MAULID NABI SAW


Al-Ustadz Hammad Abu Muawiyah
Pengertian Maulid
Maulid secara bahasa berarti tempat atau waktu dilahirkannya seseorang [Boleh juga dikatakan maulid adalah mashdar (asal kata) bermakna kelahiran (al-wiladah). Ini disebut mashdar mim. [ed]]. Oleh karena itu, tempat maulid Nabi Shallallahu’alaihi wasallam adalah Makkah. Sedangkan waktu maulid beliau adalah pada hari Senin bulan Rabi’ul Awwal pada tahun Gajah tahun 53 SH (Sebelum Hijriah) yang bertepatan dengan bulan April tahun 571 M.
Adapun tanggal kelahiran beliau, maka para ulama berselisih dalam penentuannya. Dan cukuplah hal ini menjadi tanda dan bukti nyata yang menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam, para sahabat beliau, dan para ulama setelah mereka, tidaklah menaruh perhatian besar dalam masalah hari maulid (kelahiran) Nabi Shallallahu‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam. Karena seandainya hari maulid beliau adalah perkara yang penting, memiliki keutamaan yang besar, dan memiliki arti yang mendalam dalam Islam, maka pasti akan ditegaskan oleh Rasulullah Shallallahu‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam dalam hadits-hadits beliau, sebagai konsekuensi dari kesempurnaan Islam dan semangat beliau dalam menunjukkan kebaikan kepada ummatnya. Juga pasti akan dinukil dari para sahabat tentang tanggal kelahiran beliau sebagai konsekuensi sikap amanah mereka dalam menyampaikan ilmu.
Jadi, perbedaan pendapat para ulama tentang kapan tanggal maulid beliau menunjukkan bahwa tidak ada keterangan yang jelas dari Nabi Shallallahu‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam dan tidak pula dari para sahabat beliau Radhiallahu‘anhum tentang masalah ini.
Perselisihan Pendapat Tentang Maulid (Hari Lahir) Nabi
Ada beberapa pendapat dalam masalah ini, tapi yang paling masyhurnya adalah:
1. Maulid Nabi adalah tanggal 8 Rabi‘ul Awwal.
Pendapat inilah yang dikuatkan oleh Syaikh Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdul Wahhab sebagaimana yang akan datang, dan juga yang zhahirnya dikuatkan oleh Syaikh Nashiruddin Al-Albani Rahimahullah dalam kitab beliau Shahih As-Sirah An-Nabawiah hal. 13. Beliau berkata dalam ta’liq (catatan kaki), “Adapun waktu hari kelahiran beliau, telah disebutkan tentangnya dan tentang bulannya oleh beberapa pendapat. Hal ini disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam kitab asal [Yakni kitab Sirah Rasulullahi Shallallahu‘alaihi wasallam wa Dzikru Ayamihi wa Ghozawatihi wa Saroyahu wal Wufud Ilaihi karya Al-Hafizh Ibnu Katsir Rahimahullahu], dan semuanya mu’alaq, tanpa ada sanad yang bisa diperiksa dan diukur dengan ukuran ilmu mustholah hadits, kecuali pendapat yang mengatakan bahwa hal itu (hari kelahiran Nabi -pent.) pada tanggal 8 Rabi’ul Awwal. Karena (tanggal 8 ini telah diriwayatkan oleh Malik dan selainnya dengan sanad yang shahih dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im dan beliau adalah seorang tabi’in yang mulia. Dan mungkin karena inilah, pendapat ini dikuatkan oleh para pakar sejarah dan mereka berpegang padanya, dan (pendapat) ini yang dipastikan oleh Al-Hafizh Al-Kabir Muhammad bin Musa Al-Khowarizmy dan juga dikuatkan oleh Abul Khoththob bin Dihyah …”.
2. Maulid Nabi tanggal 9 Rabi‘ul Awwal.
Pengarang Nurul ‘Ainain fii Sirah Sayyidil Mursalin berkata, hal. 6, “Almarhum Mahmud Basya seorang pakar ilmu Falak menguatkan bahwa hal itu (hari kelahiran Nabi) adalah pada Subuh hari Senin, tanggal 9 Rabi’ul Awwal yang bertepatan dengan tanggal 20 April tahun 571 Miladiyah dan juga bertepatan dengan tahun pertama dari peristiwa Gajah”.
Syaikh Shafiyyur Rahman Al-Mubarakfury Hafizhahullah berkata dalam kitab beliau Ar-Rohiqul Makhtum [Kitab beliau ini meraih peringkat pertama dalam perlombaan mengarang Sirah Nabawiah yang diadakan oleh Rabithah Al-‘Alam Al-Islamy pada tahun 1399 H], hal. 54, “Pimpinan para Rasul dilahirkan di lingkungan Bani Hasyim di Mekah pada subuh hari Senin tanggal 9 bulan Rabi’ul Awwal tahun pertama dari peristiwa perang Gajah dan bertepatan dengan tanggal 20 atau 22 bulan April tahun 571 M”.
Pendapat inilah yang dikuatkan oleh Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Humaid dan Syaikh Muhammad bin ‘Utsaimin Rahimahumallah.
Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Humaid Rahimahullahu berkata ketika menyebutkan tentang Abu Sa’id Al-Kaukabury [Dia adalah orang yang pertama kali merayakan maulid di negeri Maushil sebagaimana yang akan datang penjelasannya], “Dia mengadakan perayaan tersebut pada malam kesembilan (Rabi’ul Awal) menurut yang dikuatkan oleh para ahli hadits [Ucapan ini jangan dipahami bahwa ahlul hadits menguatkan bolehnya maulid, tapi maknanya bahwa ahlul hadits menguatkan bahwa hari kelahiran beliau pada tanggal 9.[ed]] bahwa beliau Shallallahu‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam dilahirkan pada malam itu (kesembilan) dan beliau wafat pada tanggal 12 Rabi’ul Awal menurut kebanyakan ulama” [Lihat kitab beliau Ar-Rasa`ilul Hisan fii Fadha`ihil Ikhwan hal. 49].
Syaikh Muhammad bin ‘Utsaimin Rahimahullahu berkata setelah menyebutkan konsekuensi kecintaan kepada Nabi Shallallahu‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam, “Maka ketika itu, jika bulan ini (Rabi’ul Awwal) adalah bulan diutusnya Rasul Shallallahu‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam, demikian juga dia adalah bulan dilahirkannya Rasul Shallallahu‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam berdasarkan pendapat yang dinyatakan oleh para pakar sejarah. Hanya saja, tidak diketahui malam keberapa beliau dilahirkan. Pendapat yang paling bagus adalah yang menyatakan bahwa beliau dilahirkan pada malam ke 9 dari bulan ini (Rabi’ul Awwal) bukan malam ke 12. Berbeda halnya dengan pendapat yang terkenal di sisi kebanyakan kaum muslimin saat ini. Karena ini (yakni lahirnya beliau pada tanggal 12) tidaklah memiliki landasan yang benar dari sisi sejarah. Berdasarkan perhitungan para ahli falak belakangan, kelahiran beliau adalah pada hari ke 9 dari bulan ini …”. [Lihat Majmu Al-Fatawa (7/357) karya Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-‘Utsaimin, kumpulan Fahd bin Nashir bin Ibrahim As-Sulaimany]
3. Maulid Nabi adalah tanggal 12 Rabi‘ul Awwal.
Muhammad bin Ishaq bin Yasar berkata sebagaimana dalam Sirah Nabawiyyah (1/58) karya Ibnu Hisyam Rahimahullahu, “Rasulullah Shallallahu‘alaihi wasallam dilahirkan pada hari Senin tanggal 12 Rabi’ul Awwal, tahun Gajah”.
Akan tetapi pendapat ini dilemahkan oleh Syaikh Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdul Wahhab Rahimahullahu. Dalam kitab beliau Mukhtashar Siratur Rasul, hal. 18, beliau menyatakan, “Beliau ‘Alaihis sholatu wassalam dilahirkan pada tanggal 8 Rabi’ul Awwal. Qila (dikatakan) [Istilah qila (dikatakan) dengan bentuk kalimat pasif di kalangan para ulama biasa digunakan untuk melemahkan suatu pendapat, dan ini adalah perkara yang masyhur dan jelas bagi siapa saja yang menelaah kitab-kitab para ulama], “tanggal 10”, dan qila (dikatakan) : “tanggal 12”, pada hari Senin”.
Kami katakan: Berkaca pada semua perkataan dan pernyataan di atas, kita bisa lihat bahwa pendapat yang menyatakan bahwa Nabi Shallallahu‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam dilahirkan pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal sama sekali tidak memiliki landasan hujjah (argumen) yang kuat. Dan pendapat yang paling mendekati kebenaran -insya Allah- adalah yang menyatakan bahwa Nabi Shallallahu‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam dilahirkan pada tanggal 8 Rabi’ul Awwal karena adanya riwayat dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im Rahimahullahu, kemudian setelahnya adalah pendapat yang dikuatkan oleh para ahli hadits yang menyatakan bahwa beliau dilahirkan pada tanggal 9 Rabi’ul Awwal, wallahu Ta’ala A’la wa A’lam.
Yang Pertama Kali Merayakannya
Syaikh Abdullah bin Abdil Aziz At-Tuwaijiry Hafizhahullah berkata, “Yang pertama kali memunculkan bid’ah ini adalah Bani ‘Ubaid Al-Qaddah yang menamakan diri dengan Al-Fathimiyyun dan menyandarkan nasab mereka kepada keturunan Ali bin Abi Thalib Radhiallahu‘anhu. Padahal sebenarnya, mereka adalah pendiri dakwah bathiniyah. Nenek moyang mereka Ibnu Daishan yang dikenal dengan nama Al-Qaddah, seorang budak milik Ja’far bin Muhammad Ash-Shadiq dan salah seorang pendiri mazhab bathiniah di Irak. Kemudian dia pergi ke negeri Maghrib (Maroko) mengaku sebagai keturunan ‘Uqail bin Abi Thalib. Tatkala kaum ekstrim Syi’ah-Rafidhah bergabung ke mazhabnya, diapun mengaku sebagai anak Muhammad bin Isma’il bin Ja’far Ash-Shadiq dan mereka menerima hal tersebut. Padahal Muhammad bin Isma’il meninggal dalam keadaan tidak memiliki keturunan. Di antara yang mengikutinya adalah Hamdan Qirmith, yang (firqah) Al-Qaramithah disandarkan kepadanya.
Waktu terus berjalan hingga muncul dari kalangan mereka seseorang yang bernama Sa’id bin Al-Husain bin Ahmad bin Abdillah bin Maimun bin Daishan Al-Qaddah, yang kemudian mengubah nama dan nasabnya. Dia berkata kepada pengikutnya, “Saya adalah ‘Ubaidullah [Para pengikutnya kemudian dikenal dengan nama Al-‘Ubaidiyyun (pengikut Ubaidullah)] bin Al-Hasan bin Muhammad bin Isma’il bin Ja’far Ash-Shadiq” sehingga meluaslah fitnah (malapetaka)nya di Maghrib” [Al-Bida’ Al-Hauliyyah hal. 137-139].
Berikut perkataan beberapa ulama dalam mengingkari penisbahan mereka kepada ahlil bait (keturunan Rasulullah):
Ibnu Khallikan Rahimahullahu berkata sebagaimana dalam Al-Bida’ Al-Hauliyyah, hal. 139, “Pakar ilmu nasab dari kalangan muhaqqiqin mengingkari pengakuan dia (Ubaidullah) kepada nasab (ahlil bait) tersebut”.
Ibnu Katsir Rahimahullahu berkata, “Sesungguhnya pemerintahan Al-Fathimiyyun Al-Ubaidiyyun yang bernisbah kepada Ubaidillah bin Maimun Al-Qaddah, seorang Yahudi yang memerintah di Mesir dari tahun 357–567 H, mereka memunculkan banyak hari-hari raya. Di antaranya perayaan maulid Nabi Shallallahu‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam” [Al-Bidayah 11/127].
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullahu berkata dalam Majmu’ Al-Fatawa (35/120), “Telah diketahui bahwa jumhur (kebanyakan) manusia mengingkari penisbahan mereka serta mereka (jumhur) menyebutkan bahwa mereka (Al-Ubaidiyyun) merupakan anak keturunan Majusi atau yahudi. Perkara ini masyhur berdasarkan persaksian para ulama dari berbagai kelompok ; Al-Hanafiah, Al-Malikiah, Asy-Syafi’iyyah, Al-Hanabilah, Ahlil Hadits, Ahlil kalam, pakar nasab, orang awwam dan selain mereka”.
Pada tempat lain (25/120-132) beliau menyebutkan beberapa ulama yang lain seperti:

Ibnul Atsir Al-Maushily dalam Tarikhnya, beliau menyebutkan sesuatu yang ditulis oleh para ulama kaum muslimin dalam tulisan-tulisan mereka langsung dalam mengkritik penisbahan mereka.
Ibnul Jauzy.
Abu Syamah dalam kitabnya Al-Ba’its ‘ala Inkaril Bida’ wal Hawadits.
Al-Qadhy Abu Bakr Muhammad bin Ath-Thayyib Al-Baqillany dalam kitab beliau yang masyhur yang berjudul Kasyful Asrar wa Hatkul Astar. Dia menyebutkan bahwa mereka adalah dari keturunan Majusi.
Al-Qadhy Abu Ya’la Muhammad bin Al-Husain Al-Farra`, seorang ulama’ Al-Hanabilah dalam kitab beliau Al-Mu’tamad.
Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad Al-Ghazaly dalam kitab beliau yang berjudul Fadha`ilul Mustazhharah wa Fadha`ihul Bathiniyyah.
Al-Qadhy Abdul Jabbar bin Ahmad Al-Hamadzany dan yang semisal dengannya dari kalangan ahli kalam Mu’tazilah.

Kemudian, bid’ah perayaan hari lahir (ulang tahun) secara umum serta perayaan hari lahir Nabi (maulid) secara khusus, tidaklah muncul kecuali pada zaman Al-Ubaidiyyun pada tahun 362 H. Tidak ada seorangpun yang mendahului mereka dalam merayakan maulid ini.
Taqiyyuddin Al-Maqrizy Rahimahullahu berkata dalam Al-Mawa’izh wal I’tibar bi Dzikril Khuthath wal Atsar (1/490) di bawah judul ‘Penyebutan Hari-Hari yang Dijadikan Sebagai Hari Raya oleh Khilafah Al-Fathimiyyun…’, “Khilafah Al-Fathimiyyun sepanjang tahun memiliki beberapa hari raya dan hari peringatan, yaitu : Perayaan akhir tahun, perayaan awal tahun (tahun baru), hari ‘Asyura`, perayaan maulid (hari lahir) Nabi Shallallahu‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam, maulid Ali, maulid Al-Hasan, maulid Al-Husain, maulid Fathimah -Radhiyallahu ‘anhum-, perayaan maulid (ulang tahun) khalifah saat itu, perayaan malam pertama dan pertengahan bulan Rajab, malam pertama serta pertengahan dari bulan Sya’ban, …”.
Juga telah berlalu keterangan dari Ibnu Katsir Rahimahullahu dalam masalah ini ketika beliau mengingkari penisbahan mereka (Al-Ubaidiyyun) kepada ahlil bait.
Maka hal ini merupakan persaksian yang sangat jelas dan gamblang dari beliau berdua -padahal Al-Maqrizy adalah termasuk para ulama yang menetapkan dan membela penisbahan mereka kepada keturunan Ali bin Abi Thalib- bahwa Al-Ubaidiyyun adalah sebab turunnya musibah ini (perayaan bid’ah maulid) atas kaum muslimin serta merekalah yang membuka pintu-pintu perayaan bid’ah dengan berbagai macam bentuknya.
Pendapat ini (bahwa yang memulai perayaan maulid adalah Al-Bathiniyyah) telah dikuatkan oleh sejumlah ulama belakangan. Berikut nama-nama beserta perkataan mereka:
Mufti Negeri Mesir, Syaikh Muhammad bin Bukhaith Al-Muthi’iy Rahimahullahu berkata, “Termasuk perkara-perkara yang baru muncul dan banyak pertanyaaan tentangnya adalah masalah perayaan-perayaan maulid (ulang tahun). Maka kami katakan bahwa sesungguhnya yang pertama kali memunculkannya di Qahirah (baca: Kairo) adalah khilafah Al-Fathimiyyun dan yang pertama kali dari kalangan mereka adalah orang yang bernama Al-Mu’izz Lidinillah …” [Ahsanul Kalam fii ma Tata’allaqu bis Sunnah wal Bid’ah minal Ahkam hal. 44].
Syaikh Muhammad Hamid Al-Faqy Rahimahullahu berkata dalam ta’liq (komentar) beliau terhadap kitab Syaikhul Islam Al-Iqtidho`, hal.294, “… bahkan tidak ada yang memunculkan hari-hari raya kesyirikan ini kecuali Al-‘Ubaidiyyun yang ummat telah bersepakat akan kemunafikan mereka dan bahwa mereka lebih kafir daripada Yahudi dan Nasrani dan bahwa mereka adalah musibah atas kaum muslimin. Kaum muslimin menyimpang dari jalan yang lurus lewat tangan-tangan, dan susupan-susupan mereka serta sesuatu yang mereka masukkan ke dalam ummat ini berupa racun-racun Shufiyah (tashowwuf) yang busuk”.
Syaikh Muqbil bin Hady Rahimahullahu, Syaikh Ahmad An-Najmy, dan Syaikh Shalih Al-Fauzan -hafizhahumallah- juga menetapkan hal yang sama sebagaimana akan datang perkataan mereka pada bab ketiga belas ketika menyebutkan perkataan para ulama tentang bid’ahnya perayaan maulid.
Syaikh ‘Uqail bin Muhammad bin Zaid Al-Maqthiry Al-Yamany berkata, “Yang pertama kali memunculkannya -yaitu perayaan maulid- di Kairo adalah Al-Mu’izz Lidinillah Al-Fathimy pada tahun 362 H dan terus berlangsung sampai dihapuskan oleh Al-Afdhal, Panglima pasukan perang Badrul Jamaly pada tahun 488 H pada zaman pemerintahan Al-Musta’ly Billah. Tatkala khilafah Al-Amir bi Ahkamillah bin Al-Musta’ly berkuasa pada tahun 495 H, perayaan maulidpun kembali dirayakan” [Al-Maurid fii Hukmil Ihtifal bil Maulid hal 8-9].
Nampak dari nukilan-nukilan tadi bahwa yang pertama kali mengerjakan amalan bid’ah ini (perayaan maulid) adalah Al-Ubaidiyyun alias Al-Fathimiyyun yang bermazhab bathiniyah. Mereka ini ingin mengubah agama kaum muslimin, memasukkan ke dalam agama Islam sesuatu yang bukan darinya, dan menjauhkan kaum muslimin dari agamanya yang sebenarnya. Karena menyibukkan manusia dengan melakukan berbagai amalan bid’ah adalah cara termudah untuk mematikan sunnah Nabi -Muhammad Shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam- yang suci dan menjauhkan manusia dari syari’at Allah Subhanahu wa Ta’ala yang penuh dengan kemudahan.
Adapun yang dinukil dari sekelompok ulama seperti Ibnu Katsir, Ibnu Khallikan, dan As-Suyuthy dan diikuti oleh beberapa ulama belakangan seperti Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alu Asy-Syaikh dan Syaikh Hamud At-Tuwaijiry bahwa yang pertama kali merayakan maulid Nabi adalah raja Irbil Muzhaffaruddin Abu Sa’id Al-Kaukabury bin Abil Hasan Ali bin Bakatkin di akhir abad keenam atau awal abad ketujuh Hijriah, maka pernyataan mereka ini dibawa (baca: diarahkan maknanya) kepada perkataan Abu Syamah Abdurrahman bin Isma‘il Al-Maqdisy dalam kitabnya Al-Ba’its ‘ala Ingkaril Bida’ wal Hawadits hal. 31 ketika beliau berkata, “Sesungguhnya yang pertama kali merayakannya di Maushil adalah Syaikh Umar bin Muhammad Al-Mulla, salah seorang dari kalangan orang shalih yang terkenal [Amalan orang yang dianggap shalih ini menunjukkan kebodohan dia terhadap sunnah Nabinya -Shallallahu'alaihi wasallam-. Demikianlah keadaan kebanyakan bid’ah, syaithan masukkannya ke dalam Islam dengan perantaraan orang-orang yang dianggap shalih, akan tetapi bodoh dan berpaling dari mempelajari agama Allah Subhanahu wa Ta’ala, Wallahul Musta’an], yang kemudian diikuti (dalam merayakannya) oleh raja Irbil”.
Maka kita lihat, apa yang beliau sebutkan tentang orang yang pertama kali merayakannya hanya terbatas di negeri Maushil. Ini tidaklah menunjukkan bahwa yang pertama kali merayakannya secara mutlak adalah raja Irbil, karena telah berlalu bahwa yang pertama kali merayakannya adalah Al-Fathimiyyun dari kalangan Al-Bathiniyyah. Sehingga dengan demikian, pernyataan yang dinukil dari Ibnu Katsir dan yang mengikuti beliau ini tidaklah bertentangan dengan pembahasan yang telah kami terangkan di atas.
Termasuk perkara yang menguatkan bahwa Al-Ubaidiyyun Al-Fathimiyyun Al-Bathiniyyun telah mendahului raja Irbil dalam merayakan maulid Nabi Shallallahu‘alaihi wasallam adalah bahwa Al-Mu’izz Lidinillah yang bernama Ma’ad bin Abdillah Al-Fathimy datang ke Qahirah pada bulan Ramadhan tahun 362 H. Sedang tahun itu merupakan awal pemerintahan mereka (Al-Fathimiyyun) di Mesir. Khalifah yang terakhir dari mereka adalah Al-‘Adhid Abdullah bin Yusuf, meninggal pada tahun 567 H. Adapun Muzhaffaruddin -Raja Irbil-, maka dia dilahirkan pada tahun 549 H dan meninggal tahun 630 H. Jadi, ini merupakan bukti nyata bahwa raja Irbil telah didahului oleh Al-Ubaidiyyun dalam merayakan maulid Nabi Shallallahu‘alaihi wasallam sekitar 2 abad sebelumnya, wallahu A’lam.
Untuk lebih memperjelas masalah, berikut kami sebutkan beberapa pemikiran bathiniyah beserta nukilkan beberapa komentar ulama tentang kebejatan mereka terhadap Islam dan kaum muslimin, yang mana pada gilirannya hal ini akan mengungkap hakekat dari perayaan maulid Nabi Shallallahu‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam yang mereka munculkan:
Mereka meyakini bahwa Ali bin Abi Thalib adalah sembahan selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Mereka melakukan tahrif ma’nawy (penyelewengan makna) terhadap ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala (memalingkan makna ayat dari makna sebenarnya yang zhahir kepada makna yang tidak masuk akal, yang mereka anggap sebagai batin ayat tersebut). Ini merupakan sejelek-jelek tahrif. Contohnya mereka menafsirkan ayat:
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَبَّ
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa”. (QS. Al-Lahab : 1)
Mereka menafsirkan ‘dua tangan’ yaitu Abu Bakar dan Umar -Radhiyallahu ‘anhuma-.

Mereka berkeyakinan bahwa semua syari’at dan aturan dalam Islam memiliki zhahir dan batin. Yang zhahir -menurut mereka- adalah kaifiyat/cara yang diamalkan oleh kaum muslimin pada umumnya. Sedangkan yang batin adalah suatu cara yang hanya diketahui oleh kalangan mereka sendiri dan hanya boleh diamalkan oleh orang-orang khusus yaitu mereka. Contohnya shalat lima waktu; zhahirnya adalah dengan mengerjakan sholat, sedangkan batinnya -dan hanya ini yang mereka amalkan- adalah mengetahui rahasia-rahasia mazhab mereka. Jadi, siapa yang telah mengetahui rahasia-rahasia tersebut, maka dia sudah dianggap melaksanakan shalat walaupun tidak melakukan gerakan-gerakan shalat. Puasa batinnya adalah menyembunyikankan rahasia-rahasia kelompok mereka. Batinnya ibadah haji -menurut mereka- adalah menziarahi kuburan guru-guru mereka, dan seterusnya. Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, maka apakah masih ada ajaran agama yang tersisa dengan keyakinan mereka ini ?!.
Ibnu Katsir Rahimahullahu menyebutkan dalam Al-Bidayah wan Nihayah (11/286-287) bahwa pada tahun 402 H, sejumlah ulama, para hakim, orang-orang terpandang, orang-orang yang adil, orang-orang shalih, dan para ahli fiqh, mereka semua telah menulis sebuah tulisan yang berisi pencacatan dan celaan pada nasab keturunan Al-Fathimiyyun Al-Ubaidiyyun. Mereka menyebutkan dalam tulisan tersebut beberapa pemikiran sesat mereka, di antaranya: Mereka telah menelantarkan aturan-aturan, menghalalkan kemaluan (zina), menghalalkan khamr, menumpahkan darah, mencerca para nabi, melaknat Salaf (para sahabat Rasulullah Shallallahu‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam dan pengikutnya) serta mereka mengaku bahwa guru-guru mereka memiliki sifat-sifat ketuhanan.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullahu pernah ditanya tentang mereka. Beliau menjawab bahwa mereka adalah termasuk manusia yang paling fasik dan yang paling kafir, dan bahwa siapa saja yang mempersaksikan keimanan dan ketakwaan bagi mereka serta (mempersaksikan) benarnya nasab keturunan mereka (kepada Ali bin Abi Thalib) maka sungguh dia telah mempersaksikan untuk mereka dengan perkara-perkara yang dia sendiri tidak mengetahuinya. Padahal Allah Ta’ala telah berfirman:

وَلا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولا
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya”. (QS. Al-Isra`: 36)
Dan Allah Ta’ala berfirman:
“… Kecuali orang-orang yang bersaksi dalam keadaan mereka mengetahui (apa yang mereka persaksikan)”. (QS. Az-Zukhruf : 86)” [Majmu’ Al-Fatawa (22/120)].

Dari seluruh keterangan-keterangan di atas, telah nampak jelas bagi setiap orang yang menginginkan kebenaran bahwa perayaan hari maulid (ulang tahun) secara umum dan maulid Nabi Muhammad Shallallahu‘alaihi wa ‘ala alihi wasallam secara khusus bukanlah termasuk bagian dari ajaran Islam sama sekali. Hal ini kita bisa tinjau dari tiga sisi:
Perayaan maulid Nabi setiap tanggal 12 Rabi’ul Awwal sama sekali tidak memiliki landasan sejarah yang kuat sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Humaid dan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin -rahimahumallahu Ta’ala- [Telah berlalu pernyataan kedua ulama ini ketika membawakan pendapat-pendapat dan khilaf para ulama seputar tanggal kelahiran Nabi Shallallahu‘alaihi wasallam]. Jadi, bagaimana bisa dikatakan perayaan ini memiliki landasan/asal dari syari’at Islam ?!
Perayaan Maulid Nabi Shallallahu‘alaihi wasallam ini tidaklah muncul kecuali setelah berakhirnya zaman-zaman keutamaan (zaman para sahabat, tabi’in, dan yang mengikuti mereka). Maulid tidaklah pernah dikerjakan oleh para sahabat, tidak pula para tabi’in, serta tidak juga orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik sebagaimana yang akan kami pertegas pada bab ketiga belas dalam buku ini.
Sesungguhnya yang pertama kali memunculkan bid’ah maulid Nabi Shallallahu‘alaihi wasallam ini adalah suatu kaum yang disepakati oleh seluruh ulama Islam tentang kekafiran dan kemunafikan mereka. Mereka adalah Al-Bathiniyyah yang ingin mengubah agama kaum muslimin dan memasukkan ke dalamnya perkara-perkara yang tidak termasuk dalam agama mereka.
{Rujukan: Al-Qaulul Fashl fii Hukmil Ihtifal bi Maulidi Khairir Rasul hal. 64-72, Al-Maurid fii Hukmil Ihtifal bil Maulid hal. 7-9 dan Al-Bida’ Al-Hauliyah hal. 137-151}
[Dinukil dari Buku Studi Kritis Perayaan Maulid Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam karya al-Ustadz Hammad Abu Muawiyah, cetakan Maktabah

Share:

LUKISAN ALAM MAHA KARYA ALLAH

Kehidupan berjalan begitu cepat, setiap hari kita selalu dipaksa untuk bekerja dan bekerja. Disibukkan dengan aktifitas yang terus menerus berulang setiap waktu.

Namun dibalik kesibukkan kita, berhentilah sesaat untuk melihat sekeliling kita. Karya Tuhan yang sangat indah akan memanjakan hidup mata Anda dan sejenak lupakan kesibukkan dunia Anda.






















































































Share:

Tanya Jawab Rasulullah dengan Iblis


http://penulis165.esq-news.com/sites/default/files/imagecache/620x320/2011/08/img/api.jpg
Source: 
Wallpaper
Berikut ini saya ingin berbagi sebuah hadits yang lumayan panjang, namun juga luar biasa maknanya.

Dari Muadz bin Jabal dari Ibn Abbas:
Ketika kami sedang bersama Rasulullah SAW di kediaman seorang sahabat Anshar, tiba-tiba terdengar panggilan seseorang dari luar rumah: "Wahai penghuni rumah, bolehkah aku masuk? Sebab kalian akan membutuhkanku."
Rasulullah bersabda: "Tahukah kalian siapa yang memanggil?"
Kami menjawab: "Allah dan rasulNya yang lebih tahu".
Beliau melanjutkan, "Itu iblis, laknat Allah bersamanya".
Umar bin Khattab berkata: "Izinkan aku membunuhnya wahai Rasulullah".
Nabi menahannya: "Sabar wahai Umar, bukankah kamu tahu bahwa Allah memberinya kesempatan hingga hari kiamat? Lebih baik bukakan pintu untuknya, sebab dia telah diperintahkan untuk ini, pahamilah apa yang hendak ia katakan dan dengarkan dengan baik."
Ibnu Abbas r.a. berkata: Pintu lalu dibuka, ternyata dia seperti seorang kakek yang cacat satu matanya. Di janggutnya terdapat 7 helai rambut seperti rambut kuda, taringnya terlihat seperti taring babi, bibirnya seperti bibir sapi.
Iblis berkata: "Salam untukmu Muhammad. Salam untukmu para hadirin."
Rasulullah SAW lalu menjawab: "Salam hanya milik Allah SWT. Sebagai mahluk terlaknat, apa keperluanmu?"
Iblis menjawab: "Wahai Muhammad, aku datang ke sini bukan atas kemauanku, namun karena terpaksa".
"Siapa yang memaksamu?"
"Seorang malaikat utusan Allah mendatangiku dan berkata: Allah SWT memerintahkanmu untuk mendatangi Muhammad sambil menundukkan diri. Beritahu Muhammad tentang caramu dalam menggoda manusia. Jawablah dengan jujur semua pertanyaannya. Demi kebesaran Allah, andai kau berdusta satu kali saja, maka Allah akan jadikan dirimu debu yang ditiup angin".
"Oleh karena itu aku sekarang mendatangimu. Tanyalah apa yang hendak kau tanyakan. jika aku berdusta, aku akan dicaci oleh setiap musuhku. Tidak ada sesuatu pun yang paling besar menimpaku daripada cacian musuh".
Orang yang Dibenci Iblis
Rasulullah SAW lalu bertanya kepada Iblis: "Kalau kau benar jujur, siapakah manusia yang paling kau benci?"
Iblis segera menjawab: "Kamu, kamu dan orang sepertimu adalah mahkluk Allah yang paling aku benci."
"Siapa selanjutnya?" tanya Rasulullah.
"Pemuda yang bertakwa yang memberikan dirinya mengabdi kepada Allah SWT."
"Lalu siapa lagi?"
"Orang Alim dan wara' (Loyal)"
"Lalu siapa lagi?"
"Orang yang selalu bersuci."
"Siapa lagi?"
"Seorang fakir yang sabar dan tak pernah mengeluhkan kesulitannnya kepada orang lain."
"Apa tanda kesabarannya?"
" Wahai Muhammad, jika ia tidak mengeluhkan kesulitannya kepada orang lain selama 3 hari, Allah akan memberi pahala orang-orang yang sabar".
"Selanjutnya apa?"
"Orang kaya yang bersyukur"
"Apa tanda kesyukurannya?"
"Ia mengambil kekayaannya dari tempatnya, dan mengeluarkannya juga dari tempatnya."
"Orang seperti apa Abu Bakar menurutmu?"
"Ia tidak pernah menurutiku di masa jahiliyah, apalagi dalam Islam."
"Umar bin Khattab?"
"Demi Allah setiap berjumpa dengannya aku pasti kabur."
"Usman bin Affan?"
"Aku malu kepada orang yang malaikat pun malu kepadanya."
"Ali bin Abi Thalib?"
" Aku berharap darinya agar kepalaku selamat, dan berharap ia melepaskanku dan aku melepaskannya. Tetapi ia tak akan mau melakukan itu." (Ali bin Abi Thalib selau berdzikir kepada Allah SWT)
Amalan yang Dapat Menyakiti Iblis
"Apa yang kau rasakan jika melihat seseorang dari umatku yang hendak saalat?"
"Aku merasa panas dingin dan gemetar."
"Kenapa?"
"Sebab, setiap seorang hamba bersujud 1x kepada Allah, Allah mengangkatnya 1 derajat."
"Jika seorang umatku berpuasa?"
"Tubuhku terasa terikat hingga ia berbuka."
"Jika ia berhaji?"
"Aku seperti orang gila."
"Jika ia membaca Al Qur'an?"
"Aku merasa meleleh laksana timah di atas api."
"Jika ia bersedekah?"
"Itu sama saja orang tersebut membelah tubuhku dengan gergaji."
"Mengapa bisa begitu?"
"Sebab dalam sedekah ada 4 keuntungan baginya. yaitu keberkahan dalam hartanya, hidupnya disukai, sedekah itu kelak akan menjadi hijab antara dirinya dengan api neraka dan segala macam musibah akan terhalau dari dirinya."
"Apa yang dapat mematahkan pinggangmu?"
"Suara kuda perang di jalan Allah."
"Apa yang dapat melelehkan tubuhmu?"
"Taubat orang yang bertaubat."
"Apa yang dapat membakar hatimu?"
"Istighfar di waktu siang dan malam."
"Apa yang dapat mencoreng wajahmu?"
"Sedekah yang diam-diam."
"Apa yang dapat menusuk matamu?"
"Shalat fajar"
"Apa yang dapat memukul kepalamu?"
"Shalat berjamaah."
"Apa yang paling mengganggumu?"
"Majelis para ulama."
"Bagaimana cara makanmu?"
"Dengan tangan kiri dan jariku."
"Di manakah kau menaungi anak-anakmu di musim panas?"
"Di bawah kuku manusia."
Manusia yang Menjadi Teman Iblis
Nabi lalu bertanya: "Siapa temanmu wahai Iblis?"
"Pemakan riba"
"Siapa sahabatmu?"
"Pezina"
"Siapa teman tidurmu?"
"Pemabuk"
"Siapa tamumu?"
"Pencuri"
"Siapa utusanmu?"
"Tukang sihir"
"Apa yang membuatmu gembira?"
"Bersumpah dengan cerai"
"Siapa kekasihmu?"
"Orang yang meninggalkan salat Jumaat"
"Siapa manusia yang paling membahagiakanmu?"
"Orang yang meninggalkan salatnya dengan sengaja"
Iblis tak Berdaya di Hadapan Orang yang Ikhlas
Rasulullah SAW lalu bersabda: "Segala puji bagi Allah yang telah membahagiakan umatku dan menyengsarakanmu."
Iblis segera menimpali: "Tidak, tidak. Tak akan ada kebahagiaan selama aku hidup hingga hari akhir. Bagaimana kau bisa berbahagia dengan umatmu, sementara aku bisa masuk ke dalam aliran darah mereka dan mereka tak bisa melihatku.
Demi yang menciptakan diriku dan memberikanku kesempatan hingga hari akhir, aku akan menyesatkan mereka semua. Baik yang bodoh, atau yang pintar, yang bisa membaca dan tidak bisa membaca, yang durjana dan yang saleh, kecuali hamba Allah yang ikhlas."
"Siapa orang yang ikhlas menurutmu?"
"Tidakkah kau tahu wahai Muhammad, bahwa barangsiapa yang menyukai emas dan perak, ia bukan orang yang ikhlas. Jika kau lihat seseorang yang tidak menyukai dinar dan dirham, tidak suka pujian dan sanjungan, aku bisa pastikan bahwa ia orang yang ikhlas, maka aku meninggalkannya. Selama seorang hamba masih menyukai harta dan sanjungan dan hatinya selalu terikat dengan kesenangan dunia, ia sangat patuh padaku."
Iblis Dibantu oleh 70.000 Anaknya
Tahukah kamu Muhammad, bahwa aku mempunyai 70.000 anak. Dan setiap anakku memiliki 70.000 syaithan. Sebagian ada yang aku tugaskan untuk mengganggu ulama. Sebagian untuk menggangu anak-anak muda, sebagian untuk menganggu orang-orang tua, sebagian untuk menggangu wanta-wanita tua, sebagian anak-anakku juga aku tugaskan kepada para Zahid.
Aku punya anak yang suka mengencingi telinga manusia sehingga ia tidur pada salat berjamaah. Tanpanya, manusia tidak akan mengantuk pada waktu salat berjamaah.
Aku punya anak yang suka menaburkan sesuatu di mata orang yang sedang mendengarkan ceramah ulama hingga mereka tertidur dan pahalanya terhapus.
Aku punya anak yang senang berada di lidah manusia. Jika seseorang melakukan kebajikan lalu ia beberkan kepada manusia, maka 99% pahalanya akan terhapus.
Pada setiap seorang wanita yang berjalan, anakku dan syaithan duduk di pinggul dan pahanya, lalu menghiasinya agar setiap orang memandanginya.
Syaithan juga berkata, "Keluarkan tanganmu", lalu ia mengeluarkan tangannya lalu syaithan pun menghiasi kukunya. Mereka, anak-anakku selalu meyusup dan berubah dari satu kondisi ke kondisi lainnya, dari satu pintu ke pintu yang lainnya untuk menggoda manusia hingga mereka terhempas dari keikhlasan mereka.
Akhirnya mereka menyembah Allah tanpa ikhlas, namun mereka tidak merasa.
Tahukah kamu, Muhammad? bahwa ada rahib yang telah beribadat kepada Allah selama 70 tahun. Setiap orang sakit yang didoakan olehnya, sembuh seketika. Aku terus menggodanya hingga ia berzina, membunuh dan kufur.
Cara Iblis Menggoda
Tahukah kau Muhammad, dusta berasal dari diriku?
Akulah mahluk pertama yang berdusta.
Pendusta adalah sahabatku. barangsiapa bersumpah dengan berdusta, ia kekasihku.
Tahukah kau Muhammad?
Aku bersumpah kepada Adam dan Hawa dengan nama Allah bahwa aku benar-benar menasihatinya. Sumpah dusta adalah kegemaranku. Ghibah (gosip) dan Namimah (adu domba) kesenanganku. Kesaksian palsu kegembiraanku. Orang yang bersumpah untuk menceraikan istrinya ia berada di pinggir dosa walau hanya sekali dan walaupun ia benar. Sebab barang siapa membiasakan dengan kata-kata cerai, isterinya menjadi haram baginya. Kemudian ia akan beranak cucu hingga hari kiamat. Jadi semua anak-anak zina dan ia masuk neraka hanya karena satu kalimat, Cerai.
Wahai Muhammad, umatmu ada yang suka mengulur ulur salat. Setiap ia hendak berdiri untuk salat, aku bisikan padanya waktu masih lama, kamu masih sibuk, lalu ia menundanya hingga ia melaksanakan salat di luar waktu, maka shalat itu dipukulkannya ke mukanya.
Jika ia berhasil mengalahkanku, aku biarkan ia salat. Namun aku bisikkan ke telinganya 'lihat kiri dan kananmu', ia pun menoleh. Pada saat itu aku usap dengan tanganku dan kucium keningnya serta aku katakan 'salatmu tidak sah'. Bukankah kamu tahu Muhammad, orang yang banyak menoleh dalam salatnya akan dipukul.
Jika ia shalat sendirian, aku suruh dia untuk bergegas. Ia pun salat seperti ayam yang mematuk beras.
Jika ia berhasil mengalahkanku dan ia shalat berjamaah, aku ikat lehernya dengan tali, hingga ia mengangkat kepalanya sebelum imam, atau meletakkannya sebelum imam.
Kamu tahu bahwa melakukan itu batal shalatnya dan wajahnya akan diubah menjadi wajah keledai.
Jika ia berhasil mengalahkanku, aku tiup hidungnya hingga ia menguap dalam shalat.
Jika ia tidak menutup mulutnya ketika menguap, syaithan akan masuk ke dalam dirinya, dan membuatnya menjadi bertambah serakah dan gila dunia. Dan ia pun semakin taat padaku.
Kebahagiaan apa untukmu, sedangan aku memerintahkan orang miskin agar meninggalkan shalat. Aku katakan padanya, "kamu tidak wajib shalat, shalat hanya wajib untuk orang yang berkecukupan dan sehat. Orang sakit dan miskin tidak. Jika kehidupanmu telah berubah baru kau shalat."
Ia pun mati dalam kekafiran. Jika ia mati sambil meninggalkan shalat, maka Allah akan menemuinya dalam kemurkaan.
Wahai Muhammad, jika aku berdusta Allah akan menjadikanku debu.
Wahai Muhammad, apakah kau akan bergembira dengan umatmu padahal aku mengeluarkan seperenam mereka dari Islam?"
10 Permintaan Iblis kepada Allah SWT
"Berapa yang kau pinta dari Tuhanmu?"
"10 macam"
"Apa saja?"
"Aku minta agar Allah membiarkanku berbagi dalam harta dan anak manusia, Allah mengizinkan. Allah berfirman, "Berbagilah dengan manusia dalam harta dan anak. Dan janjikanlah mereka, tidaklah janji setan kecuali tipuan." (QS Al-Isra :64)
Harta yang tidak dizakatkan, aku makan darinya. Aku juga makan dari makanan haram dan yang bercampur dengan riba. Aku juga makan dari makanan yang tidak dibacakan nama Allah.
Aku minta agar Allah membiarkanku ikut bersama dengan orang yang berhubungan dengan istrinya tanpa berlindung dengan Allah. Maka setan ikut bersamanya dan anak yang dilahirkan akan sangat patuh kepada syaithan.
Aku minta agar bisa ikut bersama dengan orang yang menaiki kendaraan bukan untuk tujuan yang halal. Aku minta agar Allah menjadikan kamar mandi sebagai rumahku.
Aku minta agar Allah menjadikan pasar sebagai masjidku. Aku minta agar Allah menjadikan syair sebagai Quranku. Aku minta agar Allah menjadikan pemabuk sebagai teman tidurku. Aku minta agar Allah memberikanku saudara, maka Ia jadikan orang yang membelanjakan hartanya untuk maksiat sebagai saudaraku.
Allah berfirman, "Orang-orang boros adalah saudara-saudara syaithan. " (QS Al-Isra : 27)
Wahai Muhammad, aku minta agar Allah membuatku bisa melihat manusia sementara mereka tidak bisa melihatku. Dan aku minta agar Allah memberiku kemampuan untuk mengalir dalam aliran darah manusia. Allah menjawab, "silahkan", aku bangga dengan hal itu hingga hari kiamat. Sebagian besar manusia bersamaku di hari kiamat.
Iblis berkata: "Wahai Muhammad, aku tak bisa menyesatkan orang sedikitpun, aku hanya bisa membisikkan dan menggoda."
Jika aku bisa menyesatkan, tak akan tersisa seorangpun. Sebagaimana dirimu, kamu tidak bisa memberi hidayah sedikitpun, engkau hanya rasul yang menyampaikan amanah. Jika kau bisa memberi hidayah, tak akan ada seorang kafir pun di muka bumi ini. Kau hanya bisa menjadi penyebab untuk orang yang telah ditentukan sengsara.
Orang yang bahagia adalah orang yang telah ditulis bahagia sejak di perut ibunya. Dan orang yang sengsara adalah orang yang telah ditulis sengsara semenjak dalam kandungan ibunya.
Rasulullah SAW lalu membaca ayat: "mereka akan terus berselisih kecuali orang yang dirahmati oleh Allah SWT" (QS Hud :118 - 119). Juga membaca, "Sesungguhnya ketentuan Allah pasti berlaku." (QS Al-Ahzab: 38)
Iblis lalu berkata: "Wahai Rasul Allah takdir telah ditentukan dan pena takdir telah kering. Maha Suci Allah yang menjadikanmu pemimpin para nabi dan rasul, pemimpin penduduk surga, dan yang telah menjadikan aku pemimpin mahluk-mahluk celaka dan pemimpin penduduk neraka. Aku si celaka yang terusir. Ini akhir yang ingin aku sampaikan kepadamu. Dan aku tak berbohong."

Share:

Ibu Super Hebat


Ilustrasi
Tadi malam, saya melihat sebuah acara di televisi swasta yang sangat menginspirasi. Sebuah talkshow yang menceritakan perjuangan beberapa ibu demi anak-anaknya. Kesamaan kondisi dari ketiga ibu ini adalah mereka sama-sama ditinggal mati oleh suami saat usia mereka masih sangat muda. Hanya sedikit harta dan simpanan yang bisa dijadikan peninggalan suami-suami mereka, ditambah lagi sejumlah anak yang masih belum dewasa dalam jumlah yang tidak sedikit, 7, 12 dan 15 orang.
Mereka itu bukan ibu-ibu yang terbiasa bekerja, bukan ibu bertitel panjang, bukan wanita karir. Mereka hanyalah ibu rumah tangga biasa yang pada awalnya sama sekali tidak tahu cara mencari nafkah, sehingga mereka belajar demi anak-anaknya.
Ibu pertama ditinggal pada usia 39 tahun dengan 7 orang anak. Uang pesangon suami yang diterima sangat sedikit. Jangankan berdagang, mencari nafkah pun ia sama sekali tak tahu bagaimana caranya. Berjuang tanpa rasa takut, yakin akan rezeki dari Allah ia jalani hidup. Ia ajarkan pula budi pekerti pada anak-anak mereka.
Ada satu komitmen yang dia buat bersama anak-anaknya, “Jika mau terus bersekolah hingga sarjana, harus sekolah di sekolah negeri, jika tidak, maka tidak sekolah...”
Tahun demi tahun dia jalani bersama ketujuh anaknya, hingga sekarang ibu asal Medan itu memetik buah manis perjuangannya. Ketujuh anaknya menjadi sarjana, sukses dan bahagia.
Ibu kedua adalah seorang ibu dengan 12 orang anak. Ditinggal suami ketika anak bungsunya masih berusia 5 tahun. Dia ajarkan untuk saling menolong antara anaknya, saling mendukung, saling perhatian. Dia terapkan sifat-sifat luhur yang selalu diajarkan ayah mereka.
Kejujuran menjadi modal utama. Kasih sayang dalam mendidik anak, tanpa amarah, tanpa pukulan, tanpa bentakan ia curahkan kepada ke-12 anaknya. Belajar menjadi orang yang kuat, yang sabar dan pantang menyerah. Ajaran agama dan selalu memohon perlindungan pada Allah ia ajarkan pula kepada anak-anaknya.
Subhanallah, kini 10 dari 12 anaknya berhasil menjadi dokter, yang dua orang pun tak kalah hebatnya. Kisah keberhasilan ibu ini mengantarkannya menerima penghargaan dari Museum Rekor Indonesia (MURI).
Ibu terakhir berasal dari Pare-pare, Sulawesi Selatan. Menikah saat tidak tamat SMP, di usia 14 tahun. Ditinggal suaminya ketika berusia 42 tahun dengan 15 orang anak. Jujur, sabar, dan tak takut akan apapun dia jalani hidup. “Karena ada Tuhan” demikian jawabnya ketika ditanya kenapa alasannya tidak takut dan khawatir dalam menjalani hidup. Subhanallah, sekaranf tiga anaknya menjadi dokter, tujuh menjadi insinyur, bahkan yang satu menjadi profesor.
Fisik ayah memang tak akan hadir lagi di antara mereka, tapi nilai-nilai, ajaran, dan figur itu tak akan tergantikan. Budi pekerti luhur, ajaran agama, norma masyarakat selalu diajarkan ibu-ibu itu. Mereka berjalan dengan mengikuti kata hati, kata hati yang tak pernah berdusta, karena kata hati itulah perwujudan cahaya Ilahi. Ikhlas, sabar…
Kisah di atas, sempat meneteskan airmata ini. Betapa berat pasti mereka menjalani hidup, tapi mereka bahagia dan tidak takut. “Karena ada Tuhan..." Ya... tak ada sesuatu pun yang mustahil bagi Sang Maha.
Setiap dari kita memang tak selalu menjadi ibu, tapi setiap diri kita pastilah seorang anak. Terima kasih kepada semua ibu di seluruh dunia. Kutengadahkan kedua lenganku, mengharap kehadirat Ilahi Robbi. Kumohonkan perlindungan bagi mereka, semoga Allah mencatat semua tindakan mereka sebagai jihad di jalan-Nya. Untuk para ayah kuucapkan terima kasih atas semua pengorbanan yang tak kalah hebatnya dari peran ibu.
Sachi... Yuki... doa Bunda selalu tertuju padamu, Nak! Walau Bunda saat ini tak kuasa di sisimu, Bunda yakin Bapak dan orang-orang di sekeliling kalian sangat menyayangi, melindungi, dan mengasihi kalian. Ada Sang Maha yang selalu menjaga dan memberikan yang terbaik bagimu.
Untuk suamiku tercinta, terima kasih atas semua kesempatan ini. Kuyakin Allah akan selalu membimbing dan menjaga kita. Insya Allah...

Share:

Search This Blog