BAB II
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI PENGERTIAN PAHAM DEMOKRASI
(ETIMOLOGI DAN TERMINOLOGI)
1.
Definisi atau Pengertian Demokrasi
Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahanpolitik yang
kekuasaan pemerintahannya berasal
dari rakyat, baik secara langsung (demokrasi langsung) atau melalui perwakilan (demokrasi perwakilan). Secara etimologi pengertian demokrasi berasal dari bahasa Yunani, yakni
“demos” yang artinya rakyat dan “kratos/kratein” artinya kekuasaan/ berkuasa.
Jadi demokrasi adalah kekuasaan ada ditangan rakyat.
Dalam hal ini
demokrasi berasal dari pengertian bahwa kekuasaan ada di tangan rakyat. Maksudnya kekuasaan yang baik
adalah kekuasaan yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Sejarah demokrasi berasal dari sistem yang berlaku di negara-negara kota
(city state) Yunani Kuno pada abad ke 6 sampai dengan ke 3 sebelum masehi.
Waktu itu demokrasi yang dilaksanakan adalah demokrasi langsung yaitu suatu
bentuk pemerintahan dimana hak untuk membuat keputusan politik dan dijalankan
secara langsung oleh seluruh warga negaranya yang bertindak berdasarkan
prosedur mayoritas hal tersebut dimungkinkan karena negara kota mempunyai
wilayah yang relatif sempit dan jumlah penduduk tidak banyak (kurang lebih 300
ribu jiwa). Sedangkan waktu itu tidak semua penduduk mempunyai hak :
o bersifat langsung dari demokrasi Yunani Kuno dapat diselenggarakan
secara efektif karena berlangsung dalam kondisi sederhana, wilayahnya terbatas
serta jumlah penduduknya sedikit (kurang lebih 300 ribu jiwa dalam satu kota).
Ketentuan demokrasi yang hanya berlaku untuk warga negara resmi.
Ketentuan demokrasi yang hanya berlaku untuk warga negara resmi.
o Hanya bagian kecil dari penduduk.
Gagasan demokrasi Yunani hilang dari dunia Barat ketika Romawi Barat
dikalahkakn oleh suku German. Dan Eropa Barat memasukkan Abad Pertengahan “AP” (600-1400).
Abad pertengahan di Eropa Barat dicirikan oleh struktur total yang
feodal (hubungan antara Vassal dan Lord). Kehidupan sosial dan spiritual
dikuasai Paus dan pejajabat agama lawuja. Kehidupan politiknya ditandai oleh
perebutan kekuasaan antar bangsawan.
Dari sudut perkembangan demokrasi AP menghasilkan dokumen penting yaitu
Magna Charta 1215. Ia semacam contoh antara bangsawan Inggris dengan Rajanya
yatu John. Untuk pertama kali seorang raja berkuasa mengikatkan diri untuk
mengakui dan menjamin beberapa hak bawahannya.
Mungkin Anda belum tahu siapa pemikir-pemikir yang mendukung
berkembangnya demokrasi. pemikir-pemikir yang mendukung berkembangnya demokrasi
antara lain: John Locke dari Inggris (1632-1704) dan Mostesquieu dari Perancis
(1689-1755).
Menurut Locke hak-hak politik mencakup atas hidup, hak atas kebebasan
dan hak untuk mempunyai milik (life, liberty and property).
Montesquieu, menyusun suatu sistem yang dapat menjamin hak-hak politik
dengan pembatasan kekuasaan yang dikenal dengan Trias Politica.
Trias Politica menganjurkan pemisahan kekuasaan, bukan pembagian
kekuasaan. Ketiganya terpisah agar tidak ada penyalahgunaan wewenang. Dalam
perkembangannya konsep pemisahan kekuasaan sulit dilaksanakan, maka diusulkan
perlu meyakini adanya keterkaitan antara tiga lembaga yaitu eksekutif,
yudikatif dan legislatif.
Pengaruh paham demokrasi terhadap kehidupan masyarakat cukup besar,
contohnya:
· perubahan sistem pemerintahan di Perancis melalui revolusi.
· revolusi kemerdekaan Amerika Serikat (membebaskan diri dari dominasi
Inggris).
Saat ini demokrasi telah digunakan sebagai dasar dalam sistem
pemerintahan di berbagai negara, termasuk dengan Indonesia. Di Indonesia
istilah demokrasi ada kalanya digandengkan dengan kata Liberal, Terpimpin dan
Pancasila.
Seringkah Anda mendengar kata-kata tersebut?
Namun perlu Anda ketahui, bahwa di sana terdapat perbedaan aliran
pemikiran dalam penerapannya. Perbedaan itu menimbulkan berbagai macam
penerapan pemerintahan.
2. Macam-macam
Demokrasi
Macam-macam demokrasi pemerintahan yang dianut oleh berbagi bangsa di
dunia adalah demokrasi parlementer, demokrasi dengan pemisahan kekuasaan dan
demokrasi melalui referendum. Marilah kita bahas satu-persatu.
a. Demokrasi Parlementer
Adalah suatu demokrasi yang menempatkan
kedudukan badan legislatif lebih tinggi dari pada badan eksekutif. Kepala
pemerintahan dipimpin oleh seorang Perdana Menteri. Perdana menteri dan
menteri-menteri dalam kabinet diangkat dan diberhentikan oleh parlemen. Dalam
demokrasi parlementer Presiden menjabat sebagai kepala negara.
b. Demokrasi dengan sistem pemisahan kekuasaan
Dianut sepenuhnya oleh Amerika Serikat. Dalam sistem ini, kekuasaan
legislatif dipegang oleh Kongres, kekuasaan eksekutif dipegang Presiden, dan
kekuasaan yudikatif dipegang oleh Mahkamah Agung.
Dengan adanya pemisahan kekuasaan seperti itu, akan menjamin
keseimbangan dan menghindari penumpukan kekuasaan dalam pemerintah.
c. DemokrasimelaluiReferendum
Yang paling mencolok dari sistem demokrasi melalui referendum adalah
pengawasan dilakukan oleh rakyat dengan cara referendum. Sistem referendum
menunjukkan suatu sistem pengawasan langsung oleh rakyat. Ada 2 cara
referendum, yaitu referendum obligatordan fakultatif.
Referendum obligator
atau wajib lebih menekankan pada pemungutan suara rakyat yang wajib dilakukan
dalam merencanakan pembentukan UUD negara, sedangkan referendum fakultatif,
menenkankan pada pungutan suara tentang rencana undang-undang yang sifatnya
tidak wajib.
3. Nilai-Nilai dalam Demokrasi
Henri B. Mayo dalam
bukunya Introduction to Democratic Theory memberi definisi demokrasi sebagai
sistem politik sebagai berikut:
“ sistem politik
yang demokratis ialah di mana kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar
mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam
pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan pada prinsip kesamaan politik dan
diselenggarakan dalam suasana terjaminya kebebasan politik”
Lebih lanjut B. Mayo
menyatakan bahwa demokrasi didasari oleh beberapa nilai, yakni:
1. Menyelsaikan
perselisihan dengan damai dan secara melembaga.
2. Menjamin
terselenggaranya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang sedang berubah.
3. Menyelenggarakan
pergantian pimpinan secara teratur.
4. Membatasi pemakaian
kekerasan sampai minuman.
5. Menjamin tegaknya
keadilan.
Untuk melaksanakan nilai-nilai demokrasi perlu diselenggarakan beberapa
lembaga sebagai berikut:
2. Suatu dewan
perwakilan rakyat yang mewakili golongan-golongan dan kepentingan-kepentingan
dalam masyarakat dan dipilih dengan pemilihan umum yang bebas dan rahasia dan
atas dasar sekurang-kurangnya dua calon untuk setiap kursi.
3. Suatu organisasi
politik yang mencakup satu atau lebih partai politik.
4. Pers dan media massa
yang bebas untuk menyatakan pendapat.
5. Sistem peradilan
yang bebas untuk menjamin hak-hak asasi dan mempertahankan keadilan.
Hampir semua teoritis –bahkan sejak zaman klasik- selalu menekankan
bahwa sesungguhnya yang berkuasa dalam demokrasi itu adalah rakyat atau demos,
populus. Oleh karena itu, selalu
ditekankan peranan demos yang senyatannya dalam proses politik yang
berjalan. Paling tidak, dalam dua tahap
utama: pertama, agenda setting, yaitu tahap untuk memilih masalah apa yang
hendak dibahas dan diputuskan; kedua, deciding the outcome, yaitu tahap
pengambilan keputusan.
4. Bentuk-Bentuk
Demokrasi
·
Demokrasi langsung
Demokrasi
langsung merupakan suatu bentuk demokrasi dimana setiap rakyat memberikan suara
atau pendapat dalam menentukan suatu keputusan. Dalam sistem ini, setiap rakyat
mewakili dirinya sendiri dalam memilih suatu kebijakan sehingga mereka memiliki
pengaruh langsung terhadap keadaan politik yang terjadi. Sistem demokrasi
langsung digunakan pada masa awal terbentuknya demokrasi di Athena dimana
ketika terdapat suatu permasalahan yang harus diselesaikan, seluruh rakyat
berkumpul untuk membahasnya. Di era modern sistem ini menjadi tidak praktis
karena umumnya populasi suatu negara cukup besar dan mengumpulkan seluruh
rakyat dalam satu forum merupakan hal yang sulit. Selain itu, sistem ini
menuntut partisipasi yang tinggi dari rakyat sedangkan rakyat modern cenderung
tidak memiliki waktu untuk mempelajari semua permasalahan politik negara.
·
Demokrasi perwakilan
Dalam demokrasi perwakilan, seluruh rakyat memilih
perwakilan melalui pemilihan umum untuk
menyampaikan pendapat dan mengambil keputusan bagi mereka.
5. Asas pokok
demokrasi
Gagasan pokok atau gagasan dasar suatu
pemerintahan demokrasi adalah pengakuan hakikat manusia, yaitu pada dasarnya manusia mempunyai
kemampuan yang sama dalam hubungan sosial. Berdasarkan gagasan dasar tersebut terdapat dua asas pokok demokrasi,
yaitu:
1. Pengakuan partisipasi rakyat dalam pemerintahan, misalnya
pemilihan wakil-wakil rakyat untuk lembaga perwakilan rakyat secara langsung, umum, bebas, dan rahasia serta jujur
dan adil; dan
2. Pengakuan
hakikat dan martabat manusia, misalnya adanya tindakan pemerintah untuk
melindungi hak-hak asasi manusia demi kepentingan bersama.
B.
DEMOKRASI DI INDONESIA
A. Sejarah Demokrasi di
Indonesia
Sejarah demokrasi di Indonesia dapat di bagi dalam 4 periode yaitu:
1. Periode 1945-1959
Demokrasi
pada masa dikenal dengan sebutan demokrasi parlementer. Sistem parlementer yang
dimulai berlaku sebulan sesudah kemerdekaan di proklamirkan dan diperkuat dalam
UUD 1945 dan 1950, karna kurang cocok untuk indonesia. Persatuan yang dapat di
galang selama menghadapi musuh bersama dan tidak dapat dibina menjadi
kekuatan-kekuatan konstuktif sesudah kemerdekaan tercapai karna lemahnya benih-benih
demokrasi sistem parlementer memberi peluang untuk dominasi partai-partai
politik dan dewan perwakilan rakyat.
Kekuatan
sosial dan politik yang memperoleh saluran dan tempat yang realisistas dalam
kontelasi politik, padahal merupakan kekuatan yang paling penting yaitu seorang
presiden yang tidak mau bertindak sebagai “Rubber stamppresident” (presiden
yang membubuhi capnya belaka) dan tentara yang karna lahir dalam repolusi
merasa bertanggung jawab untuk turut menyelesaikan persoalan-persoalan yang di
hadapi oleh masyarakat indonesia pada umumnya.
2. Periode 1959-1965
Ciri-ciri
priode ini adalah dominasi dari presiden. Terbatasnya terbatasnya peranan
partai politik, berkembangnya pengaruh komunis meluasnya peranan ABRI sebagai
unsur sosial politik.
3. Periode 1965-1998
Perkembangan
demokrasi di negara kita di tentukan batas-batasnya tidak hanya oleh keadaan
sosial, kulturia, gegrapis dan ekonomi, tetapi juga oleh penelitian kita
mengenai pengalam kita pada masa lampau kita telah pada sampai titik dimana
pada disadari bahwa badan exsekutip yang tidak kuat dan tidak kontinyu tidak
akan memerintah secara efektip sekalipun ekonominya teratur dan sehat, tetapi
kita menyadarinya pula bahwa badan eksekutip yang kuat tetapi tidak “commited”
kepada suatu perogram pembangunan malahan mendapat kebobrokan ekonomi karna
kekuasaan yang di milikinya di sia-siakan untuk tujuan yang ada pada hakikatnya
merugikan rakyat.
Dengan
demikian secara umum dapat dijelaskan bahwa watak demokrasi pancasila tidak
berbeda dengan demokrasi pada umumnya. Karna demokrasi pancasila memandang
kedaulatan rakyat sebagai inti dari sistem demokrasi. Karenanya rakyat
mempunyai hak yang sama untuk menentukan dirinya sendiri. Begitu pula
partisipasi yang sama semua rakyat untuk itu pemerintah patit memberikan
perlindungan dan jaminan bagi warga negara dalam menjalankan hak politik.
4. Periode Pasca Orde
Baru atau Masa Sekarang
Sukses atau gagalnya suatu transisi
demokrasi sangat bergantung pada 4 faktor kunci yaitu:
1. Komposisi
elite politik
2. Desain
institusi politik
3. Kultur
politik atau perubahan sikap terhadap politik dikalangan elite dan non elite
4. Peran civil society
(masyarakat madani)
Ke-4 faktor diatas itu harus di
jalan secara sinergis dan berkelindan sebagai modal untuk mengonsolidasikan
demokrasi. Pengalaman negara-negara demokrasi yang sudah established
memperlihatkan bahwa institusi-institusi demokrasi bisa tetap berfungsi
walaupun jumlah pemilihannya kecil. Karena itu untuk mengatur tingkat
kepercayaan publik terhadap instusi tidak terletakkan pada beberapa besar
partisipasi politik warga yang bisa dijadikan indikasi bahwa masyarakat
memiliki kepercayaan terhadap institus-institusdemokrasi adalah apakah
partisipasi politik mereka itu dilakukan secara suka rela atau dibayar dengan
gerakan.
B. Unsur-Unsur
Pendukung Tegaknya Demokrasi
1. Negara Hukum (Rechtsstaat
atau The Rule of law)
Negara hukum memiliki
pengertian bahwa negara memberikan perlindungan hukum bagi warga negara melalui
pelembagaan peradilan yang bebas dan tidak memihak serta menjamin Hak Asasi
Manusia (HAM). Secara garis besar negara
hukum adalah sebuah negara dengan gabungan kedua konsep rechesstaat dan the
rule of law. Konsep rechtstaat mempunyai
ciri ciri sebagai berikut:
a. Adanya perlindungan
terhadap HAM
b. Adanya pemisahan dan
pembagian kekuasaan pada lembaga negara untuk menjamin perlindungan HAM
c. Pemerintahan
berdasarkan peraturan
d. Adnya peradilan
administrasi.
Sedangkan, the rule
of law dicirikan oleh adanya:
a. Supremasi
aturan-aturan hukum
b. Kesamaan kedudukan
didepan hukum
c. Jaminan perlindungan
HAM.
Lebih luas dari
ciri-ciri di atas, sebagaimana dinyatakan oleh Muh. Mahfudz MD, negara hukum
adalah sebagai berikut:
a. Adanya perlindungan
konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak individu, konstitusi harus pula
menentukan cara prosedural untuk memperoleh atas hak-hak yang dijamin (due
process of law)
b. Adanya badan kehakiman
yang bebas dan tidak memihak
c. Adanya pemilu yang
bebas
d. Adanya kebebasan
menyatakan pendapat
e. Adanya kebebasan
berserikat dan beroposisi
f. Adanya pendidikan
kewarganegaran.
Istilah negara hukum
di Indonesia dapat ditemukan dalam penjelasan UUD 1945 yang berbunyi: “
Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtsstaat) dan bukan
berdasar atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Penjelasan tersebut sekaligus
merupakan gambaran sistem pemerintahan di Indonesia.
2. Masyarakat Madani (Civil
Society)
Yaitu masyarakat dengan ciri-cirinya yang terbuka, egaliter, bebas dari
dominasi dan tekanan negara. Masyarakat madani merupakan elemen yang sangat
signifikan dalm membangun demokrasi. Posisi penting masyarakat madani dalm
membangun demokrasi adalah adanya partisipasi mayarakat dalam proses-proses
pengambilan keputusan yang dilakukan negara atau pemerintah.
3. Aliansi Kelompok
Strategis
Kelompok ini dapat
mendukung tegaknya demokrasi yang terdiri dari partai politik, kelompok
gerakkan dan kelompok penekanan atau kelompok kepentingan termasuk didalamnya
pers yang bebas dan bertanggung jawab.
Partai politik merupakan struktur kelembagaan politik yang
anggota-anggotanya meampunyai tujuan yang sama, yaitu memperoleh kekuasaan dan
kedudukan politik untuk mewujudkan kebijakan-kebijakan politiknya.
Kelompok gerakan
yang digerakkan oleh organisasi masyarakat, merupakan sekumpulan orang-orang
yang berhimpun dalam satu wadah organisasi yang beroriantasi pada pemberdayaan
warganya seperti Nahdlatul Ulama’, Muhammadiyah, dan sebagainya.
Kelompok kepentingan
(pressure/interst group) adalah sekelompok orang dalam sebuah wadah
organisasi yang didasarkan pada kreteria keahlian seperti Ikatan Dokter
Indonesia (IDI), Asosiasi Ilmuan Politik Indonesia (AIPI), dan lain-lain.
C.
Ciri-ciri Pemerintahan Demokratis
Dalam perkembangannya, demokrasi
menjadi suatu tatanan yang diterima dan dipakai oleh hampir seluruh negara di dunia. Ciri-ciri suatu pemerintahan demokrasi adalah sebagai berikut:
1. Adanya
keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan politik, baik langsung maupun tidak
langsung (perwakilan).
2. Adanya
pengakuan, penghargaan, dan perlindungan terhadap hak-hak asasi rakyat (warga
negara).
4. Adanya
lembaga peradilan dan kekuasaan kehakiman yang independen sebagai alat
penegakan hukum
6. Adanya pers
(media massa) yang bebas untuk menyampaikan informasi dan mengontrol perilaku
dan kebijakan pemerintah.
7. Adanya
pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan
rakyat.
8. Adanya
pemilihan umum yang bebas, jujur, adil untuk menentukan (memilih) pemimpin
negara dan pemerintahan serta anggota lembaga perwakilan rakyat.
9. Adanya
pengakuan terhadap perbedaan keragamaan (suku, agama, golongan, dan
sebagainya).
C. Pandangan Islam tentang Demokrasi
Masalah hubungan Islam dengan demokrasi oleh beberapa cendekiawan
muslim, dibahas dalam dua pendekatan: normatif dan empiris. Pada dataran normatif, mereka mempersoalkan
nilai-nilai demokrasi dari sudut pandangan ajaran Islam. Sementara pada dataran empiris, mereka
menganalisis implementasi demokrasi dalam praktik politik dan ketatanegaraan.
Menurut Syafii Maarif, pada dasarnya syura merupakan gagasan politik
utama dalam al-Qur’an. Jika konsep syura
itu ditransformasikan dalam kehidupan modern sekarang, maka sistem politik
demokrasi adalah lebih dekat denagn cita-cita politik Qur’ani, sekalipun ia
tidak selalu identik dengan praktik demokrasi Barat.
Moh. Iqbal berpendapat bahwa sekalipun demokrasi Barat bukannya tanpa
cacat, ia menerima demokrasi sebagai sistem politik. Bahkan ia menganggap bahwa demokrasi sebagai
aspek terpenting dari cita-cita politik Islam.
Kritik Iqbal terhadap demokrasi bukanlah dari aspek normatifnya, tetapi
dalam praktik pelaksanaannya. Lebih
lanjut Iqbal mengatakan demokrasi sering diapakai untuk menutupi begitu banyak
ketidakadilan di samping dipakai sebagai alat imperalisme dan kapitalisme untuk
mengisap rakyat jajahannya. Namun,
dengan cacat seperti itu, tidak ada alasan bagi umat Islam untuk menolak
demokrasi. Kohesi antara Islam dengan demokrasi terletak pada prinsip persamaan
(equality), yang di dalam Islam dimanifestasikan oleh Tauhid sebagai
gagasan kerja dalam kehidupan sosio-politik umat Islam. Hakikat tauhid sebagai suatu gagasan kerja
ialah persamaan, solidaritas dan kebebasan.
Agar tauhid sebagai gagasan kerja itu bisa “membumi” Iqbal menghimbau
umat Islam untuk secara sadar dan kreatif membangun lagi tatanan sosio-politik,
untuk menciptakan apa yamg disebut sebagai demokrasi spiritual di muka bumi.
Baginya, kekurangan demokrasi barat tampak pada aspek spiritualnya. Selebihnya,
ia merasa tidak ada persoalan untuk menerima sistem demokrasi sebagai sistem
politik.
Dan Fazlur Rohman
menelaah hubungan konsep syura’ dengan demokrasi,melihat kedua institusi itu
secara organik dengan perintah-perintah Al-Quran, di samping di ambilkan
sejarah selama periode Nabi dan al-Khufa’ al-Rasyidun. Fazlur berpendapat bahwa
instuisi semacam syura’ telah ada pada masyarakat arabia pra Islam. Waktu itu,
parra pemuka suku atau kota menjalankan urusan bersamamelalui permusyawaratan.
“Instuisi inilah yang kemudian di demokrasikan oleh Al-Qur’an, yang menggunakan
istilah nadi atau syura”. Lebih lanjut mengatakan, maka kalau ada perubahan
dasar yang dilakukan Al-Qur’an adalah mengubah syura dari sebuah instuisi suku
menjadi instuisi komunitas, karena ia menggantikan hubungan darah dengan hubungan iman.
Selanjutnya Rahman memperkuat teorinya dengan tinjauan historis konsep
syura dalam sejarah Islam, yakni dengan menunjukkan pertemuan di balai sa’idah
segera setelah Nabi Muhammad wafat. Rahman melihat itu sebagai pelaksaan
prinsip syura yang pertama. Kejadian itu kemudian di ikuti dengan pidato
pelantikan Abu Bakar sebagai khalifah pertama. Dalam pidato pelantikan itu,
secara kategoris ia menyatakan bahwa dirinya telah menerima mandat dari rakyat
yang memintanu, secara kategoris ia menyatakan bahwa dirinya telah menerima
mandat dari rakyat yang memintanya melaksanakan Al-Qur’an dan Sunah, ia perlu
di dukung terus.Tetapi bilamana ia melakukan pelanggaran berat maka ia harus di
turunkan.
Pidato Abu Bakar itu, menurut Rahman, “jelas menguatkan bahwa “Negara
Islam” mendapatkan sanksinya dari komunitas Islam, dan karena karena itu
sepunahnya demokratik. Adapun bentuk-bentuk demokrasi dapat berbeda-beda
menurut kondisi yang ada dalam suatu masyarakat. Untuk dapat memilih suatu
bentuk demokrasi yang sesuai dengan keadaan suatu masyarakat islam tertentu,
peranan ijitihad meanjadi sangat menentukan. Yang paling pokok adalah
pelaksanaan prinsip syura yang di pertahankan dan di hormati secara sadar.
Sehingga umat islam bebas menentukan tipe sistem politik demokrasi yang mereka
inginkan.
Berpijak pada pandangan dua pemikir terkemuka itu, syafi’i merasa yakin
dan tidak mempunyai hambatan apa pun dalam meaneriama sistem politik demokrasi.
Syafi’i juga merasa tidak perlu mempersoaalkan bentuk demokrasi macam apa
darimana asalnya, apakah demokrasi barat atau lainnya, tidak jadi soal. Yang
penting prinsip syura benar-benar di jalankan.
Adapun dasar-dasar musyawarah sebagaimana yang sudah digariskan oleh
Al-Qur’an dapat di jumpai dalam surah Ali Imron ayat 159 dan di dalam surah Asy
Syuura ayat 38. Kita temui bahwa ayat ini diturunkan setelah kaum muslimin
terpukul mundur di dalam Perang Uhud, setelah Rasulullah memakai pendapat
mayoritas massa dan meninggalkan pendapatnya sendiri,dalam rangkah mennerapkan
prinsip musyawarah. Dan kadang terlintas dalam pikiran kaum muslimin, bahwa
sekiranya mereka menaati pendapat mayoritas massa, sudah tentu akan berakibat
fatal. Dengan kata lain, tidak perlu ada musyawarah, bahkan meniadakan
musyawarah itu dianggap lebih baik.
Maka turunlah ayat ini memberitahukan kepada kita, bahwa musyawarah itu
asas hukum dan kemaslahatan manusia. Meski kaum muslimin menderita kekalahan
perang yang di akibatkan oleh musyawarah, tetapi hal itu lebih baik bagi mereka
dibandingkan menderita kerugian kepribadian, dan dari pada seseorang sesudah
Rhasul menghukumi kekuatan, darah,
harta, dan kehormatan dengan pendapat sendiri.
Dari peristiwa Perang Uhud di atas, dapatlah diambil hikmahnya oleh umat
islam yaitu:
Pertama, Rhasulullah SAW. Diperintahkan agar bermusyawarah dengan para
sahabatnya dengan maksud menarik hati
dan menormalisasikan mereka.
Kedua, beliau diperintahkan melaksanakan musyawarah mengenai perang agar
beliau mempunyai kepastian pendapat yang benar, lalu bertindak berdasar
pendapat pendapat itu.
Ketiga, beliau di perintahkan untuk bermusyawarah dengan mereka, karena
di dalam musyawarah itu terdapat manfaat dan maslahat.
Keempat, beliau diperintahkan agar melakukan musyawarah dengan mereka,
agar beliau di teladani oleh generasi berikutnya.
Anggota musyawarah adalah orang-orang yang di pandang mempunyai
kecakapan untuk menyelesaikan masalah. Dalam istilah hukum tata negara Islam
disebut dengan ahlul halli wal ‘aqdi(yang berkemampuan untuk mengurai
dan menyimpul). Oleh karena itu, Islam tidak memberikan kepastian tentang siapa
yang berhak menjadi anggota musyawarah, hadist Nabi riwayat Bukhari ysng
mengajarkan, “apabila di serahkan sesuatu urusan kepada yang bukan ahlinya,
nantikanlah saat kehancuran.”
Demikian juga tentang tata cara musyawarah, dengan bijaksana diserahkan
pada pertimbangan kaum muslimin. Karenanya ia tidak menetapkan apakah rakyat
harus diminta pendapatnya secara laangsung atau melalui wakil-wakil yang mereka
percayai, apakah wakil-wakil tersebut harus dipilih melalui pemilihan umum atau
melalui badan pemilih, apakah permusyawaratan tersebut harus terdiri satu dewan
atau dua dewan dan sebagainya.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Demokrasi adalah suatu bentuk pemerintahanpolitik yang kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat, baik secara langsung (demokrasi langsung) atau melalui perwakilan (demokrasi perwakilan).Secara etimologi pengertian demokrasi berasal dari
bahasa Yunani, yakni “demos” yang artinya rakyat dan “kratos/kratein” artinya
kekuasaan/ berkuasa. Jadi demokrasi adalah kekuasaan ada ditangan rakyat.
Dalam kehidupan, demokrasi bukanlah kata benda tetapi
lebih merupakan kata kerja yang mengandung makna sebagai proses dinamis. Karena itu demokrasi harus
diupayakan dan di biasakan dalam kehidupan sehari-hari.
Pemuliaan ilmuwan muslim terhadap kemampuan akal
ternyata telah berpengaruh pada bangkitnya kembali tuntutan demokrasi di
masyarakat barat. Dengan ungkapan lain, rasionalitas islam mempunyai sumbangsih tidak sedikit
terhadap kemunculan kembali tradisi berdemokrasi di Yunani.
Partai politik memiliki peran
yang sangat penting startegis terhadap proses demokrasi yaitu selain sebagai
struktur kelembagaan politik yang anggotanya bertujuan mendapatkan kekuasaan
dan kedudukan politik, mereka juga sebagai wadah bagi penampungan aspirasi
rakyat. Peran tersebut merupakan implementasi nilai-nilai demokrasi yaitu peran
serta masyarakat dalam melakukan kontrol terhadap penyelenggaraan negara
melalui partai politik
No comments:
Post a Comment