramadhan
30
266
10
Syawwal
29
295
11
Dzul Qa'dah
30
325
12
Dzul Hijjah
29/30
354/355


BAGIAN II
KONVERSI ANTAR KALENDER MASEHI DAN HIJRIYAH

1. Memindahkan Tahun Masehi ke Tahun Hijriyah

Penanggalan atau kalender Masehi dapat diketahui persamaan kalender Hijriyahnya dengan cara-cara sebagai berikut :
  1. Tanggal, bulan dan tahun Masehi dijadikan bilangan atau jumlah hari.
    1. Bulan dan tahun Masehi masing-masing dikurangi satu (jadikan bulan dan tahun tam, bukan tahun dan bulan berjalan)
    2. Misalnya tanggal 5 Februari 1966 M, maka dirubah menjadi bulan Januari 1965, sedangkan tanggalnya tetap.
    3. Tahun Tam (utuh) dibagi 4, hasilnya dikalikan 1461 hari. Jika terdapat sisa hasil pembagian, sisa tersebut dikalikan 365 hari.
    4. Bilangan bulan dan tanggal dijadikan bilangan hari sesuai dengan umur bulan masehi.
  2. Jumlah hari kemudian dikurangi selisih tahun masehi dengan tahun Hijriyah yaitu 227.015 hari dan anggaran Gregorius 13 hari (pengurangan sebanyak 13 hari ini berlangsung sampai tahun 2099) sehingga jumlahnya 2277.015 + 13 hari = 227.028 hari.
  3. Hasil pegurangan poin 2 adalah jumlah hari yang telah dilalui sejak awal Hijriyah sampai dengan tanggal, bulan dan tahun Masehi yang dikonversi. Oleh karena itu dapat dipindahkan menjadi tanggal, bulan dan tahun Hijriyah dengan cara-cara sebagai berikut :
    1. Hasil poin 2 dibagi 10.361 hari kemudian hasilnya dikalikan 30 tahun, jika terdapat sisa maka sisa tersebut dikalikan dengan 354 hari.
    2. Sisa hasil bagi 354 hari dijadikan bulan dan hari (perhatikan berapa kali tahun kabisatnya)


Contoh perhitungan memindah kalender Masehi menjadi kalender Hijriyah :

1. Tanggal 15 Juli 622 M bertepatan dengan tanggal, bulan dan tahun Hijriyah berapa?

621 tahun + 6 bulan + 15 hari.
621 / 4 = 155 daur + 1 tahun + 6 bulan + 15 hari
155 daur = 155 x 1461 = 226.455 hari
1 tahun = 1 x 365 = 365 hari
6 bulan = 181 hari
15 hari = 15 hari +
Jumlah = 227.016 hari
Anggaran Gregorius XIII = 13 hari+
Jumlah hari 1 s/d 15 Juli 622 M. = 227.029 hari
(sebagai konversi tetap tahun Masehi ke tahun Hijriyah atau sebaliknya)

2. Tanggal 17 Agustus 1945 M, bertepatan dengan tanggal, bulan dan tahun Hijriyah berapa?
Tanggal 17 Agustus 1945 M.
Tahun tam = 1945– 1 = 1944
1944 : 4 = 486 siklus, sisa 0 tahun.
17 Agustus 1945 = 486 siklus + 0 tahun +7 bulan+17 hari
486 daur/siklus= 486 x 1461 = 710.046 hari
7 bulan = 212 hari
17 hari = 17 hari +
Jumlah = 710.275 hari
Selisih tetap M – H. = 227.029 hari -
Selisih hari sejak 1 Hijriyah = 483.246 hari

Mencari hari dan pasaran tahun Hijriyah :
483.246 / 7 = 69.035 sisa 1 = Jum’at
483.246 / 5 = 96.649 sisa 1 = Legi
483.246 / 10.631 = 45 daur + 4851 hari
45 daur 45 x 30 + 13 tahun = 1363 tahun
4851 hari =4851 / 354 = 13 tahun + 244 hari (angka pecahan dikalikan 354= 249 – 5 (jumlah tahun kabisat selama 13 th) = 244)
250 hari 8 bulan + 8 hari
8 hari + 8 bulan + 1363 tahun = 8 – 9 – 1364
Dengan demikian tanggal 17 Agustus 1945 M. bertepatan dengan hari Jumat Legi, 8 Ramadhan 1364 H.

2. Memindahkan Tahun Hijriyah ke Tahun Masehi
Cara pertama :
Cara konversi model ini populer di Indonesia dan dijadikan materi diklat pada umumnya. Untuk melakukan konversi tahun Hijriyah dengan tahun Masehi, maka perlu diketahui :
  1. Koreksi tetap tahun Masehi dengan Hijriyah dihitung dari tanggal 1 Januari awal Masehi sampai dengan 15 Juli 622 M.
  2. Dasar perhitungan tahun Masehi berpedoman pada peredaran bumi mengelilingi matahari yang memerlukan waktu 365.2425 hari. Tetapi dalam prakteknya sebelum tanggal 4 Oktober 1582 M dihitung 365.25 hari.
  3. Ada tambahan tahun Masehi 10 hari oleh Paus Gregorius XIII atas saran ahli astronomi masa itu, yaitu keesokan hari setelah tanggal 4 Oktober 1852 M dimajukan 10 hari sehingga besuknya dihitung hari Jum’at 15 Oktober 1852 M. bukan hari Jum’at 5 Oktober 1852 M. Dan pada setiap bilangan tahun abad penuh yang tidak habis dibagi 400 tetap disebut basithah (tahun pendek), maka untuk tahun 1700, 1800, 1900 adalah tahun basithah. Dengan demikian secara keseluruhan koreksi tetap anggaran Gregorius XIII sebanyak 13 hari.
  4. Satu unit perhitungan disebut satu daur / siklus tahun Masehi adalah 4 tahun, dengan perincian tahun basithah masing-masing berumur 365 hari dan 1 tahun kabisat (tahun panjang) berumur 366 hari untuk bulan Februari berumur 29 hari. Dengan demikian dapat diketahui satu daur tahun Masehi = 3 tahun x 365 hari + 1 tahun x 366 hari = 1461 hari, atau 4 x 1461 + 1 = 1461 hari
  5. Penempatan kabisat tahun Masehi diletakkan pada bilangan tahun yang habis dibagi 4, sedang bilangan tahun yang tidak habis dibagi 4 adalah tahun basithah.
  6. Selisih tetap tahun Masehi dengan Hijriyah atau 1 Januari awal Masehi s/d 15 Juli 622 M (1 Muharram awal Hijriyah) ditambah 13 hari = 227.028 hari


Contoh Perhitungan :
Tanggal 11 Dzulhijjah 1427 H bertepatan pada tanggal, bulan dan tahun berapa dalam penanggalan Masehi
  • Tahun Tam = 1427 – 1 = 1426
  • 1426 / 30 = 47 Daur, lebih 16 tahun
  • 11 Dzulhijjah 1427 = 47 Daur, lebih 16 tahun, lebih 11 bulan, lebih 11 hari
  • 47 daur = 47 x 10.631 hari = 499.657 hari
  • 16 tahun = (16 x 354) + 6 (selama 16 th ada 6 th kabisat)? = 5.670 hari
  • 11 bulan = (30x6) + (29x5) lihat tabel? = 325 hari
  • 11 hari = 11 hari +
Jumlah = 505.663 hari
  • Selisih tahun Hijriyah-Masehi = 227.029 hari +
Jumlah = 732.692 hari
  • 505.663 /7 = 72.237, lebih 4 = Senin
  • 505.663 /5 = 101.132, lebih 3 = Pon
  • 732.692 / 1.461 = 501 daur lebih 731 hari
  • 501 daur = 501 x 4 = 2004
  • 731 hari = 731/365 = 2 tahun lebih 1 hari
  • 1 hari = masuk tgl 1 bulan januari
waktu yang dilewati menurut penanggalan Masehi adl 2006 tahun (2004 + 2) lebih1 hari.
jadi tanggal 11 Dzulhijjah 1427 H bertepatan dengan hari Senin Pon tanggal 1 Januari 2007.
Cara kedua :
Konversi hanya Tahun saja :
Thn Masehi (Gregorian) = Thn Hijri x 0,97 + 622; diambil bilangan bulatnya.
Thn Hijri = (Thn Masehi – 622) / 0,97; diambil bilangan bulatnya.

Contoh :
Untuk mengetahui tahun Hijri dari tahun 2010 M adalah : 2010 x 0,97 + 622 = 1431 H
Untuk mengetahui tahun Masehi dari tahun 1431 H adalah : (1431 – 622) / 0,97 = 2010 H

Atau formula yang lain :
Tahun Masehi = 32/33 Tahun Hijri + 622
Tahun Hijri = 33/32 ( Tahun Masehi – 622 )

Formula Excel : Wallahu a’lam…

Sumber berkaitan :
A.Muzakkin, Sriyatin Shodiq, www.bengkelfalak.org,,Ilmu falak praktis, A izzuddin/A Murthado,Thomas Djamaluddin http://t-djamaluddin.spaces.live.com/



*) Disampaikan pada Diklat Falak Ponpes. Al-Hidayah, Ketegan Tanggulanginn Sidoarjo, 26- 27 dan 29-30 Desember 2010

Share:

MENGENAL ILMU FALAK LENGKAP

MENGENAL ILMU FALAK
  1. PENGERTIAN ILMU FALAK

Secara etimologis kata Falak dalam bahasa arab adalah orbit atau lintasan benda-benda langit1. Kata falak dalam al-Qur’an disebut sebanyak dua kali, yaitu pada surat al-Anbiya’
وهو الذى خلق الليل والنهار والشمس والقمر كلّ فى فلك يسبحون 2
Artinya : Dan Dia (Allah) yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan, masing-masingdari keduanya itu di dalam garis edarnya.3
Dan dalam Surat Yasin
لا الشمس ينبغى لها أن تدرك القمر ولا الليل سابق النهار وكلّ فى فلك يسبحون4.
Artinya : Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkam bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.5
Sedangkan pengertian ilmu falak secara terminologis atau istilah telah banyak dijumpai diberbagai literatur diantaranya adalah sebagai berikut :
    1. Ilmu pengetahuan mengenai keadaan (peredaran, perhitungan dan lain sebagainya) bintang-bintang.6
    2. Ilmu pengetahuan yang mempelajari benda-benda langit, tentang fisiknya, geraknya, ukurannya dan segala sesuatu yang yang berhubungan dengannya.7
    3. Ilmu falak adalah ilmu yang mempelajari lintasan benda-benda langit seperti matahari, bulan, bintang dan benda-benda langit lainnya, dengan tujuan untuk mengetahui posisi dan kedudukan benda-benda langit lainnya.8
    4. Ilmu pengetahuan yang mempelajari lintasan benda-benda langit-khususnya bumi, bulan dan matahari-pada orbitnya masiung-masing dengan tujuan untuk diketahui posisi benda langit antara satu dengan lainnya dengan tujuan agar dapat diketahui waktu-waktu di permukaan bumi.9
Definisi ilmu falak perlu diformulasikan secara sederhana, sehingga memenuhi kaidah ta’rif (definisi) yang jami’ dan mani’, artinya rumusan yang mencakup seluruh variabel dan indikator yang termasuk di dalam hal yang didefinisikan dan dapat pula mencegah variabel dan indikator di luar atau tidak termasuk hal yang didefinisikan10 Sesuai dengan materi ilmu falak yang kita pelajari yakni ilmu falak amali11 maka definisi yang dianggap relatif tepat adalah : ilmu pengetahuan yang mempelajari lintasan benda-benda langit pada orbitnya masing-masing dengan tujuan agar dapat diketahui posisi benda langit antara satu dengan yang lainnya sehingga dapat membantu dalam pelaksanan ibadah yang terkait dengan arah dan waktu.
Ilmu falak disebut juga dengan ilmu hisab karena sebenarnya dalam ilmu ini menggunakan perhitungan matematis (hisab), disamping itu juga dikenal dengan ilmu rashd karena ilmu ini juga memerlukan pengamatan (rashd) dan tidak jarang pula disebut dengan ilmu miqat, karena ilmu ini mempelajari tentang batas waktu. Namun dari keempat istilah yang paling dikenal oleh masyarakat adalah ilmu falak dan hisab.
  1. RUANG LINGKUP PEMBAHASAN ILMU FALAK
Ruang lingkup pembahasan dalam ilmu falak adalah yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah sehingga pada umumnya ilmu falak itu mempelajari empat bidang, yakni :
      1. Arah kiblat dan bayangan arah kiblat
      2. Waktu shalat
      3. Awal bulan
      4. Gerhana

  1. KEGUNAAN ILMU FALAK DALAM HUKUM ISLAM
Dengan ilmu falak atau hisab dapat diketahui arah kiblat bagi suatu tempat di permukaan bumi, disamping itu dapat diketahui masuknya waktu shalat, batasan waktu imsak dan ifthar ketika berpuasa dan dengannya pula dapat ditentukan arah pandangan yang tepat ketika akan melakukan rukyatul hilal dalam menentukan awal bulan.
Sehingga dengan demikian ilmu falak atau hisab dapat menumbuhkan keyakinan dalam melaksanakan ibadah yang berimplikasi pada khusyu’nya pelaksanaan ibadah tersebut. Dan pada dasarnya ibadah yang diterima oleh Allah adalah ibadah yang dilakukan dengan khusyu’. Sehingga dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda :
إِنَّ خِيَارَ عِبَادِ اللَّهِ الَّذِينَ يُرَاعُونَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ وَالأَظِلَّةَ لِذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ12

Artinya : Sesungguhnya sebaik-baik hamba Allah adalah mereka yang selalu memperhatikan matahari, bulan dan bayang-bayang untuk mengingat Allah. (HR.al-Bayhaqiy)
Sayidina Ali KW berkata :
من اقتبس علما من النجوم من حملة القرآن إزداد به إيمانا ويقينا
Artinya : Barang siapa yang mempelajari ilmu pengetahuan tentang bintang-bintang (benda-benda langit) sedangkan ia dari oranng yang sudah memahami al-Qur’an, niscaya bertambahlah iman dan keyakinannya.

  1. HUKUM MEMPELAJARI ILMU FALAK
Ilmu falak secara fungsional menjadi wasilah atau lantaran atau alat untuk dapat menjalankan ibadah secara tepat, benar dan sah. Karena keberadaan ilmu falak sebagai wasilah atau alat atau sarana untuk tepat, benar dan sahnya suatu ibadah maka kedudukan hukumnya pun menjadi sepadan dengan hukum ibadah tersebut. Sebagaimana dalam sebuah Qaidah fiqhiyah :
مالا يتمّ الواجب إلاّ به وهو واجب
Artinya : "Sesuatu yang perkara wajib itu bisa sempurna hanya dengannya maka sesuatu itupun menjadi perkara yang wajib pula."

Karena kedudukan ilmu falak sangat urgen dalam hukum Islam terutama jika dikaitkan dengan hal keabsahan ibadah maka mempelajari ilmu falak atau hisab hukumnya wajib sebagaimana dikatakan oleh Abdullah bin Husain :
ويجب تعلّم علم الفلك بل تتحتمّ معرفته لما يترتّب عليه معرفة القبلة وما يتعلّق بالأهلّة, كالصوم سيما فى هذا الزمان لجهل الحكّام وتساهلهم وتهوّرهم فإنهم يقبلون شهادة من لا يقبل بحال
Artinya : hukumnya mempelajari ilmu falak adalah wajib bahkan diperintahkanmengetahuinya secara mendalam karena ilmu falak mencakup pengetahuan tentang kiblat dan hal-hal yang berhubungan dengan penanggalan misalnya puasa. Lebih-lebih pada masa sekarang ini karena ketidak tahuan para hakim tentang ilmu falak sikap mempermudah dan kecerobohan mereka sehingga mereka menerima kesaksian hilal seseorang yang seharusnya tidak dapat diterima.

Sedangkan Ibnu Hajar dan al-Ramli berpendapat bahwa hukum mempelajari ilmu falak adalah fardlu ain bagi orang yang hidup dalam kesendirian, dimana ia tidak dapat mengetahui arah kiblat dan penanggalan serta waktu shalat kecuali ia sendiri yang harus mempelajari ilmu falak untuk dapat menyelesaikan masalahnya tersebut. Dan hukumnya menjadi fardlu kifayah ketika berada dalam lingkup masyarakat banyak

  1. SEKILAS SEJARAH ILMU FALAK
1. Awal Mula Kemunculan Ilmu Falak di Dunia Islam
Pada abad keemasan Islam, umat Islam memberikan kontribusi terhadap perkembangan Ilmu falak atau Astronomi ini. Tokoh dari kalangan Islam yang ikut meramaikan dan mengembangkan ilmu Falak adalah Abul Rayhan al-Biruni (973-1048 M). Salah satu karyanya yang monumental adalah al-Qanun al-Mas’udi, sebuah ensiklopedi astronomi yang dipersembahkan kepada Sultan Mas’ud Mahmud. Kitab ini ditulis pada tahun 421 H/ 1030 M.13 Tokoh lainnya adalah Abu Ja’far Muhammad bin Muhammad bin al-Hasan Nasiruddin al-Tusi (1201-1274 M). Diantara sekian banyak ahli ilmu falak dari kalangan ilmuan muslim, ia adalah yang paling menonjol. Penelitiannya antara lain mengenai lintasan, ukuran dan jarak planet merkurius, terbit dan tenggelam, bidang gerak, ukuran dan jarak matahari dengan bulan dan kenaikan bintang-bintang. Pada masa pemerintahan Hulagu Khan (1258-1265 M) ia diangkat sebagai wazir atau menteri dan pengawas tanah-tanah wakaf. Kemudian ia juga yang mendirikan observatorium Maragha (1259) yang terkenal di dunia internasional. Diantara karya tulisnya dalam bidang ini ialah al-Mutaassit Baina al-Handasah wa al-Hai’ah (kumpulan karya terjemahan dari Yunani tentang geometri dan astronomi), at-Tazkirah fi ‘llm a-Hai’ah (sebuah karya hasil penyelidikan dalam bidang astronomi yang mendapat perhatian dan ulasan/komentar dari para astronom Timur dan Barat), dan Zubdah al-Hai’ah (Intisari Astronomi).
Ahli ilmu falak muslim lainnya ialah Ibnu Jabr al-Battani (858-929 M), yang di dunia barat dikenal dengan nama Albatenius. Dia melakuan penelitian di observatorium Ar-Raqqah, di hulu sungai al-Furat di Baghdad. Dia melakukan perhitungan-perhitungan perjalanan bintang, garis edar dan gerhana. Dia membuktikan kemungkinan terjadinya gerhana matahari cincin. Dia menetapkan garis kemiringan perjalanan matahari, panjangnya tahun sideris dan tahun tropis, musim-musim serta garis lintasan matahari semu dan sebenarya, adanya bulan mati dan fungsi sinus.
Al-Battani mempergunakan juga tangens (bayangan tegak lurus) dan cotangen (bayangan datar) dari sebuah Gnomom (tongkat yang ditancapkan ke dalam tanah untuk mengukur sudut dan tinggi matahari di atas kaki langit). Ia adalah orang yang mempopulerkan pengertian-pengertian tentang perbandingan trigonometri sebagaimana yang digunakan sampai sekarang ini.
Al-Battani menerjemahkan dan memperbaiki teori Ptolomeus dalam bukunya “Syntasis” yang brisi tentang perhitungan garis edar bulan ada beberapa planet dalam judul barunya “Tabril al-Maghesti” , di samping bukunya sendiri yang berjudul “Tamhidul Musthafa li Ma’nal Mamar” .
Ahli ilmu falak selain mereka, antara lain Ali bin Yunus (w.1009 M) dengan karyanya “Zaijul Kabir al-Hakimi” yang berisi antara lain tentang data astronomis matahari, bulan dan komet, serta perubahan titik equenox.. Abdurr Rahman al-Biruni (w.1048 M) yang menemukan perputaran bumi pada sumbunya dan membuat daftar data lintang dan bujur tempat di permukaan bumi.
Selain para tokoh di atas, Ulugh Bek (w. 1420 M) ahli astronomi asal Iskandaria dengan observatoriumya ia berhasil menyusun tabel data astronomi yang banyak digunakan pada perkembangan ilmu falak masa-masa selanjutnya.
Hal demikian inilah diantara yang menyebabkan istilah-istilah dalam astronomi yang berkembang sekarang ini banyak menggunakan bahasa Arab, misalnya as-Simt, Nadir, Mintaqul Buruj, Zuhal, Aldebaran, Alferatz, dan sebagainya.
Sekalipun ilmu falak dalam peradaban Islam sudah cukup maju, namun yang patut dicatat adalah bahwa pandangan terhadap alam masih mengikuti pandangan Ptolomeus, yakni Geosentris.
2. Ilmu Falak Pada Awal Perkembangannya di Indonesia
Sejak adanya penanggalan Hindu dan penanggalan Islam di Indonesia, khususnya di pulau Jawa serta adanya perpaduan kedua penanggalan tersebut menjadi penanggalan Jawa Islam oleh Sultan Agung, sebenarnya bangsa Indonesia sudah mengenal ilmu falak.
Kemudian seiring dengan kembalinya para ulama muda ke Indonesia dari bermukim di Mekkah pada awal abad 20 M, ilmu falak mulai tumbuh dan berkembang di tanah air ini. Mereka tidak hanya mmbawa catatan-catatan ilmu tentang tafsir, hadits, fiqh, tauhid dan tasawuf, melainkan juga membawa catatan-catatan ilmu falak yang mereka dapatkan dari Mekkah sewaktu mereka belajar di sana yang kemudian mereka ajarkan kepada para santrinya di Indonesia.
Pada waktu itu, Syekh Abdurrahman bin Ahmad al-Misri (mertua Habib Usman) pada tahun (1314 H/1896 M) datang ke Jakarta (Betawi), beliau membawa Zaij (tabel astronomis) Ulugh Bek (w. 1420 M) dan mengajarkanya kepada para ulama muda di Indonesia waktu itu.
Diantara para ulama Indonesia yang belajar kepadanya adalah Ahmad Dahlan as-Simarani atau at-Tarmasi (w. 1329 H/1911 M) beliau berasal dari Semarang, namun kemudian bertempat tinggal di Termas (Pacitan-Jawa Tengah) dan anak menantunya sendiri, yaitu Habib Usman bin Abdillah bin ‘Aqil bin Yahya yang dikenal dengan julukan Mufti Betawi.
Apa yang mereka peroleh dari Syekh Abdurrahman, kemudian mereka ajarkan kepada para muridnya masing-masing. Ahmad Dahlan as-Simarani mengajarkannya di daerah Termas (Pacitan) dengan menyusun buku ilmu falak yang berjudul “Tadzkiratul Ikhwan fi ba’dli Tawarikhi wal ‘amalil Falakiyati bi Semarang” yang naskahnya selesai ditulis pada tanggal 28 Jumadil Akhir1321 H / 21 September 1903 M. Kitab Tdzkiratul Ikhwan ini memuat perhitungan ijtima’dan gerhana dengan mabda’ kota Semarang.
Sedangkan Habib Usman mengajarkan ilmu falak di daerah Jakarta dengan menyusun buku yang berjudul “Iqadzun Niyam fi Mayata ‘Alaqohu bil Ahillah was Shiyam” yang dicetak tahun 1321 H / 1903 M oleh percetakan al-Mubarokah Betawi. Buku ini bukan termasuk buku ilmu falak, namun terkait dengan ilmu falak, karena ia memuat beberapa permasalahan hukum tentang puasa, rukyat dan hisab. Ilmu falak yang ia ajarkan adalah perhitungan ijtima' dengan epoch Batavia atau Jakarta, hanya saja beliau tidak menyusun buku ilmu falak.
Ilmu falak yang diajarkan oleh Habib Usman kemudian dibukukan oleh seorang muridnya yang bernama Muhammad Mansur bin Abdul Hamid Dumairi al-Batawi dalam kitab yang berjudul “Sullamun Nayyirain fi Ma’rifati Ijtima’i Kusufain” yang pertama kali dicetak tahun 1344 H / 1925 M oleh percetakan Borobudur, Batavia.
Buku Sullamun Nayyirain ini oleh penyusunnya dibagi menjadi tiga risalah. Risalah pertama berjudul “Risalatul Ula fi Ma’rifatil Ijtima’in Nayyirain” yakni memuat perhitungan ijtima’, irtifa’ hilal, posisi hilal, dan umur hilal. Risalah kedua berjidul “Risalatus Saniyah fi Ma’rifatil Khusufil Qomar” yakni memuat perhitungan gerhana bulan dan yang ketiga berjudul “Risalatus Salisah fi Ma’rifati Kusufis Syams” yakni memuat perhitungan gerhana matahari.
Di daerah Sumatera didapati tokoh ilmu falak yang antara lain Thahir Djalaluddin dengan buku karyanya “Pati Kiraan” dan Djamil Djambek dengan buku karyanya “Almanak Jamiliyah”.
Dengan demikian, mereka ini adalah yang mula-mula mengembangkan ilmu falak atau ilmu hisab di Indonesia.
Buku-buku ilmu falak tersebut pada umumnya menggunakan tabel astronomis Ulugh Bek

F. SATUAN UKUR ILMU FALAK DAN RUMUS SEGITIGA BOLA
1. Satuan Ukur Ilmu Falak
Dalam penghitungan ilmu falak menggunakan satuan ukur derajat, menit dan detik untuk menunjukan besarnya suatu sudut disamping itu juga menggunakan satuan ukur jam, menit dan detik untuk menunjukkan suatu waktu.
Simbol yang digunakan untuk menyatakan derajat, menit dan detik adalah sebagai berikut :
__o atau جه = derajat 1 lingkaran = 360 o
__’ atau قة = menit 1 o = 60 ‘
__” atau نى = detik 1’ = 60 “
Misalnya : 2o 5’ 8” dibaca : dua derajat lima menit delapan detik
Sedangkan simbol yang digunakan untuk menyatakan jam, menit dan detik adalah :
__j atau عة = jam 1 hari = 24 jam
__m atau قة = menit 1 j = 60 m
__d atau = نى detik 1m = 60 d
misalnya : 05j 06m 40d dibaca : lima jam enam menit empat puluh detik.
Dalam perhitungan ilmu falak, sering dilakukan konversi dari satuan ukur sudut (derajat) menjadi satuan ukur waktu (jam) atau sebaliknya. Konversi ini dilakukan dengan berpedoman pada tempuhan peredaran semu matahari, yang sekali putaran (360o) memerlukan waktu 24 jam sehingga :
360o = 24j 24j = 360o
15o = 1j 1j = 15o
1o = 4m 4m = 1o
15 = 1m 1m = 15
1 = 4d 4d = 1
15 = 1d 1d = 15
1. Konversi Derajat Menjadi Jam
cara mengkonversi dari derajat menjadi jam yaitu data derajat dibagi 15
contoh : 15o 30’ 45” : 15 = 01j 02m 03.00d
16o 16’ 16” : 15 = 01j 05m 05.07d
2. Konversi jam menjadi derajat
cara menkonversi jam ke derajat yaitu data jam dikalikan 15
contoh : 01j 02m 03d x 15 = 15o 30’ 45”
03j 05m 05d x 15 = 46o 16’ 15”

1 Ibn Mandur, Lisan al-Arab, Vol. 10 (tt : al-Mausu’ah, tt), 476
2 QS al-Anbiya’ (21): 33
3 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya 499
4 QS Yasin (36): 40
5 Depag, Al-Qur’an...... (Jakarta : Bina Restu, 1975), 710
6 Departemen P & K, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 1999), 274
7 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Vol.3 (Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), 304
8 Depag RI, Almanak Hisab Rukyat (Jakarta : Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 1981),14
9 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak, Dalam Teori dan Praktek (Yogyakarta : Buana Pustaka, 2004), 3
10 Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis ( Malang : Fakultas Syari’ah UIN Malang, 2006), 2
11 ilmu falak secara umum dibagi dua yakni ilmi dan amali, lebih lengkapnya lihat pada Ruang Lingkup Pembahasan
12 Abu Bakar Ahamad ibn al-Hasan ibn Ali al-Bayhaqiy, al-Sunan al-Kubra li al-Bayhaqiy,
13 Dahlan, Ensiklopedi Vol.3 (Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), 305
Share:

Search This Blog