STUDY AL-QUR’AN
ASBABUN NUZUL
Makalah dibuat
untuk memenuhi tugas mata kuliah Study Al-Qur’an
Dosen Matakuliah :
M.Robith Fuadi, M.Th.I.
Disusun oleh:
Khamim Muhammad Ma’rifatulloh
NIM: 12210016
FAKULTAS SYARIAH
JURUSAN AL-AHWAL AL-SYAKHSIYYAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
TAHUN
AJARAN 2012-2013
KATA PENGANTAR
الرَّحِيمِ الرَّحْمنِ اللهِ بِسْمِ
Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang
masih memberikan nafas kehidupan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
pembuatan makalah dengan judul “Asbabun Nuzul” dengan tepat waktu. Tidak lupa
shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan
inspirator terbesar dalam segala keteladanannya. Tidak lupa penulis sampaikan
terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Study Al-Qur’an yang telah
memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini, orang tua yang
selalu mendukung kelancaran tugas kami, serta pada anggota tim kelompok 4 yang
selalu kompak dan konsisten dalam penyelesaian tugas ini.
Akhirnya penulis sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini,
dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi tim penulis khususnya
dan pembaca yang budiman pada umumnya. Tak ada gading yang tak retak, begitulah
adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang
konstruktif sangat penulis harapkan dari para pembaca guna peningkatan
pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.
Malang, 17 November 2
Tim Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Al-quran adalah mukjizat bagi umat islam
yang diturunkan kepada nabi Muhammad Saw untuk disampaikan kepada umat manusia.
Al Quran sendiri dalam proses penurunannya mengalami banyak proses yang mana
dalam penurunannya itu berangsur-angsur dan bermacam-macam nabi menerimanya.
Sebagaimana dalam perjalanan pembukuan al Quran yang banyak mengalami hambatan
sampai banyaknya para penghafal al quran yang meninggal, maka dalam proses
aplikasi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya juga sangat banyak kendalanya.
Kita mengenal turunnya al quran sebagai tanggal 17 Ramadhan. Maka setiap bulan
17 Ramadhan kita mengenal yang namanya Nuzulul Quran yaitu hari turunnya al
Quran.
Dalam penurunan al Quran terjadi di dua
kota yaitu Madinah dan Mekkah. Surat yang turun di Mekkah disebut dengan
Makkiyah sedangkan surat yang turun di Madinah disebut dengan surat Madaniyah.
Dan juga dalam pembedaan itu terjadi banyak perbedaan antara para ahli Quran
apakah ini surat Makkiyah atau surat Madaniyah. Maka dari permasal;ahan diatas
tercetus dalam benak kami ingin mengulas tentang Nuzulul Quran sejarah turunnya
Al-Quran. Maka untuk itu pertanyaan ini akan mengantarkan pembahasan kami
tentang turunnya al-Quran.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang dikemukakan diatas dapat dirumuskan
rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Apa pengertian dari Asbabun nuzul itu ?
2.
Apa Redaksi Asbabun Nuzul?
3.
Apa yang dimaksud dengan satu ayat dengan
sebab-sebab banyak?
4.
Apa maksud dari banyaknya nuzul dengan satu
sebab?
5.
Apa maksud dari ayat yang turun mengenai satu
orang?
6.
Bagaimana turunnya Al-Qur’an surat pertama sampai
terakhir ?
7.
Apa yang dimaksud Ilmu
Makkiyah dan Madaniyah ?
8.
Apakah faedah (manfaat) dari mempelajari
asbabun nuzul itu ?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah atau karya tulis ini adalah sebagaimana
berikut :
1.
Untuk
mengetahui pengertian dari Asbabun nuzul itu.
2.
Untuk
mengetahui Redaksi Asbabun nuzul.
3.
Untuk
mengetahui satu ayat
dengan sebab-sebab banyak.
4.
Untuk
mengetahui banyaknya nuzul dengan satu sebab.
5.
Untuk mengetahui ayat yang turun mengenai satu orang.
6.
Untuk
mengetahui turunnya Al-Qur’an surat
pertama sampai terakhir
7.
Untuk
mengetahui Ilmu Makkiyah dan
Madaniyah.
8.
Untuk
mengetahui faedah
(manfaat) dari mempelajari asbabun nuzul itu.
1.4 Manfaat
Penulisan
1.
Memberi pengetahuan baru tentang Asbabun Nuzul.
2.
Memberi cakrawala baru pada pembaca perihal Asbabun Nuzul.
3.
Member pengetahuan baru kepada pembaca perihal Asbabun Nuzul..
4.
membahas mengenai pada masa khalifah siapakah masa kejayaan itu
terjadi dan prestasi apa saja yang pernah diraih.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Asbabun Nuzul
Menurut bahasa (etimologi), asbabun nuzul berarti turunnya ayat-ayat al-Qur’an dari kata “asbab”
jamak dari “sababa” yang artinya sebab-sebab, nuzul yang artinya turun. Yang dimaksud
disini adalah ayat al-Qur’an. Asbabun nuzul adalah suatu peristiwa atau saja
yang menyebabkan turunnya ayat-ayat al-Qur’an baik secara langsung atau tidak
langsung. Menurut istilah atau secara terminologi asbabun nuzul terdapat banyak
pengertian, diantaranya :
1. Menurut
Az-Zarqani
“Asbab an-Nuzul adalah hal khusus atau sesuatu
yang terjadi serta hubungan dengan turunnya ayat al-Qur’an yang berfungsi
sebagai penjelas hukum pada saat peristiwa itu terjadi”.
2. Ash-Shabuni
“Asbab
an-Nuzul adalah peristiwa atau kejadian yang menyebabkan turunnya satu atau
beberapa ayat mulia yang berhubungan dengan peristiwa dan kejadian tersebut,
baik berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi atau kejadian yang berkaitan
dengan urusan agama”.
3. Subhi Shalih
ما نزلت الآية اواآيات بسببه متضمنة له او مجيبة
عنه او مبينة لحكمه زمن وقوعه
“Asbabun Nuzul adalah sesuatu yang menjadi
sebab turunnya satu atau beberapa ayat al-Qur’an yang terkadang menyiratkan
suatu peristiwa sebagai respon atasnya atau sebagai penjelas terhadap
hukum-hukum ketika peristiwa itu terjadi”.
4. Mana’ al-Qathan
مانزل قرآن
بشأنه وقت وقوعه كحادثة او سؤال
“Asbab an-Nuzul adalah peristiwa yang
menyebabkan turunnya al-Qur’an berkenaan dengannya waktu peristiwa itu terjadi,
baik berupa satu kejadian atau berupa pertanyaan yang diajukan kepada Nabi”.
5. Nurcholis Madjid
Menyatakan bahwa asbab al-nuzul adalah konsep, teori atau berita tentang
adanya sebab-sebab turunnya wahyu tertentu dari al-Qur’an kepada Nabi saw baik
berupa satu ayat, satu rangkaian ayat maupun satu surat.
Kendatipun redaksi pendefinisian di atas
sedikit berbeda semua menyimpulkan bahwa asbab an-nuzul adalah
kejadian/peristiwa yang melatarbelakangi turunnya ayat al-Qur’an dalam rangka
menjawab, menjelaskan dan menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dari
kejadian tersebut.
Mengutip pengertian dari Subhi al-Shaleh kita
dapat mengetahui bahwa asbabun nuzul ada kalanya berbentuk peristiwa atau juga
berupa pertanyaan, kemudian asbabun nuzul yang berupa peristiwa itu sendiri
terbagi menjadi 3 macam :
1. Peristiwa berupa pertengkaran
Seperti kisah turunnya surat Ali Imran : 100
Yang bermula dari adanya perselisihan oleh kaum
Aus dan Khazraj hingga turun ayat 100 dari surat Ali Imran yang menyerukan
untuk menjauhi perselisihan.
2. Peristiwa berupa kesalahan yang serius
Seperti kisah turunnya surat an-Nisa’ : 43
Saat itu ada seorang Imam shalat yang sedang
dalam keadaan mabuk, sehingga salah mengucapkan surat al-Kafirun, surat
An-Nisa’ turun dengan perintah untuk menjauhi shalat dalam keadaan mabuk.
3. Peristiwa berupa cita-cita/keinginan
Ini dicontohkan dengan cita-cita Umar ibn
Khattab yang menginginkan maqam Ibrahim sebagai tempat shalat, lalu turun ayat
والتخذ وامن
مقام ابراهيم مصلّى
Sedangkan
peristiwa yang berupa pertanyaan dibagi menjadi 3 macam, yaitu :
1. Pertanyaan tentang masa lalu seperti :
وَيَسْأَلُونَكَ عَن ذِي الْقَرْنَيْنِ قُلْ سَأَتْلُو
عَلَيْكُم مِّنْهُ ذِكْراً
“Mereka akan
bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulkarnain. Katakanlah: "Aku akan
bacakan kepadamu cerita tantangnya". (QS. Al-Kahfi: 83)
2. Pertanyaan yang berhubungan dengan sesuatu yang sedang
berlangsung pada waktu itu seperti ayat:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ قُلِ الرُّوحُ مِنْ
أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُم مِّن الْعِلْمِ إِلاَّ قَلِيلاً
“Dan mereka
bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan
Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS. Al-Isra’
: 85)
3. Pertanyaan tentang masa yang akan datang
“(orang-orang
kafir) bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari kebangkitan, kapankah
terjadinya?”
2.2 Redaksi
Asbabun Nuzul
Bentuk redaksi yang menerangkan sebab nuzul itu terkadang berupa
pernyataan tegas mengenai sebab dan terkadang pula berupa pernyataan yang hanya
mengandung kemungkinan mengenainya. Bentuk pertama ialah jika perawi mengatakan
: “Sebab nuzul ayat ini adalah begini”, atau menggunakn fa ta’qibiyah
(kira-kira seperti “maka”, yang menunjukkan urutan peristiwa) yang dirangkaikan
dengan kata “turunlah ayat”, sesudah ia menyebutkan peristiwa atau pertanyaan.
Misalnya, ia mengatakan “telah terjadi peristiwa begini”, atau “Rasulullah
ditanya tentang hal begini,m maka turunlah ayat ini.” Dengan demikian, kedua
bentuk di atas merupakan mernyataan yang jelas tentang sebab. Contoh-contoh
untuk kedua hal ini akan kami jelaskan lebih lanjut.
Bentuk kedua,
yaitu redaksi yang boleh jadi menerangkan sebab nuzul atau hanya sekedar
menjelaskan kandungan hukum ayat ialah bila perawi mengatakan: “Ayat ini turun
mengenai ini.” Yang dimaksudkan dengan ungkapan (redaksi) ini terkadang sebab
nuzul ayat dan terkadang pula kandungan hukum ayat tersebut. Demikian juga bila
ia mengatakan “Aku mengira ayat ini turun mengenai soal begini” atau “Aku tidak
mengira ayat ini turun kecuali mengenai hal yang begini.” Dengan bentuk redaksi
demikian ini, perawi tidak memastikan sebab nuzul. Kedua bentuk redaksi
tersebut mungkin menunjukkan sebab nuzul dan mungkin pula menunjukkan yang
lain. Contoh pertama ialah apa yang diriwayatkan dari Ibn Umar, yang
mengatakan:
“Ayat istri-istri kamu adalah ibarat tanah tempat kamu bercocok
tanam (Al Baqarah:223) turun berhubungan dengan menggauli istri dari belakang.”
Contoh kedua ialah
apa yang diriwayatkan dari Abdullah bin Zubair, bahwa Zubair mengajukan gugatan
kepada seorang laki-laki dari kaum Ansar yang pernah ikut dalam Perang Badar
bersama Nabi, di hadapan Rasulullah tentang saluran air yang mengalir dari tempat yang tinggi; keduanya mengaliri kebun
kurma masing-masing dari situ. Orang Ansar berkata: “Biarkan airnya mengalir.”
Tetapi Zubair menolak. Maka kata Rasulullah: “Airi kebunmu itu Zubair, kemudian
biarkan air itu mengalir ke kebun tetanggamu.” Orang Ansar itu marah, katanya:
Rasulullah, apa sudah waktunya anak bibimu itu berbuat demikian?” Wajah
Rasulullah menjadi merah. Kemudian ia berkata: “Airi kebunmu Zubair, kemudian
tahanlah air itu hingga memenuhi pematang; lalu biarkan ia mengalir ke kebun
tetanggamu.” Rasulullah dengan keputusan ini telah memenuhi hak Zubair, padahal
sebelum itu mengisyaratkan keputusan yang memberikan kelonggaran kepadanya dan
kepada orang Ansar itu. Ketika Rasulullah marah kepada orang Ansar, ia memenuhi
hak Zubair secara nyata. Maka kata Zubair. “Aku tidak mengira ayat berikut
turun mengenai urusan tersebut: Maka demi Tuhanmu, mereka pada hakekatnya tidak
beriman hingga menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka
perselisihkan.” (An-Nisa’:65).
Ibn Taimiyah
mengatakan: “Ucapan mereka bahwa ‘ayat ini turun mengenai urusan ini’, terkadang
dimaksudkan sebagai penjelasan mengenai sebab nuzul, dan terkadang dimaksudkan
bahwa urusan itu termasuk ke dalam cakupan ayat walaupun tidak ada sebab
nuzulnya. Para ulama’ berselisih pendapat mengenai ucapna sahabat: ‘Ayat ini
hadis musnad seperti kalau dia menyebutkan sesuatu sebab yang karenanya ayat
diturunkan ataukah berlaku sebagai tafsir daripada sahabat itu sendiri dan
bukan musnad? Bukhari memasukkanya ke dalam kategori hadis musnad, sedang yang
lain tidak memasukkanya. Dan sebagian besar hadis musnad itu menurut istilah
atau pengertian ini, seperti musnad Ahmad dan yang lain-lain. Berbeda halnya
bila sahabat menyebutkan sesuatu sebab yang sesudahnya diturunkan ayat. Bila
demikian, maka mereka semua memasukkan pernyataan seperti ini ke dalam hadis
musnad. Zarkasyi dalam Al Burhan menyebutkan: “Telah diketahui dari kebiasaan
para sahabat dan tabi’in bahwa apabila salah seorang dari mereka berkata: ‘
Ayat ini utrun mengenai urusan ini’, maka yang dimaksudkan ialah bahwa ayat itu
mengandung hukum urusan tersebut; bukanya urusan itu sebagai sebab penurunan
ayat. Pendapat sahabat ini termasuk ke dalam jenis penyimpulan hukum dengan
ayat, bukan jenis
pemberitaan mengenai suatu kenyataan yang terjadi.”
2.3 Satu ayat dengan sebab banyak
Para mufasir menyebutkan turunya ayat yang
mempunyai beberpa sebab, maka jika di temukan dalam satu ayat tersebut, maka
salah satu mufasir berkata ayat ini turun mengenai urusan ini sedangkan riwayat
lain menyebutkan asbabun nuzul dengan tegas.dan riwayat yang tidak tegas,termasuk
didalam hokum ayat"istri-istri mu ibarat kamu tempat bercocok
tanam"sementara itu orang islam menyebutkan sebab nuzul yang bertentangan
dengan riwayat melalui jabir,orang yahudi berkata"jika seorang laki-laki
mendatangi istrinya dari belakang,maka anaknya bermata juling"jika suatu
ayat disebutkan sebab dan sebab yang lain ittu shoheh maka yang di jadikan
penganga adlah riwayat yang shoheh riwayat dari bokhori muslim dan hadist yang
lainya dari humdan al bunawi nabi menderita sakit hingga dua hari dua
malam'kemudian datang seorang perempuanb kepadanya kepadanya dan berkata :
"hai Muhammad kurasa setanmu sudah tak mendekatimu ,selama dua ,tiga malam
ini sidah tidak mendekatimi lagi."maka allah menurunkan ayat demi waktu
dhuha dan demi malam apabila setelah sunyi tuhan mu tiada meninggalmu dan
tidaklah membencimu.
Dan mengenai turunya ayat itu di karenakan dua
sebab maka di hukumkan pada semua itu , jika tidak ada sesuatu yang mencegah
dari sebab yang berlainan dan mungkin juga turunya ayat,sebab contoh ayat
tersebut diturunkan dalam pemasukan orang-orang ansor.maka tidak akan
kedatangan masalah. Pada suatu hari sebagai malam ini dan di turuinkan imam
bukhori dan hambali,di makkah sebelum hijrah dengan suatu surat dan ayat
tersebut adalah al makki madanni yang kedua di gunung uhud.
2.4 Banyaknya Nuzul dengan satu sebab.
Terkadang banyak ayat yang turun,
sedangsebabnya hanya satu. Dalam hal ini tidak ada masalah yang cukup penting,
karena itu banyak ayat yang turun di dalam berbagai surat berkenaan dengan
suatu peristiwa. Contohnya ialah apa yang diriwayatkan Said bin Manshur,
Abdurrazaq, At-Tirmidzi, Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir, Ibnu Abu Hatim,
Ath-Thabrani dan Al-Hakim mengatakan shahih, dari Ummu Salamah, ia berkata:
“Wahai Rasulullah. Aku tidak
mendengar Allah menyebut kaum perempuan sedikitpun mengenai hijrah. Maka Allah
menurunkan: “Maka Tuhan
mereka Memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), “Sesungguhnya Aku tidak
menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun
perempuan, (karena) sebagian kamu adalah (keturunan) dari sebagian yang lain…….” (Ali Imran:
195)
Juga hadist yag diriwayatkan
Ahmad, Ibnu Jarir, Ibnul Mundzir, Ath-Thabrani dan Ibnu Mardawaih dari Ummu
Salamah katanya, “Aku telah bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapakah kami tidak
disebutkan dalamAl-Qur’an seperti kaum laki-laki? ‘Maka pada suatu hari aku
dikejutkan dengan seruan Rasulullah di atas mimbar. Beliau membacakan: “Sungguh,
laki-laki dan perempuan Muslim, laki-laki dan perempuan Mukmin, laki-laki dan
perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar,
laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk,
laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa,
laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan
yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah Menyediakan untuk mereka ampunan
dan pahala yang besar.” (Al-Ahzab: 35)
Al-Hakim meriwayatkan dari Ummu
Salamah, ia berkata, “Kaum laki-laki berperang sedang perempuan tidak. Di
samping itu kami hanya memperoleh warisan setengah bagian disbanding laki-laki?
Maka Allah menurunkan ayat: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia
yang telah Dilebihkan Allah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain.
(Karena) bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi
perempuan (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah
sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
(An-Nisaa’ : 32) Dan ayat: “Sesungguhnya laki-laki dan perempuanyang
muslim……..” ketiga ayat di atas turun karena satu sebab.
2.5 Beberarapa ayat yang turun menai satu orang.
Terkadang seorang sahabat mengenai
peristiwa lebih dari satu kali dan Al –quq'an turun mengenai satu
peristiwa,maka dari itu kebanyakan al quran turun sesuai dengan peristiwa yang
terjadi, misalnya seperti apa yang di riwayatkan oleh bukhori dalam kitab
al-adahi mufiat tentang berbakti kepada orang tua, dari saad bin abi waqos ada
empat ayat al-quran turun berkenaan dengan aku yang pertama ketika ibuku
bersumpah dia tidak akan makan dan minum sebelum aku meninggalkan Muhammad lalu
allah menurunkan ayat," dan jika memaksamu untuk mempersekutukan aku
dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu
mengikuti keduanya dan pergilah keduanya di dunia dengan baik (luqman:15. kedua
ketika aku mengambil sebuah pedang dan mengaguminya maka aku berkata kepada
rosullullah, ''berikan aku pedang ini'' maka turunlah ayat. Mereka bertanya
kepadamu tentang pembagian harta rampasan perang (al-anfal:01). Ketiga: ketika
aku sedang sakit rosullullah mengunjungiku dan aku bertanya kepada beliau:
''rosullulloh aku ingin membagikan hartaku, bolaehkah aku mewasiatkan separuh
nya?'' beliau menjawab: ''tidak'' aku bertanya: ''bagaimana jika
sepertiganya?'' rosullullah diam. maka wasiat dengan sepertiga harta itu
diperbolehkan keempat ketika aku sedang minum minuman keras (khomr) bersama
kaum ansor ,seorang memukul hidungku dengan tulang rahang unta,lalu aku datang
kepada rasullulloh , maka Allah swt melarang minum khomr. Dalam hal ini telah
turun wahyu yang sesuai dengan banyak ayat.
2.6 Turunnya
Surat Al-Qur’an Pertama sampai Terakhir
Hari pertama turun al-qur’an dan tempatnya.
A.Para ulama
berbeda pendapat tentang surah yang pertama kali turun:
1.
Dikatakan bahwa tertib surah itu tauqifi dan di tangani
langsung oleh nabi sebagaimana di beitahukan jibril kepadanya atas perintah
tuhan. Dengan demikian, Qur’an pada masa nabi telah tersusun surah-surahnya
secara terib sebagaimana terib ayat-ayat nya, seperti yang ada di tangan kita
saat ini, yaitu mushaf usman yang tidak ada seorang sahabat pun menentangnya, ini telah menunjukan
terjadi kesepakatan( ijma) atas tertib surah, tanpa suatu perselisihan apapun.
Yang
mendukung pendapat ini ialah, bahwa Rasulilloh telah membaca beberapa surah secara tertib di dalam salat nya,
ibn abi syaibah meriwayatkan bahwa nabi pernah membaca beberapa surah mufassal
(surah-surah pendek) dalam satu rokaat.
Telah
di riwayatkan melalui iBn wahab berkata “aku mendengar Rabi’ah di tanya orang,
‘mengapa surah baqarah dan ali imron di dahulukan , padahal sebelum kedua surah
itu telah di turunkan delapan puluh sekian surah makki, sedang keduanya di
turunkan di madinah” ia menjawab: kedua surah itu memang di dahulukan dan
Qur’an di kumpulkan menurut pengetahuan dari oraang yang mengumpulkannya.
‘kemudian katanya: ini adalah sesuatu yang mesti terjadi dan tidak perlu di
pertanyakan.
2.
Dikatakan bahwa tertib surah berdasarkan para ijtihad para sahabat,
mengingat adanya perbedaan tertib di
dalam mushaf-mushaf mereka, misalnya mushaf ali disusun menurut tertib nuzul
yakni dimulai dengan iqra’, kemuin mudatsir lalu nun , Qalam kemudian muzammil,
dan seterus nya hingga akhir surah makki dan madani.
3.
Dikatakan bahwa sebagaian
surah itu terbitnya tauqifi dan
sebagian lain nya berdasarkan ijtihad para sahabat, hal ini karna terdapat
dalil yang menunjukan tertib sebagian surah pada masa nabi. Misalnya,
keterangan yang mnunjukan tertib as-sab’ut tiwal dan al-mufassol pada
masa hidup Rasululloh.
Di
riwayatkaan,
Bahwa
Rasululloh berkata:bacalah olehmu dua surah yang bercahaya, baqarah dan
ali’imran
Di
riwayatkan lagi:
Bahwa
jika hendak pergi ke tempat tidur, Rasululloh mengumpulkan kedua telapak
tangannya kemudian meniup lalu membaca Qul huwallohhua ahad dan
mu’awwidzatain.
Dengan demikian, tetaplah tertib bahwa surah-surah itu bersifat taufiqqi, seperti halnya
tertib ayat-aat Abu Bakar ibnu hambali menyebutan: “alloh telah menurunkan
Qur’an seluruhnya ke langit dunia,
kemudin ia menurunkan nya secara berangsur-angsur selam dua puluh sekian tahun.
Sebuah surat turun karena suatu urusan yang terjadi dan ayat pun turun sebagai
jawaban bagi orang yang bertanya, sedangkan jibril senantiasa memberi tahukan
kepada nabi dimana surah dan ayat tersebut harus di tempatkan. Dengan demikian
susunan surah-surah, seperti halnya susunan ayat-ayat dan logat-logat
al-qur’an, seluruhnya berasal dari nabi, oleh karena itu barang siapa
mendahulukan sesuatu surah atau
mengakhirkannya, ia telah merusak tatanan al – quran.
B. Ayat yang terakhir turunya
Ayat yang pengabisan turunnya menurut pendapat jumhur ialah:
Surah al-ma’idah yang artinya;pada hari ini telah aku sempurnakan
bagimu agamamu dan aku telah cukupkan untukmu nikmat ku dan telah aku pilih
islam menjadi agama mu.
Apa yang kami
terangkan ini adalah pendapat yang masyhur dalam msyarakat. Dan pndapat ini
memberi pengertian bahwa akhit turun al-Quran, ialah pada hari arafah.
Menurut sebagian ahli, bahwa ayat yang tersebut di atas ini turun di arafah.
Dan di antara hari arafah dengan wafat rasul masih lama lagi yaitu 81
malam.
Al-kirmani dalam al-burhan
mengatakan: tertib surah seperti kita kenal sekarang ini adalah menurut alloh
pada lauh mahfud, Qur’an sudah meniru tartib ini , dan menurut tertib ini
pula nabi membacakan di hadapan jibril
setiap tahun apa yang di kumpulkannya dari jibril itu, nabi membacakan di
hadapan jibril menurut tertib ini pada tahun kewafatanya sebanyak dua kali. Dan
ayat yang terakhir kali turun ialah surah al-bqorah ayat 281: dan peliharalah
dirimu dari (azab yang terjadi) hari
yang pada waktu itu semua dikembalikan pada alloh. Lalu jibril memerintahkan
kepadanya untuk meletakan ayat ini di antara ayat riba dan ayat tentang
utang-piutang.
Surah-surah Al-Qur’an itu ada empat bagian:
1)
At-tiwal
2)
Al-mi’un
3)
Al-masani
4)
Al-mufassJumlah surah al-Qur’an ada 114 surah. Dan di katakan pula
113, karena surah anfal dan bara’ah dianggap satu surah, adapun jumlah ayat
nyasebanyak 6.200.ayat terpanjang adalah ayat tentang utang-piuang, sedang
surah terpanjang adalah surah al-baqarah.
2.7 Definisi
Ilmu Makiyah dan Madaniyah
Ilmu Makiyy wal
Madany adalah ilmu yang membahas tentang surat-surat dan ayat-ayat yang
diturunkan di Mekkah dan yang diturunkan di Madinah. Di kalangan ulama terdapat
beberapa pendapat tentang dasar yang untuk menentukan Makiyyah atau Madaniyah
suatu surat atau ayat.
A. Ciri-ciri khas Surat Makkiyah
Sesuai dengan
dhabit qiasi yang telah ditetapkan,maka cirri-ciri khas untuk surat Makkiyah
ada 2 macam:
a.Ciri-ciri khas yang
bersifat qath’I bagi surat Makkiyah ada 6. Sebagai berikut
1.
Setiap surat yang terdapat ayat sadjah di dalamnya,adalah surat
Makkiyah. Sebagian ulama mengatakan,bahwa jumlah ayat sajdah ada 16 ayat.
2.
Setiap surat yang di dalamnya terdapat kata “kalla”adalah Makkiyah.
3.
Setiap surat yang terdapat di dalamnya lafal: dan
tidak ada ,adalah
makkiyah,kecuali surat al-Hajj. Surat al-Hajj ini sekalipun pada ayat 77
terdapat
Tetapai surat ini tetap dipandang Makkiyah.
4.
Setiap surat yang terdapat kisah-kisah Nabi dan umat manusia yang
terdahulu,adalah Makkiyah,kecuali surat al-Baqarah.
5.
Setiap surat yang terdapat di dalamnya kisah Nabi Adam dan iblis
adalah makkiyah,kecuali surat al-Baqarah.
6.
Setiap surat yang di dahului dengan hurup Tahajji (hurup
abjad),adalah Makkiyah,kecuali surat al-Baqarah dan Ali Imran.
Tentang
surat al-Ra’du masih dipermasalahkan,tetapi menurut pendapat yang lebih kuat,
bahwa saurat al-Ra’du itu Makkiyah, karena melihat gaya bahasa dan
kandungannya. Karena cirri diatas dengan beberapa
pengecualian merupakan cirri-ciri yang qath’i bagi surat Makkiyah, yang tepat
benar penerapannya.
b.Ciri-ciri Khas yang bersifat Aghlabi bagi Surat Makkiyah
Ada beberapa cirri
khas lagi bagi surat Makkiyah,tetapi hanya bersifat Aghlabi, artinya pada
umumnya cirri tersebut menunjukan Makkiyah,yaitu:
1.
Ayat-ayat dan surat-suratnya pendek-pendek (ijaz),nada perkataannya
keras dan agak bersanjak.
2.
Mengandung seruan untuk beriman kepada Allah dan hari Kiamat dan
menggambarkan keadaan Surga dan Neraka.
3.
Mengajak manusia untuk berakhlak yang mulia dan berjalan diatas
jalan yang baik.
4.
Membantah orang-orang yang Musyrik dan menerangkan kesalahan-kesalahan
kepercayaan dan perbuatannya.
5.
Terdapat banyak lafal sumpah.
B. Ciri-ciri khas bagi surat Madaniyah
Ciri-ciri khas yang membedakan antara surat Madaniyah dan Makkiyah
ada yang bersifat Qath’I dan ada yang bersifat Aghlabi.
a.Ciri-ciri surat
Madaniyah yang bersifat qath’I adalah sebagai berikut :
1.
Setiap
surat yang mengandung izin berjihad atau menyebut hal perang dan menjelaskan
hukum-hukumnya,adalah Madaniyah.
2.
Setiap
surat yang memuat penjelasan secara rinci tentang hukum pidana,faraid,hak-hak
perdata,peraturan-peraturan yang berhubungan dengan perdata,kemasyarakatan dan
kenegaraan adalah Madaniyah.
3.
Setiap
surat yang menyinggung hal ikhwal orang-orang munafik,adalah Madaniyah, kecuali
surat al-Ankabut yang diturunkan di Mekkah, hanya sebelas ayat yang pertama
dari surat al-Ankabut ini adalah Madaniyah, dan ayat-ayat tersebut menjelaskan
perihal orang-orang munafik.
4.
Setiap
surat yang membantah kepercayaan/pendirian/tata cara keagamaan Ahlul Kitap
(Kristen dan Yahudi) yang dipandang salah, dan mengajak mereka agar tidak
berlebih-lebihan dalam menjalankan agamanya,adalah Madaniyah. Seperti surat
al-Baqarah,Ali-Imran,al-Ni’sa,al-Maidah dan al-Taubat.
b. Adapun
ciri-ciri khas yang bersifat Aghlabi untuk Madaniyah antara lain:
1.
Sebagaian
surat-suratnya panjang-panjang,sebagian ayat-ayatnya pun panjang-panjang dan
gaya bahasanya pun cukup jelas di dalam menerangkan hukum-hukum agama.
Menerangkan
secara rinci bukti-bukti dan dalil-dalil yang menunjukkan hakikat-hakikat
keagamaan.
2.8 Faedah (manfaat) dari mempelajari asbabun
nuzul.
Ketika
seseorang mengalami kesukaran memahami makna sesuatu ayat al-Quran, ke manakah
mereka akan merujuk? Berdasarkan pendapat Ibnu Taimiyah, beliau “mengetahui
sebab turunnya ayat-ayat al-Quran akan membantu seseorang itu memahami
kandungan makna dan kejelasan maksud ayat-ayat tersebut. Mengetahui asbabun
nuzul sangat besar pengaruhnya dalam memahami makna ayat-ayat dalam Al-Qur’an.
Oleh karena itu, para ulama sangat berhati-hati dalam memahami asbabun nuzul,
sehingga banyak ulama yang menulis tentang itu. Diantara kitab termasyhur yang
membahas tentang asbabun nuzul adalah; Asbabun Nuzul, karya Imam Al-Wahidi,
Lubabun Nuqul fi Asbabin Nuzul karya Imam Suyuthi. Beberapa faedah mengetahui
asbabun nuzul antara lain:
- Dapat mengetahui hikmah disyari’atkannya hokum. Imam Al-Wahidi mengatakan, ”Tidak mungkin orang bisa mengetahui tafsir suatu ayat tanpa mengetahui kisah dan penjelasan mengenai turunnya lebih dahulu”.
- Kekhususan hukum disebabkan oleh sebab tertentu. Ibnu Taimiyyah mengatakan, ”Mengetahui asbabun nuzul sangat membantu untuk memahami ayat. Sesungguhnya dengan mengetahui sebab akan mendapatkan ilmu musabbab”.
- Mengetahui nama orang, dimana ayat diturunkan berkaitan dengannya, dan pemahaman ayat menjadi lebih jelas.
- Menghindarkan anggapan menyempitkan dalam memandang hukum yang nampak lahirnya menyempitkan.
Ibnu Jarîr
meriwayatkan dalam Jâmi’ul Bayâni Fit Ta’wîlil Qur’âninya(3/94):
“Abu Kuraib telah
bercerita kepada kami(Ibnu Jarîr), katanya(Abu Kuraib): “Abû Dâwud telah
bercerita kepada kami((Abu Kuraib) dari Sufyan dari Ja’far bin Iyas dari Sa’îd
bin Jubair dari Ibnu ‘Abbâs, katanya(Ibnu ‘Abbâs): “dahulu mereka tidak mau
memberi sebagian kecil hartanya kepada kerabat mereka dari kalangan Musyrikin,
lalu turunlah:
لَيْسَ عَلَيْكَ
هُدَاهُمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍ
فَلأنْفُسِكُمْ وَمَا تُنْفِقُونَ إِلا ابْتِغَاءَ وَجْهِ اللَّهِ وَمَا
تُنْفِقُوا مِنْ خَيْرٍيُوَفَّ إِلَيْكُمْ وَأَنْتُمْ لا تُظْلَمُونَ (٢٧٢)
272. Bukanlah
kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang
memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya. dan apa saja
harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka pahalanya itu untuk
kamu sendiri. dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari
keridhaan Allah. dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu
akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dianiaya
(dirugikan).
Ketarangan:
Kata
Ibnu Jarîr: “Hadis di atas para rawinya adalah rawi shahih”. Pendapat
Ibnu Jarîr juga dikuatkan kerajihannya dengan Hadis yang dinisbahkan
Ibnu Katsîr dalam Tafsîr al-Qur’ân al-‘Adzîmnya(1/323) kepada:
“an-Nasâ’î”. Imâm Jalâludin ash-Suyûthî juga menisbahkan dalam Lubâb
an-Nuqûli fî Asbâb an-Nuzûlinya(Bab I, Surat ke-2: al-Baqarah) kepada:
“an-Nasâ’î, al-Hakim, al-Bazzâr, ath-Thabrânî dan Ibnu Abî Hâtim”, yang
bersumber dari Ibnu ‘Abbâs. Asy-Syaikh Muqbil bin Hadî al-Wadi’î juga
menisbahkan dalam ash-Shahîh al-Musnad min Asbâb an-Nuzûlnya(Surat
al-Baqarah, ayat: 272) kepada: “at-Tirmidzî, al-Haitsamî, adz-Dzahabî dan
al-Hâkim”.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari uraian diatas dapatlah kita tarik kesimpulan bahwasannya al
Quran mengandung banyak nilai-nilai kehidupan maka dari itu kita patutlah
mempelajarinya. Al Qur’an sebagai mukjizat yang di anugrahkan kepada nabi
Muhammad adalah salah satu kitap Allah yang paling sempurna diantara kitap suci
yang lain. Al Quran diturunkan kepada nabi Muhammad melalui beberapa cara yang
mana dalam penurunan Al-Quran itu sendiri diberikan secara berangsur-angsur
atau bertahap. Di dalam penurunan al-Quran terjadi di dua kota pusat Islam pada
zaman dahulu, kota itu adalah Mekkah dan Madinah dan dari kedua kota tersebut
al Quran memiliki cirri-ciri tersendiri dalam bahasanya karena hal itulah disebut Makkiyah surat
Quran yang turun di Mekkah dan Madaniyah surat Quran yang turun di Madinah.
Turunnya al Quran
kita kenal dengan istilah nuzulul Quran yang sebagaian orang besar di peringati
pada tanggal 17 bulan Ramadhan. Sebagai kalamullah sudah sepantasnya lah kita
mencintai,memelihara,mempelajari segala nilai-nilai yang terdapat pada Al-Quran
tersebut dengan sebaik mungkin, salah
satu wujud bahwa kita mencintai al Quran dengan cara banyak membaca Al-Quraana
serta mengamalkan nilai yang ada di dalamnya. Maka untuk itu marilah kita
bersama-sama berusaha untuk memahami apa yang terkandung dalam al Quran sebagai
kitap suci kita yang diturunkan oleh Allah kepada nabi Muhammad.
DAFTAR PUSTAKA
Husein,muhammadibnu
ulumul maliki,1986. zubadatul itqon. Jeddah: Darus syuruq
Kholil, manna Al-qotton. 1973. mabahis
fi ulumil qur'an. Makkah: Darus syaruq.
Ahmadehirjin,
Moh., Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti
Primayasa, 1998.
Al-Qathan,
Mana’, Mabahits fi Ulumul Qur’an, Mansyurat al-Ahsan al-Hadits,
t.tp., 1973.
Al-Utsaimin,
Muhammad bin Shaleh, Dasar-dasar Penafsiran al-Qur’an, Semarang:
Dina Utama, 1989.
Anwar,
Rosihon, Ulumul Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 2006.
Hamim Maulana Malik Ibrahim
Alhamdulillah sangat bermamfaat,,, minta izin copy nya,,, syakran jazilan
ReplyDelete