Secara konvensional, perguruan tinggi,
baik yang berbentuk universitas, institut, sekolah tinggi, maupun
politeknik, memiliki tiga tugas utama, yakni pendidikan dan pengajaran,
penelitian, dan pengabdian pada masyarakat yang lazim disebut sebagai
Tri Dharma Perguruan Tinggi. Bagi masyarakat kampus, istilah Tri Dharma
bukan barang asing. Tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa
perhatian pengelola perguruan tinggi pada ketiganya tidak seimbang.
Kegiatan pendidikan dan pengajaran memperoleh perhatian jauh di atas
yang lain, sehingga seolah-olah hanya itu tugas perguruan tinggi, walau
diakui sudah ada beberapa perguruan tinggi yang benar-benar kegiatan
penelitiannya sudah berkembang sangat baik, bahkan sudah menyebut
dirinya sebagai research university. Sebenarnya tanpa harus melabel diri sebagai research university, perguruan tinggi otomatis harus menjalankan tugas-tugas penelitian.
Karena hanya bertumpu pada pendidikan
dan pengajaran, maka peran perguruan tinggi hanya sebagai lembaga
pentransfer ilmu pengetahun. Dengan kata lain, perguruan tinggi hanya
bertugas memindahkan ilmu pengetahuan dari dosen ke mahasiswa, dan
karenanya merupakan sebuah kesalahan serius. Padahal, salah satu tugas
utama perguruan tinggi adalah mengembangkan dan memproduksi ilmu
pengetahuan (to develop and to produce knowledge). Bagaimana
mungkin bisa berperan sebagai lembaga pengembang dan penemu ilmu
pengetahuan, jika perguruan tinggi tidak mengembangkan program
penelitian. Dengan istilah yang agak kasar, saya membayangkan tanpa
penelitian perguruan tinggi tak ubahnya seperti lembaga kursus. Lembaga
kursus memang tidak ada tuntutan mengembangkan penelitian untuk
memproduksi ilmu pengetahuan.
Melalui penelitian, akan ditemukan
hal-hal baru, rumus baru, dan solusi baru terhadap berbagai persoalan
kehidupan masyarakat yang semakin hari semakin kompleks. Masyarakat yang
hidup di abad ke-21 ini merasakan betapa kompleksnya persoalan yang
mereka hadapi. Kemajuan teknologi dan industri yang demikian pesat
ternyata dibarengi dengan persoalan yang demikian kompleks, mulai dari
masalah migrasi internasional, komunikasi, perdagangan, budaya, hingga
pemanasan global dqn sebagainya yang merupakan ekses langsung dan tidak
langsung dari kemajuan teknologi. Ketika para pakar menciptakan
teknologi canggih tidak membayangkan bahwa di balik itu juga akan muncul
persoalan yang sangat kompleks. Sekadar contoh, masalah ekonomi tidak
bisa diselesaikan dengan pendekatan atau teori ekonomi saja, tetapi juga
memerlukan sosilologi, hukum, budaya, dst. Begitu pula masalah
kekerasan agama, tidak bisa diselesaikan dengan pendekatan agama, tetapi
juga sosial kemasyarakatan, hukum, dan bahkan politik.
Kompleksitias persoalan di masyarakat
menuntut tanggung jawab perguruan tinggi sebagai institusi yang paling
syah untuk menemukan jawaban permasalahan tersebut secara ilmiah.
Perguruan tinggi bukan lembaga yang lepas dan berdiri sendiri di luar
masyarakat. Ia merupakan bagian dari masyarakat. Karena itu, sudah
menjadi kewajibannya jika perguruan tinggi selalu mengikuti dinamika
persoalan yang terjadi di masyarakat. Perguruan tinggi memang bukan
institusi pengambil keputusan yang bisa mengeksekusi sebuah masalah,
melainkan lembaga yang memberikan kontribusi untuk menyelesaikan
masalah.
Persoalan klasik yang dihadapi perguruan
tinggi terkait dengan kemandekan penelitian adalah keterbatasan dana.
Sebenarnya persoalan ini bisa diselesaikan dengan cara bekerjasama
dengan berbagai lembaga, baik pemerintah maupun swasta. Belajar dari
pengalaman perguruan tinggi yang sudah mapan di Barat, produk penelitian
perguruan tinggi dinanti baik oleh lembaga-lembaga swasta maupun
pemerintah sebagai bahan evaluasi dan pengambilan kebijakan lebih
lanjut. Tentu pemerintah dan lembaga swasta bisa memanfaatkan hasil
penelitian karena kualitas penelitiannya baik dan hasilnya bisa
dipertanggungjawabkan (credible).
Karena itu, solusinya adalah perguruan
tinggi harus lebih dulu mengembangkan program penelitian yang
berkualitas dengan hasil yang credible agar memperoleh
kepercayaan publik. Selama ini ada kesan kegiatan penelitian tidak
serius dan dijalankan sekadar mengisi kegiatan rutin untuk kenaikan
pangkat, sehingga wajar jika hsilnya kurang maksimal. Akhirnya,
dokumen hasil penelitian hanya menjadi tumpukan kertas yang tak
bernilai. Untuk itu, membekali para dosen dengan pengetahuan dan
ketrampilan melakukan penelitian mesti memperoleh prioritas utama dari
para pimpinan perguruan tinggi.
Selain itu, untuk menunjang tercapainya
hasil penelitian yang baik adalah dengan memillih beberapa program
studi yang sudah mapan sebagai pilot project untuk basis
pengembangan penelitian dasar. Misalnya, sebuah perguruan tinggi
memiliki dua atau tiga program studi yang baik di bidang sains atau
ilmu sosial, maka perhatian atau fokus pengembangan penelitian bisa
diawali dari bidang-bidang itu. Di perguruan tinggi agama, misalnya,
fokus penelitian bisa pada bidang-bidang sosial keagamaan. Tampaknya,
kemandekan kegiatan penelitian di perguruan tinggi di Indonesia selama
ini karena tidak fokus pada jenis penelitian keilmuan tertentu. Semuanya
ingin dikembangkan, sehingga hasilnya tidka maksimal. Padahal, sumber
dana dan daya terbatas.
Yang tidak kalah pentingya lagi adalah
penguatan kelembagaan yang mengurusi penelitian, misalnya Lembaga
Penelitian (Lemlit), dengan (1) penguatan organisasi, (2) pengembangan
jaringan kerjasama dan komunikasi dengan lembaga-lembaga penelitian di
luar universitas, (3) pembentukan budaya riset sivitas akademika
universitas, dan (4) menampilkan hasil-hasil penelitian yang sudah ada
pada jurnal penelitian Lemlit.
Sebagai catatan penutup mengembangkan
penelitian bukan pekerjaan mudah. Ini memerlukan keahlian khusus, kerja
keras, dan menyenangi “kerja penelitian’. Kenyataannya perguruan tinggi
yang sudah layak disebut sebagai universitas riset memerlukan waktu
bertahun-tahun untuk melahirkan budaya meneliti warga kampusnya. Sulit,
tetapi harus dilakukan jika perguruan tinggi tidak mau disebut sebagai
lembaga kursus.
|
No comments:
Post a Comment