Pengertian
Najis menurut arti bahasa adalah sesuatu
yang menjijikkan. Sedangkan menurut arti syara’ adalah sesuatu yang dianggap
menjijikkan yang dapat mencegah sahnya shalat, sekiranya syara’ tidak
memberikan toleransi (rukhsoh). Imam Nawawi al Jawi menyebutkan bahwa sesuatu
yang berhukum najis ada dua puluh, yakni:
1. Air kencing.
2. Madzi.
3. Wadi.
4. Tinja.
5. Anjing.
6. Babi.
7. Anak anjing dan babi.
8. Sperma anjing dan babi.
9. Nanah yang berubah rasa, bau, dan
warnanya.
10. Nanah yang bercampur dengan darah.
11. Nanah.
12. Empedu.
13. Cairan yang memabukkan.
14. Sesuatu yang keluar dari perut (muntahan
atau yang lain).
15. Air susu hewan yang haram dimakan.
16. Bangkai selain bangkai manusia, ikan, dan
belalang.
17. Darah selain hati dan limpa.
18. Makanan yang dikeluarkan dari perut binatang
untuk dimakan lagi (mamahan atau gayeman).
19. Air liur yang berasal dari perut.
20. Asap dari sesuatu yang najis.
Pembagian Najis
1. Najis dilihat dari segi bentuk atau
wujudnya ada dua macam;
A. Najis hukmiyah, yakni najis yang tidak
mempunyai bentuk (jirim), rasa, warna, ataupun bau.
B. Najis ‘ainiyah, yakni najis yang
mempunyai salah satu dari bentuk (jirim), rasa, warna, ataupun bau.
2. Najis dilihat dari tingkatan hukumnya
ada tiga macam;
A. Najis mukhoffafah, yakni najis yang
berupa air kencing anak laki-laki kecil yang belum mencapai usia dua tahun dan
belum makan selain ASI (air susu ibu) untuk tujuan menambah pertumbuhannya. Cara
mensucikannya adalah cukup dengan memercikkan air di permukaan sesuatu yang
terkena najis, sekalipun tidak sampai mengalir.
B. Najis mutawassithoh, yakni najis-najis
selain najis mukhoffafah dan mugholladhoh. Cara mensucikannya adalah dengan
menghilangkan jirim, dan semua sifat-sifatnya (bau, rasa, warna), kemudian
disiram dengan air. Hanya saja apabila masih tersisa warna atau bau yang sulit
dihilangkan, maka sudah dianggap suci.
C. Najis mugholladhoh, yakni anjing, babi,
dan anak keduanya atau salah satunya. Cara mensucikannya adalah dengan dibasuh
sebanyak tujuh kali, yang salah satu basuhannya dicampur dengan debu atau
sejenisnya; seperti lumpur dan pasir yang mengandung debu. Hal ini sesuai
dengan hadits Nabi yang berbunyi :
طَهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ، إِذَا وَلَغَ
فِيهِ الْكَلْبُ، أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ، أُوْلاَهُنَّ بِالتُّرَابِ.
(رواه مسلم)
“Sucinya bejana kalian semua, ketika
dijilat anjing, adalah dengan membasuhnya sebanyak tujuh kali yang salah
satunya (dicampur) dengan debu.” (HR. Muslim)
Catatan:
1) Najis yang sudah tidak mempunyai
warna, bau dan rasa (najis hukmiyyah), maka cara mensucikannya cukup dengan mengalirkan
air pada tempat yang terkena najis.
2) Dalam mencampur debu dengan air dapat
menggunakan salah satu dari tata-cara sebagai berikut:
a) Air dan debu dicampur secara bersamaan
kemudian diletakkan pada tempat yang terkena najis. Cara penyampuran ini adalah
yang paling utama dari cara yang lain, bahkan Imam Asnawi melarang untuk
menggunakan cara selain ini.
b) Debu diletakkan terlebih dahulu pada
tempat yang terdapat najis, kemudian menuangkan air, lalu keduanya dicampur
sebelum dibasuh.
c) Kebalikan dari cara yang kedua, yakni
air dituangkan ke tempat yang terdapat najis, kemudian debu diletakkan, lalu
keduanya dicampur sebelum dibasuh.
Apabila menggunakan cara yang pertama dan
kedua, maka disyaratkan jirim najis sudah hilang. Tujuh kali basuhan mulai
dihitung setelah ‘ainiyah najis dihilangkan. Apabila ‘ainiyah najis tersebut
tidak bisa hilang kecuali dengan enam basuhan, maka menurut qoul mu’tamad yang
dianggap shohih oleh Imam Nawawi, enam basuhan tersebut masih dihitung satu
kali basuhan.
Najis mugholladhoh apabila dibasuh dalam
air sungai yang mengalir dan keruh, maka cukup digerak-gerakkan sebanyak tujuh
kali, tanpa harus dicampur dengan debu.
Contoh Pelaksanaan
Contoh praktis menghilangkan najis
mukhoffafah;
1. Air kencing dihilangkan ‘ainiyahnya
terlebih dahulu hingga kering.
2. Air dipercikkan secara merata tanpa
harus mengalir.
3. Air percikan dibiarkan terlebih
dahulu, kemudian dikeringkan dengan kain suci.
a) Contoh praktis menghilangkan najis
mutawassithoh yang berupa kotoran ayam di lantai;
1) Dihilangkan jirim dan sifat-sifat
najis dengan kulit kelapa, kain atau yang lain, sehingga berubah dari ‘ainiyah
menjadi hukmiyyah,
2) Setelah itu, ditunggu sampai kering
dan mengalirkan air suci di atas tempat yang terkena najis tersebut.
b) Contoh praktis menghilangkan najis
mugholladhoh yang berupa jilatan anjing di lantai;
1) Sediakan air yang dicampur dengan debu
secukupnya, yang keduanya suci mensucikan,
2) Kotoran anjing dihilangkan jirimnya
dengan menggunakan kain, kulit kelapa, atau juga bisa dengan menggunakan air,
sampai tidak tersisa jirimnya,
3) Tempat yang terkena najis dibasuh
dengan air yang telah dicampur dengan debu sampai merata,
4) Dilanjutkan dengan basuhan air suci
sebanyak enam kali jika dalam menghilang-kan jirimnya dengan menggunakan selain
air, dan lima kali bila menggunakan air.
Jenis Najis yang Dima’fu
Ada beberapa jenis najis yang dima’fu,
yakni;
1. Najis yang dima’fu baik berada pada
pakaian maupun air, yaitu najis yang tidak dapat dilihat oleh mata; seperti
percikan air najis yang mengenai pakaian.
2. Najis yang dima’fu pada pakaian saja
(tidak dima’fu bila berada di air), yakni darah yang sedikit.
3. Najis yang dima’fu pada air saja
(tidak dima’fu pada pakaian), yakni seperti bangkai binatang yang tidak
mengalir darahnya; seperti bangkai nyamuk, cicak, kutu, dan kecoak.
Catatan:
Termasuk darah yang dima’fu adalah:
A. Darah hewan yang tidak mengalir darahnya;
seperti nyamuk, kutu, semut, cicak dan lainnya. Apabila tidak sengaja
mengeluarkannya, baik banyak atau sedikit, maka hukumnya tetap dima’fu, dan
apabila disengaja, maka hanya yang sedikit saja yang dima’fu. Adapun bangkainya
hukumnya najis tanpa ada hukum ma’fu.
B. Darah semisal luka atau semacamnya;
seperti jerawat, bisul dan lainnya. Apabila disengaja maka yang dima’fu hanya
yang sedikit, dan bila tidak sengaja sedikit ataupun banyak tetap dima’fu.