Terkait
kata janji, ada istilah lain, yang berasal dari kata janji, yaitu perjanjian. Meskipun
sama berasal dari kata janji, namun perjanjian memiliki arti yang sangat berbeda.
Perjanjian selain mempunyai makna "saling" juga menimbulkan akibat
hukum, sebagaimana yang dikemukakan Prof. Subekti, suatu perjanjian adalah
suatu peristiwa ketika seseorang berjanji kepada orang lain atau antara dua
orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Pengertian lain dari
perjanjian menurut Prof. Van Dune berarti hubungan hukum berdasarkan kata sepakat
untuk menimbulkan akibat hukum. Oleh karena itu, dalam suatu perjanjian, dua orang
atau lebih tersebut, sudah terikat secara hukum. Maka apabila salah satu pihak
ingkar, maka pihak lainnya dapat menuntut pertanggungjawabannya secara hukum.
Sedangkan
definisi kampanye menurut (Roger dan Storey), seperti yang dikutip, http://all-about-theory.blogspot.com
dalam (Antar Venus, 2004: 7) adalah serangkaian tindakan komunikasi yang
terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak
yang dilakuan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu.
Para
ahli komunikasi mengakui Definisi Rogers dan Storey adalah yang paling popular
dan dapat diterima dikalangan ilmuwan komunikasi. Hal ini didasarkan kepada dua
alasan (1) definisi tersebut secara
tegas menyatakan bahwa kampanye merupakan wujud tindakan komunikasi; (2) bahwa
definisi tersebut dapat mencakup keseluruhan proses dan fenomena praktik kampanye
yang terjadi dilapangan Tujuan lain dari kampanye menurut Ibnu Hamad[1] adalah
menciptakan pendapat umum. Kegiatan kampanye juga sering dianggap sebagai
komunikasi politik. Para kontentan Pemilu biasanya memilih komunikasi
politiknya dengan pendekatan propaganda, dibanding pendekatan persuasif.
Pada
pendekatan propoganda, upaya mempengaruhi orang lain dilakukan secara searah,
dengan memafaatkan sentimen kelompok. Pesan dalam progpaganda biasanya disusun
secara akurat berdasarkan analisis yang lengkap terhadap norma kelompok. Sedangkan
pendekatan persuasif jarang digunakan, karena dalam pendekatan persuasif, upaya
dilakukan untuk mempengaruhi perpesi dan kesan orang dengan mengekspolrasi
perasaan kerangkan pikir dan sebagainya harus dilakukan secara interpersonal
karena memerlukan feedback dari penerima.[2]
Disamping,
itu janji kampanye mempunyai ciri khas tersendiri dibandingkan aspek lain dari
kampanye, karena janji kampanye tidak diatur dalam undang-undang pemilu. Janji
kampanye juga jelas bukan bentuk dari suatu perjanjian yang mengikat secara
hukum. Oleh karena itu rakyat tidak bisa menuntut pertanggungjawaban janji kampanye
dikemudian hari, apabila kandidat tersebut terpilih menjadi Presiden atau Kepala
Daerah. Celah ini pula yang selalu “dimanfaatkan” oleh para pelaku kampanye, pada
saat kampanye. Wal hasil, janji kampanye hanya dipertanggungjawabkan secara moral
kepada Yang Maha Kuasa dan masyarakat yang sifatnya tidak mengikat secara hukum.
No comments:
Post a Comment