TEORI PERLINDUNGAN HUKUM



Satjipto Raharjo menjelaskan  hukum melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan kekuasaanya kepadanya, untuk bertindak dalam rangka kepentinggannya, dan kepentingan itu merupakan sasaran hak.[1] Fitzgerald memaparkan : “That the law aims to integrate and coordinate various interests in society by limiting the variety of interests such as in a traffic interest on the other” (bahwa hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagi kepentingan dalam masyarakat dengan cara membatasi berbagai kepentingan tersebut karena dalam suatu lalulintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tersebut hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi kepentingan di lain pihak).
            Perlindungan hukum selalu terkait dengan peran dan fungsi hukum sebagai pengatur dan pelindung kepentingan masyarakat, Bronislaw Malinowski dalam bukunya berjudul Crime and Custom in Savage, mengatakan “bahwa hukum tidak hanya berperan di dalam keadaan-keadaan yang penuh kekerasan dan pertentangan, akan tetapi bahwa hukum juga berperan pada aktivitas sehari-hari”.[2]
            Perlindungan hukum yang ditempuh melalui suatu legislasi memiliki asas hukum yang mendasarinya. Demikian pula perlindungan hukum yang ditempuh melalui upaya pembuatan dan pencantuman langkah-langkah melalui legislasi yang memiliki tujuan, ruang lingkup direncanakan melalui setrategi dan kebijakan. Semua hal itu dapat dijumpai dalam setiap legislasi yang utama diadakan dengan persamaan tujuan yaitu perlindungan hukum.
            Pound mengklasifikasikan kepentingan-kepentingan yang dilindungi oleh hukum dalam 3 (tiga) kategori pokok, meliputi kepentingan-kepentingan umum (public interests), Kepentingan-kepentingan kemasyarakatan (social interests), kepentinga-kepentingan pribadi (private interests).[3]
            Kepentingan individu (individu interest) ini terdiri dari kepentingan pribadi, sedangkan kepentingan kemasyarakatan (social interest) terdiri dari keamanan sosial, keamanan atas lembaga-lembaga sosial, kesusilaan umum, perlindungan atas sumber-sumber sosial dari kepunahan, perkembangan sosial, dan kehidupan manusia. Adapun kepentingan publik (public interest) berupa kepentingan negara dalam bertindak sebagai representasi dari kepentingan masyarakat.[4]
            Philipus M. Hadjon menyebutkan bahwa sarana perlindungan hukum ada dua macam, yaitu:
1.      Sarana Perlindungan Hukum Preventif
Pada perlindungan hukum preventif ini, subyek hukum diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif. Tujuannya adalah mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum preventif sangat besar artinya bagi tindak pemerintahan yang didasarkan pada kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum yang preventif pemerintah terdorong untuk bersifat hati-hati dalam mengambil keputusan yang didasarkan pada diskresi. Di Indonesia belum ada pengaturan khusus mengenai perlindungan hukum preventif.
2.      Sarana Perlindungan Hukum Represif
Perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa. Penanganan perlindungan hukum oleh Pengadilan Umum dan Pengadilan Administrasi di Indonesia termasuk kategori perlindungan hukum ini. Prinsip perlindungan hukum terhadap tindakan pemerintah bertumpu dan bersumber dari konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia karena menurut sejarah dari barat, lahirnya konsep-konsep tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan-pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah. Prinsip kedua yang mendasari perlindungan hukum terhadap tindak pemerintahan adalah prinsip negara hukum. Dikaitkan dengan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia mendapat tempat utama dan dapat dikaitkan dengan tujuan dari negara hukum.[5]


[1] Satjipto Rahardjo. 2000. Ilmu hukum. Bandung. Citra Aditya Bakti. Hal. 53.
[2] Soeroso. 2006. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta. Sinar Grafika. Hal.13.
[3] Marmi Emmy Mustafa. 2007. Prinsip-Prinsip Beracara Dalam Penegakan Hukum Paten di Indonesia Dikatikan Dengan TRiPs-WTO. Bandung. PT. Alumni. Hal.58.
[4] Marmi Emmy Mustafa. 2007. Prinsip-Prinsip Beracara Dalam Penegakan Hukum Paten di Indonesia Dikatikan Dengan TRiPs-WTO. Bandung. PT. Alumni. Hal.58.
[5] Philipus M. Hadjon. 1987. Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia. Surabaya. Bina Ilmu. Hal.30.

Share:

No comments:

Post a Comment

Search This Blog