MENGENAL ILMU FALAK LENGKAP

MENGENAL ILMU FALAK
  1. PENGERTIAN ILMU FALAK

Secara etimologis kata Falak dalam bahasa arab adalah orbit atau lintasan benda-benda langit1. Kata falak dalam al-Qur’an disebut sebanyak dua kali, yaitu pada surat al-Anbiya’
وهو الذى خلق الليل والنهار والشمس والقمر كلّ فى فلك يسبحون 2
Artinya : Dan Dia (Allah) yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan, masing-masingdari keduanya itu di dalam garis edarnya.3
Dan dalam Surat Yasin
لا الشمس ينبغى لها أن تدرك القمر ولا الليل سابق النهار وكلّ فى فلك يسبحون4.
Artinya : Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkam bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.5
Sedangkan pengertian ilmu falak secara terminologis atau istilah telah banyak dijumpai diberbagai literatur diantaranya adalah sebagai berikut :
    1. Ilmu pengetahuan mengenai keadaan (peredaran, perhitungan dan lain sebagainya) bintang-bintang.6
    2. Ilmu pengetahuan yang mempelajari benda-benda langit, tentang fisiknya, geraknya, ukurannya dan segala sesuatu yang yang berhubungan dengannya.7
    3. Ilmu falak adalah ilmu yang mempelajari lintasan benda-benda langit seperti matahari, bulan, bintang dan benda-benda langit lainnya, dengan tujuan untuk mengetahui posisi dan kedudukan benda-benda langit lainnya.8
    4. Ilmu pengetahuan yang mempelajari lintasan benda-benda langit-khususnya bumi, bulan dan matahari-pada orbitnya masiung-masing dengan tujuan untuk diketahui posisi benda langit antara satu dengan lainnya dengan tujuan agar dapat diketahui waktu-waktu di permukaan bumi.9
Definisi ilmu falak perlu diformulasikan secara sederhana, sehingga memenuhi kaidah ta’rif (definisi) yang jami’ dan mani’, artinya rumusan yang mencakup seluruh variabel dan indikator yang termasuk di dalam hal yang didefinisikan dan dapat pula mencegah variabel dan indikator di luar atau tidak termasuk hal yang didefinisikan10 Sesuai dengan materi ilmu falak yang kita pelajari yakni ilmu falak amali11 maka definisi yang dianggap relatif tepat adalah : ilmu pengetahuan yang mempelajari lintasan benda-benda langit pada orbitnya masing-masing dengan tujuan agar dapat diketahui posisi benda langit antara satu dengan yang lainnya sehingga dapat membantu dalam pelaksanan ibadah yang terkait dengan arah dan waktu.
Ilmu falak disebut juga dengan ilmu hisab karena sebenarnya dalam ilmu ini menggunakan perhitungan matematis (hisab), disamping itu juga dikenal dengan ilmu rashd karena ilmu ini juga memerlukan pengamatan (rashd) dan tidak jarang pula disebut dengan ilmu miqat, karena ilmu ini mempelajari tentang batas waktu. Namun dari keempat istilah yang paling dikenal oleh masyarakat adalah ilmu falak dan hisab.
  1. RUANG LINGKUP PEMBAHASAN ILMU FALAK
Ruang lingkup pembahasan dalam ilmu falak adalah yang berkaitan dengan pelaksanaan ibadah sehingga pada umumnya ilmu falak itu mempelajari empat bidang, yakni :
      1. Arah kiblat dan bayangan arah kiblat
      2. Waktu shalat
      3. Awal bulan
      4. Gerhana

  1. KEGUNAAN ILMU FALAK DALAM HUKUM ISLAM
Dengan ilmu falak atau hisab dapat diketahui arah kiblat bagi suatu tempat di permukaan bumi, disamping itu dapat diketahui masuknya waktu shalat, batasan waktu imsak dan ifthar ketika berpuasa dan dengannya pula dapat ditentukan arah pandangan yang tepat ketika akan melakukan rukyatul hilal dalam menentukan awal bulan.
Sehingga dengan demikian ilmu falak atau hisab dapat menumbuhkan keyakinan dalam melaksanakan ibadah yang berimplikasi pada khusyu’nya pelaksanaan ibadah tersebut. Dan pada dasarnya ibadah yang diterima oleh Allah adalah ibadah yang dilakukan dengan khusyu’. Sehingga dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda :
إِنَّ خِيَارَ عِبَادِ اللَّهِ الَّذِينَ يُرَاعُونَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُومَ وَالأَظِلَّةَ لِذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ12

Artinya : Sesungguhnya sebaik-baik hamba Allah adalah mereka yang selalu memperhatikan matahari, bulan dan bayang-bayang untuk mengingat Allah. (HR.al-Bayhaqiy)
Sayidina Ali KW berkata :
من اقتبس علما من النجوم من حملة القرآن إزداد به إيمانا ويقينا
Artinya : Barang siapa yang mempelajari ilmu pengetahuan tentang bintang-bintang (benda-benda langit) sedangkan ia dari oranng yang sudah memahami al-Qur’an, niscaya bertambahlah iman dan keyakinannya.

  1. HUKUM MEMPELAJARI ILMU FALAK
Ilmu falak secara fungsional menjadi wasilah atau lantaran atau alat untuk dapat menjalankan ibadah secara tepat, benar dan sah. Karena keberadaan ilmu falak sebagai wasilah atau alat atau sarana untuk tepat, benar dan sahnya suatu ibadah maka kedudukan hukumnya pun menjadi sepadan dengan hukum ibadah tersebut. Sebagaimana dalam sebuah Qaidah fiqhiyah :
مالا يتمّ الواجب إلاّ به وهو واجب
Artinya : "Sesuatu yang perkara wajib itu bisa sempurna hanya dengannya maka sesuatu itupun menjadi perkara yang wajib pula."

Karena kedudukan ilmu falak sangat urgen dalam hukum Islam terutama jika dikaitkan dengan hal keabsahan ibadah maka mempelajari ilmu falak atau hisab hukumnya wajib sebagaimana dikatakan oleh Abdullah bin Husain :
ويجب تعلّم علم الفلك بل تتحتمّ معرفته لما يترتّب عليه معرفة القبلة وما يتعلّق بالأهلّة, كالصوم سيما فى هذا الزمان لجهل الحكّام وتساهلهم وتهوّرهم فإنهم يقبلون شهادة من لا يقبل بحال
Artinya : hukumnya mempelajari ilmu falak adalah wajib bahkan diperintahkanmengetahuinya secara mendalam karena ilmu falak mencakup pengetahuan tentang kiblat dan hal-hal yang berhubungan dengan penanggalan misalnya puasa. Lebih-lebih pada masa sekarang ini karena ketidak tahuan para hakim tentang ilmu falak sikap mempermudah dan kecerobohan mereka sehingga mereka menerima kesaksian hilal seseorang yang seharusnya tidak dapat diterima.

Sedangkan Ibnu Hajar dan al-Ramli berpendapat bahwa hukum mempelajari ilmu falak adalah fardlu ain bagi orang yang hidup dalam kesendirian, dimana ia tidak dapat mengetahui arah kiblat dan penanggalan serta waktu shalat kecuali ia sendiri yang harus mempelajari ilmu falak untuk dapat menyelesaikan masalahnya tersebut. Dan hukumnya menjadi fardlu kifayah ketika berada dalam lingkup masyarakat banyak

  1. SEKILAS SEJARAH ILMU FALAK
1. Awal Mula Kemunculan Ilmu Falak di Dunia Islam
Pada abad keemasan Islam, umat Islam memberikan kontribusi terhadap perkembangan Ilmu falak atau Astronomi ini. Tokoh dari kalangan Islam yang ikut meramaikan dan mengembangkan ilmu Falak adalah Abul Rayhan al-Biruni (973-1048 M). Salah satu karyanya yang monumental adalah al-Qanun al-Mas’udi, sebuah ensiklopedi astronomi yang dipersembahkan kepada Sultan Mas’ud Mahmud. Kitab ini ditulis pada tahun 421 H/ 1030 M.13 Tokoh lainnya adalah Abu Ja’far Muhammad bin Muhammad bin al-Hasan Nasiruddin al-Tusi (1201-1274 M). Diantara sekian banyak ahli ilmu falak dari kalangan ilmuan muslim, ia adalah yang paling menonjol. Penelitiannya antara lain mengenai lintasan, ukuran dan jarak planet merkurius, terbit dan tenggelam, bidang gerak, ukuran dan jarak matahari dengan bulan dan kenaikan bintang-bintang. Pada masa pemerintahan Hulagu Khan (1258-1265 M) ia diangkat sebagai wazir atau menteri dan pengawas tanah-tanah wakaf. Kemudian ia juga yang mendirikan observatorium Maragha (1259) yang terkenal di dunia internasional. Diantara karya tulisnya dalam bidang ini ialah al-Mutaassit Baina al-Handasah wa al-Hai’ah (kumpulan karya terjemahan dari Yunani tentang geometri dan astronomi), at-Tazkirah fi ‘llm a-Hai’ah (sebuah karya hasil penyelidikan dalam bidang astronomi yang mendapat perhatian dan ulasan/komentar dari para astronom Timur dan Barat), dan Zubdah al-Hai’ah (Intisari Astronomi).
Ahli ilmu falak muslim lainnya ialah Ibnu Jabr al-Battani (858-929 M), yang di dunia barat dikenal dengan nama Albatenius. Dia melakuan penelitian di observatorium Ar-Raqqah, di hulu sungai al-Furat di Baghdad. Dia melakukan perhitungan-perhitungan perjalanan bintang, garis edar dan gerhana. Dia membuktikan kemungkinan terjadinya gerhana matahari cincin. Dia menetapkan garis kemiringan perjalanan matahari, panjangnya tahun sideris dan tahun tropis, musim-musim serta garis lintasan matahari semu dan sebenarya, adanya bulan mati dan fungsi sinus.
Al-Battani mempergunakan juga tangens (bayangan tegak lurus) dan cotangen (bayangan datar) dari sebuah Gnomom (tongkat yang ditancapkan ke dalam tanah untuk mengukur sudut dan tinggi matahari di atas kaki langit). Ia adalah orang yang mempopulerkan pengertian-pengertian tentang perbandingan trigonometri sebagaimana yang digunakan sampai sekarang ini.
Al-Battani menerjemahkan dan memperbaiki teori Ptolomeus dalam bukunya “Syntasis” yang brisi tentang perhitungan garis edar bulan ada beberapa planet dalam judul barunya “Tabril al-Maghesti” , di samping bukunya sendiri yang berjudul “Tamhidul Musthafa li Ma’nal Mamar” .
Ahli ilmu falak selain mereka, antara lain Ali bin Yunus (w.1009 M) dengan karyanya “Zaijul Kabir al-Hakimi” yang berisi antara lain tentang data astronomis matahari, bulan dan komet, serta perubahan titik equenox.. Abdurr Rahman al-Biruni (w.1048 M) yang menemukan perputaran bumi pada sumbunya dan membuat daftar data lintang dan bujur tempat di permukaan bumi.
Selain para tokoh di atas, Ulugh Bek (w. 1420 M) ahli astronomi asal Iskandaria dengan observatoriumya ia berhasil menyusun tabel data astronomi yang banyak digunakan pada perkembangan ilmu falak masa-masa selanjutnya.
Hal demikian inilah diantara yang menyebabkan istilah-istilah dalam astronomi yang berkembang sekarang ini banyak menggunakan bahasa Arab, misalnya as-Simt, Nadir, Mintaqul Buruj, Zuhal, Aldebaran, Alferatz, dan sebagainya.
Sekalipun ilmu falak dalam peradaban Islam sudah cukup maju, namun yang patut dicatat adalah bahwa pandangan terhadap alam masih mengikuti pandangan Ptolomeus, yakni Geosentris.
2. Ilmu Falak Pada Awal Perkembangannya di Indonesia
Sejak adanya penanggalan Hindu dan penanggalan Islam di Indonesia, khususnya di pulau Jawa serta adanya perpaduan kedua penanggalan tersebut menjadi penanggalan Jawa Islam oleh Sultan Agung, sebenarnya bangsa Indonesia sudah mengenal ilmu falak.
Kemudian seiring dengan kembalinya para ulama muda ke Indonesia dari bermukim di Mekkah pada awal abad 20 M, ilmu falak mulai tumbuh dan berkembang di tanah air ini. Mereka tidak hanya mmbawa catatan-catatan ilmu tentang tafsir, hadits, fiqh, tauhid dan tasawuf, melainkan juga membawa catatan-catatan ilmu falak yang mereka dapatkan dari Mekkah sewaktu mereka belajar di sana yang kemudian mereka ajarkan kepada para santrinya di Indonesia.
Pada waktu itu, Syekh Abdurrahman bin Ahmad al-Misri (mertua Habib Usman) pada tahun (1314 H/1896 M) datang ke Jakarta (Betawi), beliau membawa Zaij (tabel astronomis) Ulugh Bek (w. 1420 M) dan mengajarkanya kepada para ulama muda di Indonesia waktu itu.
Diantara para ulama Indonesia yang belajar kepadanya adalah Ahmad Dahlan as-Simarani atau at-Tarmasi (w. 1329 H/1911 M) beliau berasal dari Semarang, namun kemudian bertempat tinggal di Termas (Pacitan-Jawa Tengah) dan anak menantunya sendiri, yaitu Habib Usman bin Abdillah bin ‘Aqil bin Yahya yang dikenal dengan julukan Mufti Betawi.
Apa yang mereka peroleh dari Syekh Abdurrahman, kemudian mereka ajarkan kepada para muridnya masing-masing. Ahmad Dahlan as-Simarani mengajarkannya di daerah Termas (Pacitan) dengan menyusun buku ilmu falak yang berjudul “Tadzkiratul Ikhwan fi ba’dli Tawarikhi wal ‘amalil Falakiyati bi Semarang” yang naskahnya selesai ditulis pada tanggal 28 Jumadil Akhir1321 H / 21 September 1903 M. Kitab Tdzkiratul Ikhwan ini memuat perhitungan ijtima’dan gerhana dengan mabda’ kota Semarang.
Sedangkan Habib Usman mengajarkan ilmu falak di daerah Jakarta dengan menyusun buku yang berjudul “Iqadzun Niyam fi Mayata ‘Alaqohu bil Ahillah was Shiyam” yang dicetak tahun 1321 H / 1903 M oleh percetakan al-Mubarokah Betawi. Buku ini bukan termasuk buku ilmu falak, namun terkait dengan ilmu falak, karena ia memuat beberapa permasalahan hukum tentang puasa, rukyat dan hisab. Ilmu falak yang ia ajarkan adalah perhitungan ijtima' dengan epoch Batavia atau Jakarta, hanya saja beliau tidak menyusun buku ilmu falak.
Ilmu falak yang diajarkan oleh Habib Usman kemudian dibukukan oleh seorang muridnya yang bernama Muhammad Mansur bin Abdul Hamid Dumairi al-Batawi dalam kitab yang berjudul “Sullamun Nayyirain fi Ma’rifati Ijtima’i Kusufain” yang pertama kali dicetak tahun 1344 H / 1925 M oleh percetakan Borobudur, Batavia.
Buku Sullamun Nayyirain ini oleh penyusunnya dibagi menjadi tiga risalah. Risalah pertama berjudul “Risalatul Ula fi Ma’rifatil Ijtima’in Nayyirain” yakni memuat perhitungan ijtima’, irtifa’ hilal, posisi hilal, dan umur hilal. Risalah kedua berjidul “Risalatus Saniyah fi Ma’rifatil Khusufil Qomar” yakni memuat perhitungan gerhana bulan dan yang ketiga berjudul “Risalatus Salisah fi Ma’rifati Kusufis Syams” yakni memuat perhitungan gerhana matahari.
Di daerah Sumatera didapati tokoh ilmu falak yang antara lain Thahir Djalaluddin dengan buku karyanya “Pati Kiraan” dan Djamil Djambek dengan buku karyanya “Almanak Jamiliyah”.
Dengan demikian, mereka ini adalah yang mula-mula mengembangkan ilmu falak atau ilmu hisab di Indonesia.
Buku-buku ilmu falak tersebut pada umumnya menggunakan tabel astronomis Ulugh Bek

F. SATUAN UKUR ILMU FALAK DAN RUMUS SEGITIGA BOLA
1. Satuan Ukur Ilmu Falak
Dalam penghitungan ilmu falak menggunakan satuan ukur derajat, menit dan detik untuk menunjukan besarnya suatu sudut disamping itu juga menggunakan satuan ukur jam, menit dan detik untuk menunjukkan suatu waktu.
Simbol yang digunakan untuk menyatakan derajat, menit dan detik adalah sebagai berikut :
__o atau جه = derajat 1 lingkaran = 360 o
__’ atau قة = menit 1 o = 60 ‘
__” atau نى = detik 1’ = 60 “
Misalnya : 2o 5’ 8” dibaca : dua derajat lima menit delapan detik
Sedangkan simbol yang digunakan untuk menyatakan jam, menit dan detik adalah :
__j atau عة = jam 1 hari = 24 jam
__m atau قة = menit 1 j = 60 m
__d atau = نى detik 1m = 60 d
misalnya : 05j 06m 40d dibaca : lima jam enam menit empat puluh detik.
Dalam perhitungan ilmu falak, sering dilakukan konversi dari satuan ukur sudut (derajat) menjadi satuan ukur waktu (jam) atau sebaliknya. Konversi ini dilakukan dengan berpedoman pada tempuhan peredaran semu matahari, yang sekali putaran (360o) memerlukan waktu 24 jam sehingga :
360o = 24j 24j = 360o
15o = 1j 1j = 15o
1o = 4m 4m = 1o
15 = 1m 1m = 15
1 = 4d 4d = 1
15 = 1d 1d = 15
1. Konversi Derajat Menjadi Jam
cara mengkonversi dari derajat menjadi jam yaitu data derajat dibagi 15
contoh : 15o 30’ 45” : 15 = 01j 02m 03.00d
16o 16’ 16” : 15 = 01j 05m 05.07d
2. Konversi jam menjadi derajat
cara menkonversi jam ke derajat yaitu data jam dikalikan 15
contoh : 01j 02m 03d x 15 = 15o 30’ 45”
03j 05m 05d x 15 = 46o 16’ 15”

1 Ibn Mandur, Lisan al-Arab, Vol. 10 (tt : al-Mausu’ah, tt), 476
2 QS al-Anbiya’ (21): 33
3 Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya 499
4 QS Yasin (36): 40
5 Depag, Al-Qur’an...... (Jakarta : Bina Restu, 1975), 710
6 Departemen P & K, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 1999), 274
7 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Vol.3 (Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), 304
8 Depag RI, Almanak Hisab Rukyat (Jakarta : Proyek Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, 1981),14
9 Muhyiddin Khazin, Ilmu Falak, Dalam Teori dan Praktek (Yogyakarta : Buana Pustaka, 2004), 3
10 Moh. Murtadho, Ilmu Falak Praktis ( Malang : Fakultas Syari’ah UIN Malang, 2006), 2
11 ilmu falak secara umum dibagi dua yakni ilmi dan amali, lebih lengkapnya lihat pada Ruang Lingkup Pembahasan
12 Abu Bakar Ahamad ibn al-Hasan ibn Ali al-Bayhaqiy, al-Sunan al-Kubra li al-Bayhaqiy,
13 Dahlan, Ensiklopedi Vol.3 (Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997), 305
Share:

1 comment:

  1. Assalamua'laikum...

    Admin,bagaimana jika majoritasnya populasi bumi mengemukakan usul dunia diambang kehancuran; jika admin ada dalil falak mengukuhkan penafsiran kalendar hijrah tidakkan sampai 1500h?

    ReplyDelete

Search This Blog