KATA PENGANTAR
الرَّحِيمِ الرَّحْمنِ اللهِ بِسْمِ
Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang masih memberikan nafas kehidupan, sehingga penulis dapat menyelesaikan pembuatan makalah dengan judul “Talak Prespektif Surat Al-Baqoroh ayat 229-230” dengan tepat waktu. Tidak lupa shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan inspirator terbesar dalam segala keteladanannya.
Tidak lupa penulis sampaikan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Hukum Perdata yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan makalah ini, orang tua yang selalu mendukung kelancaran tugas kami.
Akhirnya penulis sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi tim penulis khususnya dan pembaca yang budiman pada umumnya. Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya tugas ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.
Malang, 14 Desember 2013
Khamim Muhammad M
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I : PENDAHULUAN 3
1.1 Latar Belakang 3
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Penulisan 4
1.4 Manfaat Penulisan 4
1.5 Metode Penulisan 4
BAB II : PEMBAHASAN 5
2.1 Surat Al-Baqarah ayat 229-232 5
2.2 Asbabun Nuzul Surat Al-Baqarah ayat 229-232 7
2.3 Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 229-232 9
2.4 Kajian Hukum Surat Al-Baqarah ayat 229-232 14
2.5 Pelajaran Ayat Surat Al-Baqarah ayat 229-232 16
BAB III : PENUTUP 19
3.1 Kesimpulan 19
3.1 Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 20
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Al-Qur’an diturunkan Allah sebagai petunjuk bagi seluruh umat. Didalamnya terdapat hukum-hukum yang mencakup seluruh aspek kehidupan. al-Qur’an mengatur hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan menusia lainnya. Tidak hanya itu al-Qur’an juga mengatur manusia dalam hidup berumah tangga agar manusia dapat mewujudkan kehidupan yang harmonis. Namun jika hubungan berumah tangga tidak bisa dipertahankan al-Qur’an juga memberi solusi yang adil, yaitu talak.
Talak menurut bahasa yaitu bercerai, lepas, atau terikat. Adapun talak menurit ulama fiqih adalah kalimat yang dengannya berahir ikatan pernikahan. Kalimat talak bisa berupa kalimat yang jelas, sehingga orang yang mendengarnya langsung paham. Bisa juga dalam bentuk bahasa yang tidak selas (kinayah)
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas dapat dirumuskan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Surat Al-Baqarah ayat 229-232 ?
2. Bagaimanakah Asbabun Nuzul Surat Al-Baqarah ayat 229-232 ?
3. Bagaimanakah Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 229-232 ?
4. Bagaimanakah Kajian Hukum Surat Al-Baqarah ayat 229-232?
5. Bagaimanakah Pelajajaran Ayat ?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan tugas ini adalah sebagaimana berikut :
1. Untuk mengetahui Surat Al-Baqarah ayat 229-232.
2. Untuk mengetahui Asbabun Nuzul Surat Al-Baqarah ayat 229-232.
3. Untuk mengetahui Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 229-232.
4. Untuk mengetahui Kajian Hukum Surat Al-Baqarah ayat 229-232.
5. Untuk mengetahui Pelajajaran Ayat.
1.4 Manfaat Penulisan
1. Memberi pengetahuan baru tentang Surat Al-Baqarah ayat 229-232.
2. Memberi cakrawala baru pada pembaca Surat Al-Baqarah ayat 229-232
3. Memberi pengetahuan baru kepada pembaca perihal Tlak Prespektif Surat Al-Baqarah ayat 229-232
4. Bagi peneliti, makalah ini sebagai penambah ilmu pengetahuan dan wawasan.
5. Bagi pihak lain, makahlah ini sebagai bahan pertimbangan dan acuan untuk penelitian lebih lanjut.
1.5 Metode Penulisan
Dari pembuatan dan penulisan tugas “Talak Prespektif Surat Al-Baqarah ayat 229-232” ini, penulis menggunakan metode studi pustaka yaitu salah satu metode yang digunakan dalam penulisan Karya Tulis (tugas) dengan cara mengumpulkan literatur baik berasal dari berbagai buku dan mencari inti-inti pembahasan mahar. Sehingga menjadi sebuah bahasan yang menarik pada tugas ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Surat Al-Baqarah 229- 23
ß,»n=©Ü9$# Èb$s?§sD ( 88$|¡øBÎ*sù >$rá÷èoÿÏ3 ÷rr& 7xƒÎŽô£s? 9`»|¡ômÎ*Î/ 3 Ÿwur ‘@Ïts† öNà6s9 br& (#rä‹è{ù's? !$£JÏB £`èdqßJçF÷s?#uä $º«ø‹x© HwÎ) br& !$sù$sƒs† žwr& $yJŠÉ)ムyŠr߉ãm «!$# ( ÷bÎ*sù ÷LäêøÿÅz žwr& $uK‹É)ムyŠr߉ãn «!$# Ÿxsù yy$oYã_ $yJÍköŽn=tã $uK‹Ïù ôNy‰tGøù$# ¾ÏmÎ/ 3 y7ù=Ï? ߊr߉ãn «!$# Ÿxsù $ydr߉tG÷ès? 4 `tBur £‰yètGtƒ yŠr߉ãn «!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqãKÎ=»©à9$# ÇËËÒÈ bÎ*sù $ygs)¯=sÛ Ÿxsù ‘@ÏtrB ¼ã&s! .`ÏB ߉÷èt/ 4Ó®Lym yxÅ3Ys? %¹`÷ry— ¼çnuŽöxî 3 bÎ*sù $ygs)¯=sÛ Ÿxsù yy$uZã_ !$yJÍköŽn=tæ br& !$yèy_#uŽtItƒ bÎ) !$¨Zsß br& $yJŠÉ)ムyŠr߉ãn «!$# 3 y7ù=Ï?ur ߊr߉ãn «!$# $pkß]ÍhŠu;ム5Qöqs)Ï9 tbqßJn=ôètƒ ÇËÌÉÈ #sŒÎ)ur ãLäêø)¯=sÛ uä!$|¡ÏiY9$# z`øón=t6sù £`ßgn=y_r& Æèdqä3Å¡øBr'sù >$rá÷èoÿÏ3 ÷rr& £`èdqãmÎhŽ| 7$rã÷èoÿÏ3 4 Ÿwur £`èdqä3Å¡÷IäC #Y‘#uŽÅÑ (#r߉tF÷ètGÏj9 4 `tBur ö@yèøÿtƒ y7Ï9ºsŒ ô‰s)sù zOn=sß ¼çm|¡øÿtR 4 Ÿwur (#ÿrä‹Ï‚Fs? ÏM»tƒ#uä «!$# #Yrâ“èd 4 (#rãä.øŒ$#ur |MyJ÷èÏR «!$# öNä3ø‹n=tæ !$tBur tAt“Rr& Nä3ø‹n=tæ z`ÏiB É=»tGÅ3ø9$# ÏpyJõ3Åsø9$#ur /ä3ÝàÏètƒ ¾ÏmÎ/ 4 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqãKn=ôã$#ur ¨br& ©!$# Èe@ä3Î/ >äóÓx« ×LìÎ=tæ ÇËÌÊÈ #sŒÎ)ur ãLäêø)¯=sÛ uä!$|¡ÏiY9$# z`øón=t6sù £`ßgn=y_r& Ÿxsù £`èdqè=àÒ÷ès? br& z`ósÅ3Ztƒ £`ßgy_ºurø—r& #sŒÎ) (#öq|ʺts? NæhuZ÷t/ Å$rã÷èpRùQ$$Î/ 3 y7Ï9ºsŒ àátãqム¾ÏmÎ/ `tB tb%x. öNä3ZÏB ß`ÏB÷sム«!$$Î/ ÏQöqu‹ø9$#ur ÌÅzFy$# 3 ö/ä3Ï9ºsŒ 4’s1ø—r& ö/ä3s9 ãygôÛr&ur 3 ª!$#ur ãNn=÷ètƒ ÷LäêRr&ur Ÿw tbqßJn=÷ès? ÇËÌËÈ
229. Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim.
230. kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga Dia kawin dengan suami yang lain. kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.
231. apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu mereka mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah mereka dengan cara yang ma'ruf, atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma'ruf (pula). janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu Menganiaya mereka. Barangsiapa berbuat demikian, Maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. janganlah kamu jadikan hukum-hukum Allah permainan, dan ingatlah nikmat Allah padamu, dan apa yang telah diturunkan Allah kepadamu Yaitu Al kitab dan Al Hikmah (As Sunnah). Allah memberi pengajaran kepadamu dengan apa yang diturunkan-Nya itu. dan bertakwalah kepada Allah serta ketahuilah bahwasanya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
232. Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma'ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.
2.2 Asbabun Nuzul
Menurut At Thurmudzi Al Hakim, siti Aisyah menerangkan bahwa dahulu orang laki-laki boleh mentalak istrinya dengan semaunya. Sedangkan perempuan yang ditalak tersebut tetap istrinya jika dirujuk diwaktu iddah. Walaupun dia ditalak sampai seratus kali. Sampai orang laki-laki bertanya kepada istrinya: “Demi Allah saya tidak akan mentalak engkau lagi. Tolonglah carikan keterangan dan saya tidak akan mendekatimu untuk selamanya.” Istrinya bertanya: “Bagaimana itu?” suami: “saya telah berkali-kali menealak engkau tapi setiap kali akan habis masa iddahmu, saya rujuk padamu.” Maka pergilah perempuan itu kepada Rosulullah. Beliau tidak menjawab sampai akhirnya turun ayat Al Baqarah :229.
Ditakhrij oleh Ibnu Jarir dari Ibnu Abbas r.a, berkata: ada seorang laki-laki yang menceraikan istrinya kemudian merujuknya sebelum habis masa iddahnya kemudian menalaknya lagi. Dia melakukan hal tersebut dengan maksud menyakiti dan mempersulit istrinya sehingga turunlah ayat 231 dari QS. Albaqarah.
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Tirmidzi, dari ma’qil bin yasar ra. Seesungguhnya saudaranya dilamar oleh seorang laki-laki dari kaum muslim dihadapan Rosulullah SAW, kemudian dinikahkannya dengan saudarnya. Selang beberapa waktu ia menceraikannya dan tidak merujuknya sampai masa iddahnya habis. Tetapi ia masih mencintai mantan istrinya begitupun istrinya masih mencintainya. Kemudian ia melamar kembali mantan istrinya. Ma’qil berkata kepadanya: hai laknat! Aku muliakan engkau karenanya, aku kawinkan kau dengannya dan kamu menceraikannya. Demi Allah dia tidak akan kembali kepadamu selamaya. Rosul berkata: sesungguhnya Allah mengetahui keinginannya kepada istrinya dan keinginan istri kepada suaminya. Kemudian turun QS. A Baqarah ayat 232. Setelah itu ma’qil mengawinkannya karena ta’at kepada Tuhannya.
Diriwayatkan, bahwa orang – orang jahiliyah tidak mempunyai bilanagan talak. Mereka mentalak istrinya dengan sesuka hati. Jika masa iddah wanita itu sudah hampir habis, dirujuknya. Dizaman Nabi SAW.sendiri sudah pernah terjadi seorang suami yang sengaja hendak mentalak istrinya dengan mengatakan pada istrinya itu: akau tidak akan tidur bersamamutetapai aku juga tidak akan membiarkan kamu lepas. Wanita itu kemudian bertanya? Apa maksudmu? Ia menjawab, engkau ku talak, tetapi kalau masa iddah hampir habis, engakau kurujuk. Begitulah, kemudian wanita itu melaporkan kepada Nabi SAW. Maka turunlah surat al-baqarah ayat 229.
Ibnu jarir meriwayatkan dari jalan Ibnu Abbas r.a., ia berkata: pernah terjadi seorang suami mentalak istrinya, kemudian merujuk sebelum masa iddahnya habis, kemudian ditalak lagi. Ia berbuat demikian dengan maksud hendak menyusahkan istrinya dan menghalang halangi istri itu. Begitulah lalu Allah menurunkan ayat 231 ini.
Imam Bukhari dan Tirmidzi meriwayatkan dari jalan Ma’qil bin Yasar r.a., bahwa dia pernah mengawinkan saudara perempuannya dengan seorang laki – laki, padahal perempuan itu sebagaimana layaknya perempuan – perempuan lainnya. Lalu dia ditalak sekali, dan tidak dirujukinya sampai hampir habis masa iddahnya. Dia masih suka pada istrinya itu dan begitu juga dengan istrinya. Kemudian dia dipinang lagi. Maka ketika itu Ma’qil berkata kepadanya: kurang ajar! Sudah kuhormat engkau, dan kukawinkan saudaraku denganmu, tetapi kemudian engkau cerai dia. Demi Allah dia tidak akan kembali kepadamu untuk selama-lamanya. Begitulah, oleh karena Allah mengetahui hajat suami kepada istrinya dan hajat istri kepada suaminya, maka Allah menurunkan ayat 232. Setelah Ma’qil mendengar ayat tersebut dai Nabi SAW., sontak ia mengatakan: sungguh kudengarkan kalam tuhanku itu dan kuta’ati. Lalu laki – laki itu dipanggilnya, seraya mengatakan: kukawinkan engkau dan kuhormati engkau.
2.3 Tafsir Surat Surat Al-Baqarah 229- 230
v Mufrodat
الطلاق : Melepaskan dengan harapan dapat mengembalikannya
تسريح : Melepaskan sesuatu bukan untuk mengembalikannya
احسان : Memberi lebih banyak dari pada yang harus diberikan
بلغن اجلهن : Telah mencapai masa akhir waktunya
معروف : Batas Minimal dari perlakuan yang wajib
عضل : Menghalangi, Menahan
v Asbabul Nuzul
Ø Al-Baqarah Ayat 229
Mengenai sebab turunnya QS. Al-Baqarah 229 terdapat riwayat yang menerangkan bahwa pada permulaan Islam, talak itu tidak dibatasi jumlahnya. Seorang lelaki boleh saja merujuk seorang istri yang telah ditalaknya itu pada masa iddahnya, kemudian menalaknyadan merujuknya kembali sesuka hati. Kemudian terjadilah perselisihan antara seorang lelaki Anshar dan istrinya. Lalu dia berkata kepada istrrinya “Aku tidak melindungimu dan tidak juga berpisah darimu” Si istri bertanya, “Bagaimana itu?” Dia menjawab “ Saya ceraikan engkau, kemudian apabila telah dekat habisnya iddahmu, maka saya rrujuk kembali engkau” kemudian wanita itu melaporkan hal itu kepda Rasulullah saw. Kemudian turunlah ayat "Talak (yang dapat dirujuki) itu dua kali”
Sebelum turunnya ayat ini, istri-istri orang Arab Jahiliyah menjadi barang mainan di tangan suaminya. Para suami sering menjatuhkan talak kemudian merujuknya kembali pada masa iddah. Mereka tidak mempunyai batasan dan ketentuan berapa kali talak bisa dijatuhkan. Un tuk menyakiti istrinya, suami dapat saja menjatuhkan talaknya kapan saja sesua dengan kemauan hatinya.
Talak sebelum datangnya Islam merupkan salah satu cara untuk menyiksa wanita. Orang-Orang jahiliyah biasanya menceraikan istrinya dan memisahkan darinya. Tetapi ia idak memperkenankan orang lain menikahinya.
Ø Al-Baqarah Ayat 230
Sedangkan dalam ayat 230 terdapat riwayat yang mengemukakan bahwa sebab turunnya ayat ini berkenaan dengan pengaduan Aisyah binti Abdirrahman kepada Rasulullah bahwa ia telah ditalak ba’in oleh suamina yang pertama (Rifa’ah bin Wahab bin ‘Atik) Setelah habis iddahnnya maka oa menikah dengan Abdurrahman bin Zuber kemudian menceraikannya sebelum menggauli. “ Apakah saya boleh menikah kembali dengan suami nyang pertama?” Nabi menjawab: “Tidak, kecuali kamu telah digauli suami yang kedua”
Ø Al-Baqarah Ayat 231
Menurut satu pendapat , QS. Al-Baqarah 231 diturunkan mengenai Tsabit bin Yasar seorang laki-laki dari kaum Anshar. Ia menceraikan istrinya, ketika masa iddahnya tinggal dua atau tiga hari lagi, ia rujuk kembali. Kemudian menceraikannya lagi. Karena itulah, Allah menurunkan ayat Janganlah kamu merujuk mereka untuk memberi kemudharatan, karena dengan demikian kamu manganiaya mereka.
Ø Al-Baqarah Ayat 232
Dalam satu riwayat dikemukakan bahwa Ma’qil bin Yasar Mengawinkan saudaranya kepada seorang laki-laki muslim. Beberapa lama kemudian, diceraikannya dengan satu talak . Setelah habis iddahnya mereka berdua ingin kembali lagi, maka datanglah laki-laki tadi bersama Umar bin Khathab untuk meminangnya. Ma’qil menjawab: “hai orang celaka! Aku memuliakan kamu dengan saudaraku, tapi kamu ceraikan dia. Demi Allah tidak akan aku kembalikan kepadamu”. Maka turunlah ayat 232 Surat Al-Baqarah yang melarang wali menghalangi hasrat perkawinan kedua orang itu.
v Tafsir Ayat
Ø Al-Baqarah Ayat 229-230
Dalam kitab ringkasan Tafsir Ibnu Kasir dijelaskan bahwa, QS. Al-Baqarah 229-230 menerangkan penghapusan tradisi yang berlaku pada permulaan Islam, yaitu seorang suami berhak merujuk istrinya meskipun dia sudah menceraikannya seratus kali, selama si istri berada pada masa iddah. Namun, tatkala tradisi ini banyak merugikan istri, maka Allah membatasi talak hinga tiga. Dia memperbolehkan rujuk pada talak pertama dan kedua, tapi sama sekali cerai pada talak ketiga. Maka Allah Ta’ala berfirman “Talak itu dua kali. Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang makruf atau menceraikan dengan cara yang baik”.
Tujuan diperbolehkannya talak adalah demi kebaikan suami istri , jika upaya damai tidak bisa diwujudkan lagi. Demikianlah maksut ayat اطلق مرتان فامساك بمعروف اوتسريح باْءحسن . Setelah dijatuhkannya talak pertama dan kedua, maka wanita harus menjalani masa iddah yaitu menunggu selama tga kali masa haidh atau dengan hitungan bulan. Namun terkadang para suami merasa menyesal dan ingin kembali lagi kepada istrinya, maka itu diperbolehkan dengan izin istrinya. Tetapi, jika setelah usaha damai itu, kemudian terjadi perrcekcokan yang mengakibatkan jatuhnya talak ketiga, maka runtuhlah rumah tangga mereka. Dengan kata lain, keduanya tidak bisa rujuk kembali.
Firman Allah ولايحل لكم أن تأخذو مما ءاتيتوهن شيئا yakni kamu tidak boleh membuat mereka jemu menunggu dan menyulitkannya dengan harapan agar mereka menebus dirinya dari tanganmu dengan seluruh atau sebagian mahar yang telah kamu berikan kepada mereka.
Apabila suami istri berselisih, istri tidak memberikan hak suami, istri membencinya, dan tidak mampu menggaulinya, maka si istri harus menebus suaminya dengan maskawin yang dulu diberikan oleh suaminya, dan penyerahan itu boleh dilakukan si istri.
Menurut satu riwayat, ayat ولايحل لكم أن تأخذو مما ءاتيتوهن شيئ .. diturunkan mengenai Jamilah bin Abdullah bin Ubay dan suaminya Tsabit bin Qaiys bin Syamasy. Suatu saat Jamilah mendatangi rasulullah dan berkata “Wahai Rasulullah ceraikanlah saya dari nya(Tsabit bin Qaiys), karena saya sangat membencinya”. Mendengar pengaduan istrinya, maka Tsabit bin Qays berkata kepada Rasulullah. “Wahai Rasulullah! (kalau begitu) maka perintahkanlah dia agar mengembalikan kebun yang telah aku berikan kepadanya” Istrinya berkata: “Baik, saya akan mengembalikan kebun itu dan dan saya akan menambahkannya” maka Rasulullah bersabda: “tidak, kembalikan saja kebunnya” Lalu Rasulullah bersabda kepada Tsabit: “Ambillah darinya kebun yang telah kamu berikan kepadanya dan biarkanlah dia bebas”
Maka Tsabit pun melaksanakan titah Rasulullah Saw itu. Dan inilah kasus gugatan cerai pertama (khulu’) dalam Islam.
Hikmah dibolehkannya istri melakukan gugatan cerai ialah untuk menghindari dari kesusahan, dan untuk membebaskannya hubungan pernikahan karena kebahagiaan rumah tangga sudah tidak bisa dicapi lagi. Maka dalam hal ini istri bisa memberikan kembali pemberian suaminya sebagai tebusan bebasnya dia dari kekuasaan suaminya. Berdasarkan hal ini maka sebagian ulama berpendapat bahwa suami dilarang mengambil tebusan dari istrinya, kecuali jika istrinya telah melakukan pembangkangan (nusyuz) sebelumnya.
Selanjtnya dalam penghujung ayat 229 diahiri dengan ancaman kepada orang-orang yang menyalahi hukum-hukum diatas, baik yang berupa perintah-perintah maupn larangan-larangan, yang merupakan ketentuan Allah dalam rangka mengatur kehidupan rumah tangga. Karena itu kaum muslim di larang melanggar hukum-hukum tersebut, sehingga mereka terbebas dari perbuatan-perbuatan dzalim dari jiwa mereka.
Pada ayat 230 disebutkan setelah jatuhnya talak ke tiga atau talak ba’in sang suami tidak dapat menikahi istrinya kembali kecuali telah melewati beberapa proses. Pertama, habis masa iddah, kedua, menikah dengan lelaki lain, ketiga bersetubuh dengan lelaki yang kedua, keempat bercerai dengan lelaki yang kedua, kelima habis masa iddah dengan lelaki yang kedua. Setelah melewati masa itu (satu sampai lima) di lewati, baru dihalalkan menikah dengan suami yang pertama. Inilah maksud firman Allah
Ø Al-Baqarah Ayat 231-232
Setelah menjelaskan ayat sebelumnya (al-Baqrah 229-230) bahwa suami istri diberi pilihan untuk rujuk atau cerai, dijelaskan-Nya pada ayat ini batas ahir pilihan itu, sambil mengisyaratkan bahwa rujuk adalah pilihan terbaik.
Redaksi yang digunakan pada ayat 231 adalah بلغن اجلهن balagna ajalahunna yang secara harfiah berarti “telah mencapai masa ahir iddahnya”. Karena jika telah mencapai masa akhir iddah, suami tidak lagi mempunyai hak untuk mamaksa istrinya rujuk.
Yang dimaksud dengan sampainya waktu disini ialah mendekati ahir iddahnya sebagaimana dijelaskan dalam ayat sebelumnya apabila telah mendekati masa ahir iddahnya, maka boleh jadi dilakukan rujuk dengan niat untuk mengedepankan perdamaian dan bergaul dengan cra yang ma’ruf. Atau membiarkan masa iddahnya habis menjadikan si istri tertalak ba’in. Ini yang dimaksud tasrih bi ihsan melepaskan dengan cara yang baik. Tidak menyakiti dan tidak meminta tebusan dari istri, juga tidak menghalang-halanginya untuk kawin dengan lelaki lain yang disukainya. Betapapun baik ruju’ maupun cerai semua harus dilakukan dengan ma’ruf.
Pada ahir ayat 231 Allah mengingatkan tentang nikmat Allah yang telah diberikan. Nikmat Allah yang dimaksud adalah petunjuk-petunjuk-Nya, yang berkaitan dengan kehidupan rumah tangga. Ingat dan camkanlah petunjuk-petunjuk Allah menyangkut perkawinan. Bandingkan keadaan kamu sebelum datangnya petunjuk pada masa Jahiliyah, dan keadaan kamu masa kini setelah datangnya petunjuk.
Demikian Allah memberi pengajaran menyangkut berbagai hal dalam kitab suci dan melalui sunnah Nabi Muhammad saw, dan karena itu bertakwalah kepada Allah dengan melaksanakan petunjuk itu sambil meyakini bahwa itu adalah petunjuk yang sempurna.
Kemudian pada ayat 232 Allah masih seperti ayat 231 yang menggunakan kata Ajalahunna, maksud dalam ayat 232 ini adalah berahirnya masa iddah, berbeda dengan maksut dari kata ajal pada ayat sebelumnya, yang berarti mendekati akhir masa iddah. Karena maksut ayat ini adalah melarang para wali menghalang-halangi orang yang diwalikannya (istri yang telah diceraikan oleh suaminya) untuk menikah kembali dengan calon suaminya.
Menurut Imam al-Syafi’i, konteks pembicaraan dalam kedua ayat ini menunjukkan adanya perbedaan arti kata bulugh. Sesungguhnya pengertian merujuknya dengan baik atau menceraikannya dengan baik didalam ayat 231 tidak bisa terwujud setelah berahirnya masa iddah. Karena dengan berahirnya masa iddah, maka terjadilah perceraian yang sebenarnya, yakni dalam hal ini suami sudah tidak mempunyai pilihan lain. Tetapi, saat masa iddah istrinya mendekati masa ahir, maka ia masih mempunyai dua pilihan (cerai atau rujuk). Dengan demikian larangan menghalang-halangi isteri menikah lagi dalam ayat ini, mengharuskan bahwa maksud sampainya masa iddah yaitu berahirnya masa iddah. Dengan demikian sebelum berahirnya masa iddah itu berahir, berarti tidak ada unsur penghalangan, karena sang istri masih dalam genggamannya.
Selanjutnya dalam ayat 232 ini disebutkan tentang haramnya penghalangan tersebut. Yakni, perbuatan suami yang menghalang-halangi isterinya menikah dengan laki-laki lain, dan perbuatan para wali yang menikahkan para wanita tanpa meminta persetujuannya terlebih dahulu.
2.4 Kajian Hukum Surat Al-Baqarah ayat 229-232
Ø Surat Al-Baqarah Ayat 299
Firman Allah “Talak yang dapat dirujuk itu dua kali” . dalam hal ini muncul satu ketetapan talak itu ada tiga kali. Ketika talak ke tiga jatuh, istri sudah tidak halal lagi bagi suami. . “Maka rujuklah dengan cara yang makruf atau ceraikanlah dengan cara yang baik” apabila suami menceraikan istrinya untuk kali pertama atau kedua, maka dia diberi pilihan selama istri masih mempunyai masa iddah untuk merujuk kembali atau menceraikan dengan cara yang baik.
Apabila terjadi perselisihan antara suami-istri , istri tidak memenuhi hak suami, istri membencinya, dan tidak mampu menggaulinya, maka si istri bisa menebus dirinya dari suaminya dengan maskawin yang dulu diberikan oleh suaminya, dan penyerahan itu boleh dilakukan si istri, dan suami pun tidak salah mengambil tebusandari mantan istrinya.
Ø Surat Al-Baqarah Ayat 230
Setelah jatuhnya talak tiga, maka seorang suami haram untuk merujuk mantan istrinnya kembali kecuali telah dinikahi lelaki lain atau mantan istri telah melewati lima proses: Habis iddah atas perceraian suami yang pertama; Menikah dengan llelaki lain; Bersetubuh dengan suami kedua; Cerai dengan suami yang kedua; Habis masa iddah atas perceraian suami yang kedua.
Ø Surat Al-Baqarah Ayat 231
Kajian hukum yang dapat diambil dari ayat 231 adalah kewajiban memperlakukan wanita yang dicerai dengan baik. Allah juga melarang kita melakukan perbuatan yang menyusahkan mereka.
Ø Surat Al-Baqarah Ayat 232
Apabila telah selesai masa iddah istri, tapi suami belum merujuknya kembali, maka dalam ayat ini Allah mengharamkan perbuatan suami yang menghalang-halangi isterinya menikah dengan laki-laki lain, dan perbuatan wali yang menikahkan para wanita tanpa meminta persetujuannya terlebih dahulu.
Kontekstualisasi
Dengan turunnya ayat mengenai talak dan mengenai hukum-hukumnya yang telah dijelaskan diatas, seharusnya angka perceraian di masyarakat menjadi kecil. Karena sangat mudah menjatuhkan talak kepada istri tapi konsekuensinya sangat pahit apabila telah terjadi talak tiga.
Dalam ayat 230 Allah mengisyaratkan lewat firmannya menggunakan kata إن in. apabila diterjemahkan berarti seandainya. Kata ini biasa digunakan untuk sesuatu yang jarang terjadi. Dengan demikian, ayat ini mengisyaratkan bahwa sebenarnya perceraian itu jarang terjadi di kalangan mereka yang memperhatikan tuntunan-tuntunan Ilahi, atau dengan kata lain perceraian adalah suatu yang diragukan terjadi dikalangan orang-orang beriman.
Selain itu, sering kita jumpai, orang yang cerai, bisa dikatakan benar benar cerai bila sudah ada keputusan dari pengadilan. Permasalahannya, lembaga peradilan di Indonesia mempersulit terjadinya perceraian. Artinya, untuk menuju ke perceraian diupayakan terlebih dahulu upaya perdamaian yang dilakukan sekuat-kuatnya.
Permasalahan selanjutnya, apabila ada suami yang telah mentalak istrinya lebih dari dua kali ketika di pengadilan di upayakan perdamaian maka apabila terjadi perdamain dianta keduanya, maka menurut hukum Islam walaupun dalam pengadilan keduanya dinyatakan bisa rujuk kembali tetapi menurut QS. Al-Baqarah 229 keduanya tidak halal lagi untuk membangun hubungan rumah tangga kecuali istri telah dinikahi lelaki lain. Permasalahan inilah yang harus disosialisasikan kepada masyarakat.
2.5 Pelajaran dari Ayat
1. Merupakan hikmah dan rahmat Allah Ta’ala yang membatasi jumlah thalaq dengan tiga kali saja, tidak ada ruju’ lagi setelah jatuh thalaq tiga kecuali istrinya dinikahi oleh orang lain terlebih dahulu; karena pada masa Jahiliyah dulu seseorang menthalaq istrinya dengan berkali-kali, apabila masa iddah hampir selesai ia meruju’nya kemudian ia thalaq lagi, maka berulanglah masa iddah dari awal lagi lalu jika masa iddah hampir selesai ia pun meruju’nya kembali demikian seterusnya… sehingga wanita menjadi sangat tersiksa, dia bukan seorang istri sebagaimana pada umumnya, bukan pula ia seorang yang diceraikan karena masih dalam ikatan masa iddah. Menjadilah wanita tersebut seorang yang terkatung-katung. Maka Allah Ta’ala membatasi thalaq menjadi hanya tiga kali saja.
2. Pengulangan yang dianggap (terbanyak) terhadap suatu ucapan atau perbuatan adalah dengan tiga kali. Hal ini banyak sekali contohnya, diantaranya : pengucapan salam terbanyak adalah tiga kali, meminta izin (untuk masuk rumah misalnya) terbanyak adalah tiga kali, pengulangan suatu pembicaraan apabila belum dipahami adalah tiga kali, pengulangan dalam berwudhu terbanyak adalah tiga kali dan lain sebagainya. Maka dapat disimpulkan bahwa pengulangan yang dianggap cukup (terbanyak) adalah dengan bilangan ‘tiga kali’.
3. Jumlah thalaq yang dibolehkan bagi suami untuk ruju’ adalah dua kali, thalaq satu dan thalaq dua, lalu bagi siapa yang menthalaq istrinya dengan thalaq yang kedua kemudian ruju’ lagi maka ada dua pilihan baginya setelah itu : mempertahankan tali pernikahannya dengan baik selama hidupnya atau ia menceraikannya lagi (dengan thalaq ketiga) dengan cara yang baik, jika ia menthalaqnya maka tidak halal lagi baginya kecuali istrinya telah menikah lagi dengan laki-laki lain.
4. Haramnya thalaq tiga dalam sekali ucapan (seperti ucapan ‘Kamu saya talaq tiga sekaligus’ pen.), karena Allah Ta’ala berfirman, “Talak (yang dapat dirujuki) dua kali.” Maksudnya, seseorang mengucapkan kata talaq kepada istrinya langsung talaq tiga, ucapan seperti ini adalah termasuk talaq bid’iy (talaq yang bid’ah) dan jumhur ulama berpendapat bahwa walaupun demikian ia tetap jatuh talaq tiga secara langsung. Dan selain jumhur berpendapat bahwa hal itu adalah talaq bid’iy akan tetapi hanya jatuh talaq satu saja, dalil mereka adalah ayat tersebut diatas (“Talak (yang dapat dirujuki) dua kali.”) dan (“Wanita-wanita yang di talaq hendaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru’), thalaq dengan lafadz thalaq tiga sekaligus maka didalamnya tidak ada 2x thalaq raj’i seperti dalam ayat, tidak pula masa quru’ sehingga ini termasuk bid’ah. Dan tidaklah lafadz tersebut menjadi thalaq ba’in (jatuh thalaq tiga), akan tetapi hanya jatuh thalaq satu saja.
5. Wanita yang dithalaq tiga tidaklah halal bagi suami yang menceraikannya sehingga wanita tersebut menikah dengan laki-laki lain (dan iapun mencampurinya) lalu laki-laki yang menikahinya tadi menceraikannya atau meninggal. Maka setelah itu baru suami pertama tadi boleh menikahinya lagi.
6. Disyari’atkannya khulu’, yaitu seorang wanita yang tidak suka untuk meneruskan rumah tangganya bersama suaminya, lalu ia meminta untuk diceraikan dari suaminya dengan memberikan sejumlah harta kepada suaminya sebagai ganti dari mahar yang telah diberikan kepadanya ketika dia menikah. Hal itu jika keduanya atau salah satu dari keduanya khawatir tidak dapat melaksanakan hukum-hukum Allah. Adapun jika kondisi keduanya tidak ada masalah maka tidak diperbolehkan bagi seorang istri meminta cerai (khulu’), sebagaimana hadits rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Wanita mana saja yang meminta cerai kepada suaminya tanpa alasan apapun maka haram baginya baunya surga”. (HR. Ahmad, Abu Daud dan lainnya, dan dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani)
7. Boleh khulu’ dengan meminta lebih dari mahar atau apa yang telah ia berikan kepada isrtinya, sesuai keumuman ayat, “tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya", bayaran berjumlah banyak atau sedikit. Ada pula yang mengatakan bahwa umumnya ayat tersebut dikembalikan ke ayat, "Tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka,” sehingga maknanya : bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya dari aapa-apa yang telah kamu berikan kepada mereka. Maka dari sini dapat disimpulkan (sebagaimana yang diungkapkan Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah), “Maka jika istri tersebut yang berbuat buruk lalu meminta cerai (khulu’) maka tidak apa-apa suaminya mengambil darinya lebih banyak dari apa yang telah ia berikan, dan jika tidak demikian maka suami tidak boleh mengambil melebihi pemberiannya.”
8. Wanita yang meminta khulu’ bukanlah raj’iyah, maksudnya : bahwa perpisahan sebuah hubungan pernikahan yang disebabkan karena khulu’ maka itu adalah perpisahan selamanya yang tidak ada jalan untuk ruju’ kepadanya kecuali dengan aqad nikah baru.
9. Bolehnya seorang wanita menggunakan hartanya sendiri tanpa izin suaminya, sesuai ayat, “tentang bayaran yang diberikan oleh istri untuk menebus dirinya”.
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan beberapa hal diantaranya:
1. Talak yang dapat dirujuk adalah talak satu dan dua
2. Setelah talak tiga, maka berahirlah hubungan rumah tangga antara suami istri
3. Setelah talak tiga, seorang suami dapat kembali kepada istrinya apabila si istri telah dinikahi lelaki lain.
4. Gugatan cerai diperbolehkan
5. Istri yang sudah dicerai masih wajib diperlakukan dengan baik
6. Haram menghalang-halangi istri yang sudah ditalak, apabila ingin menikah dengan lelaki lain
Al Quran Ayat 228-231 suarah Al Baqarah menjelaskan tentang talak sebagai hak seorang laki-laki kepada perempuan. Talak terbagi menjadi talak raj’i dan bain. Adapun talak raj’i adalah talak yang dapat dirujuk kembali yang mana telah diterangkan pada QS. Al Baqarah;228 bahwa talak yang boleh dirujuk hanya dua kali dengan artian jika sudah tertalak tiga kali maka tidak bisa dirujuk kembali. Jika seorang istri mendapatkan talak raj’i maka istri tersebut memasuki masa iddah yakni selama 3 kali suci (menurut imam maliki dan syafii) atau selama 3 kali haid (imam ahmad dan imam hanafi). Pada masa iddah suami boleh merujuk atau menceraikan istrinya dengan cara yang baik. Jika masa iddah sudah selesai maka istri tidak bisa dirujuk kembali kecuali sudah menikah dengan laki-laki lain.
1.2 Saran
Harapan saya setelah tersusunnya tugas ini dapat menambah ilmu pengetahuan bagi pembaca. Dan saya juga menyadari tugas ini jauh dari kesempurnaan untuk itu saya mengharapkan keritik dan saran yang bersifat membangun untuk di jadikan bahan acuan dalam pemuatan tugas selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Apipudin, “Talak Perspektifal-Qur’an Analisis Penafsiran Syaikh Nawawi al-Bantani” (Skripsi S1 Fakultas Ushuludiin dan Filsafat UIN syarif Hidayatullah Jakarta, 2008)
Katsir,Ibnu, Terj Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Jakarta: Gema Insani, 1999
Ma’ani , Abd Adzim, dkk, Hukum-Hukum dari al-Qur’an dan Hadis secara etimologi, Sosial, dan Syari’at,Jakarta:Pustaka Firdaus, 2003, hlm117
Quraish Shihab,Muhammad, Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an, Jilid 1, Lentera Hati:Jakarta, 2000.
Quthb, Sayyid, Terj Tafsir Fi Zhilalil-Qur’an, Jakarta: Gema Insani,2000.
No comments:
Post a Comment