Prof.
Dr. H. Abdul Latif, S.H., M.H., lahir di Ujung Panda, 25 September 1959. Meraih
gelar Sarjan Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia Makassar
(1986); tahun 1996 meraih gelar Magister Hukum Pada Universita Airlangga
Surabaya, dan pada tahun 2006 meraih gelar Doktor Ilmu Hukum Sekolah
Pascasarjana Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Beliau telah banyak menerbitkan
berbagai buku bertema hukum. Penulis juga aktif menulis untuk berbagai media
massa dan untuk berbagai jurnal ilmiah termasuk Jurnal Konstitusi pada Mahkamah
Konstitusi. Pengalaman pekerjaan penulis, tahun 1991-1993 menjabat Pembantu
Dekan II Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, tahun
1993-1994 Pembantu Dekan I Bidang Akademik FH UMI Makassar., 1997-1998 Kepala Laboratorium
Hukum FH UMI, tahun 1998-1999 Wakil Dekan Bidang Akademik FH UMI Makassar.
Tahun 1999-2000 Pelaksana Tugas Dekan FH UMI Makassar., 2000-2005 Dekan
Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar. Di luar UMI ia juga
menjadi dosen Luar Biasa pada sejumlah PTN/PTS. Pernah menjadi Tenaga Ahli
Bidang Hukum DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, Pernah Tenaga Ahli pada Pemerintah
Kota Makassar, dan Konsul. tan Hukum Pemerintah Kabupaten Maros.
H.
Hasbi Ali, S.H., M.S., lahir di Pare-Pare, 05 Mei 1957. meraih gelar sarjana
Hukum pada Fakultas Hukum Universita Muslim Indonesia Makassar (1986), tahun
1992 meraih gelar Megister Hukum pada Universitas Airlangga Surabaya. Beliau telah
menerbitkan buku di antaranya: Pendidikan Kewarganegaraan, Buku Ajar Hukum
Acara Mahkamah Konstitusi. Pengalaman pekerjaan penulis, tahun 1993-1996
menjabat Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI)
Makassar, 2005-sekarang Dekan Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI)
Makassar.
Buku
yang berjudul “Politik Hukum” ini mengkaji perubahan ketentuan hukum yang
berlaku dalam memenuhi perubahan kehidupan masyarakat sebagai hukum yang
dicita-citakan (ius constituendum).
Buku tersebut fokus dalam dua kajian penting yaitu. Pertama, perundang-undangan yang belum disesuaikan dengan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kedua, kajian politik hukum di Indonesia belum memenuhi praktik
penyelenggaraan pemerintahan negara berdasarkan cita hukum (rechtsidee). Oleh karena itu, perubahan
politik hukum dalam perspektif pembaruan UUD 1945, masih terdapat ruang kosong
baik pada tataran konsepsional maupun dalam pembentukan perundang-undangan di
Indonesia. Politik hukum sebagai terjemahan dari rechtspolitiek adalah bagian
dari ilmu hukum yang meneliti perubahan hukum yang berlaku yang harus dilakukan
agar supaya menjadi sesuai dengan tuntutan baru dalam kehidupan ketatanegaraan.
Dengan kata lain yang dapat sesuai dengan kenyataan kehidupan masyarakat (sociale werkelijkheid) dalam era reformasi.
Abdul
Latif dan Hasbi Ali dalam bukunya mengunggapkan pengertian politik hukum secara
umum dapat dikatakan bahwa politik hukum adalah “kebijakan” yang diambil atau
“ditempuh” oleh negara melalui lembaga negara atau pejabat yang diberi wewenang
untuk menetapkan hukum yang mana yang perlu diganti, atau yang perlu di ubah,
atau hukum yang mana perlu dipertahankan, atau hukum mengenai apa yang perlu
diatur atau dikeluarkan agar dengan kebijakan itu penyelenggaraan negara dan
pemerintah dapat berjalan dengan baik dan tertib, sehingga tujuan negara secara
bertahap dapat terncana dan dapat terwujud. (halaman 21)
Politik
hukum merupakan bagian dari ilmu hukum yang mengkaji perubahan ius constitutum (hukum yang berlaku) menjadi
ius constituendum (hukum yang
seharusnya berlaku) untuk memenuhi perubahan kehidupan masyarakat. Menurut F.
Sugeng Istanto bahwa proses perubahan ius
constitutum menjadi Ius constituendum
yang dikarenakan oleh adanya perubahan kehidupan masyarakat adalah berbicara
tentang suatu rangkaian kegiatan yang merubah ius constitutum karena adanya kenyataan yang berbeda dengan
unsur-unsur ius constitutum untuk
kemudian menetapkan ius constituendum yang unsur-unsurnya
memenuhi kenyataan kehidupan masyarakat yang berbeda tersebut. Berbicara
tentang proses perubahan ius constitutum menjadi
ius constituendum itu menyangkut dua hal, yang pertama mengenai
prosesnya dan yang kedua mengenai pelakunya. Proses dalam hal ini diartikan
sebagai suatu rangkaian kegiatan yang membentuk suatu kejadian. Pengertian
proses dengan demikian mencakup serangkaian kegiatan untuk mencapai suatu
tujuan. (halaman 73)
Rangkaian
kegiatan untuk menetapkan ius
constituendum itu terdiri atas beberapa kegiatan sebagai berikut. (a) Menguraikan
unsur-unsur ius constitutum, (b) Menguraikan
unsur-unsur perubahan kehidupan masyarakat, (c) Membandingkan unsur-unsur ius constitutum dengan unsur-unsur
perubahan kehidupan masyarakat hingga menemukan trouble dalam menerapkan ius
constitutum pada kenyataan kehidupan masyarakat yang dihadapi, (d)
Merumuskan permasalahan yang hendak diselesaikan, (e) Menentukan data yang
diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan, (f) Menganalisis data untuk
menyelesaikan permasalahan hingga menemukan tiga alternatif penyelesaian
permasalahan, (g) Menetapkan filter untuk memilih salah satu alternatif yang
telah ditemukan, (h) Menetapkan kesimpulan yang berupa ius constituendum.
Masing-masing
kegiatan itu bila diterapkan pada perubahan kehidupan masyarakat yang terjadi
pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada waktu itu yang merupakan ius constitutum adalah ketentuan Pasal 1
ayat (1) Indische Staatsregeling (IS)
yang menetapkan bahwa “Pelaksanaan pemerintahan umum Hindia Belanda dilakukan
oleh Gubernur Jenderal atas nama Raja, dilakukan sesuai dengan ketentuan IS ini
dan dengan memperhatikan petunjuk Raja”. Perubahan kehidupan masyarakat yang
terjadi waktu itu ialah adanya proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia. Karena
adanya perubahan kehidupan masyarakat itu lalu dibuatlah ketentuan Pasal 1 ayat
(2) (lama) UUD 1945 yang menetapkan “Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan
dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”.
Perubahan
politik yang akan datang dan mendesak itu tidak dapat mengubah dengan secara
tiba-tiba budaya atau cultur sesuatu bangsa atau rakyat. Dalam hampir semua
peraturan hukum baru yang diadakan berdasarkan khusus suatu perubahan politik
dan akibat perubahan politik ini belum meresap di semua segi kultur atau budaya
karena terdapat anasiranasir sesuatu peraturan hukum lama. Olehkarena itu,
politik hukum meneruskan perkembangan hukum dengan berusaha menghilangkan
pertentangan antarhukum yang berlaku (positiviteit)
dan kenyataan sosial (sociale
werkelijkkheid). Untuk memenuhi perubahan kehidupan masyarakat dalam
merumuskan suatu peraturan perundang-undangan.
Dalam
pembuatan peraturan perundang-undangan, politik hukum memiliki peranan sangat
penting. Pertama, sebagai alasan
mengapa diperlukan pembentukan suatu peraturan perundang-undangan. Kedua, untuk menentukan apa yang hendak
diterjemahkan kedalam kalimat hukum dan menjadi perumusan pasal. Dua hal ini
penting karena keberadaan peraturan perundang-undangan dan perumusan pasal
merupakan jembatan antara politik hukum tersebut dalam tahap implementasi
peraturan perundang-undangan. Hal ini mengingat antara pelaksanaan peraturan
perundang-undangan harus ada konsistensi dan korelasi yang erat dengan apa yang
ditetapkan sebagai politik. (halaman 194)
Pada
kahirnya politik hukum satu negara berbeda dengan politik hukum negara yang
lain. Perbedaan ini disebabkan karena adanya perbedaan latar belakang
kesejarahan, pandangan dunia, sosio-kultural dan political will dari
masing-masing pemerintah. Dengan kata lain, politik hukum bersifat lokal dan
partikular (hanya berlaku dari dan untuk negara tertentu saja), bukan universal
(berlaku seluruh dunia). Namun, itu bukan berarti bahwa politik hukum suatu
negara mengabaikan realitas dan politik hukum internasional. Mengutip Sunaryati
Hartono, faktor-faktor yang akan menentukan politik hukum tidak semata-mata
ditentukan oleh apa yang kita cita-citakan atau tergantung pada kehendak
pembentuk hukum, praktisi atau para teoretisi belaka, tetapi ikut ditentukan
pula oleh kenyataan serta perkembangan hukum di lain-lain negara serta
perkembangan hukum internasional. Perbedaan politik hukum suatu negara tertentu
dengan negara lain inilah yang kemudian menimbulkan apa yang disebut dengan
Politik Hukum Nasional.
Banyak
hal yang menjadikan buku karya Abdul Latif dan Hasbi Ali ini menarik. Berikut
kelebihan dan kekuatan buku ini: (a) Secara garis besar penjelasan dalam buku
ini sangat mudah dipahami dan memuat berbagai pendapat ahli dalam bidangnya (b)
Membahas politik hukum secara lengkap meliputi ius constitutum, perubahan kehidupan masyarakat, ius constituendum, proses perubahan ius constitutum menjadi ius constituendum, dan produk hasil
proses perubahan ius constitutum
menjadi ius constituendum. (c) Memberikan
contoh perubahan ius constitutum
menjadi ius constituendum dalam hal
perubahan hukum pasca kemerdekaan dan setelah kemerdekaan bangsa Indonesia. (d)
Memuat uraian perubahan politik hukum dalam konstitusi, politik hukum
pemerintahan daerah, politik hukum agraria dan politik hukum peradilan agama.
Satu-satunya kritik dalam konteks
penulisan dalam buku ini adalah mengulangi pembahasan yang telah dipaparkan
sebelumnya. Pada halaman 4 sampai 6 membahas konsepsi Bellefroid tentang
bidang-bidang ilmu hukum. Selanjutnya pada halaman 11 sampai 12 memaparkan
kembali paparan yang sama dengan halaman 4 sampai 6 yaitu konsep Bellefroid
tentang bidang-bidang ilmu hukum. pemaparan keduanya murni sama yaitu dogmatika
hukum, sejarah hukum, perbandingan hukum, politik hukum dan teori hukum umum
yang merupakan bidang-bidang dalam ilmu hukum. Sama sekali tidak ada hal yang
berbeda dalam pengulangan tersebut.
Pada
desain cover buku ini gambar catur dinilai kurang tepat karena berkaitan dengan
politik hukum. Filosofi catur dirasa tidak menggambarkan mengenai bahasan
politik hukum tersebut. sedangkan untuk harga buku ini sebesar Rp. 52.000
dinilai cukup terjangkau dikalangan pelajar mahasiswa.
Saran
peresensi atas kritik yang diajukan diatas adalah mengurangi pengulangan
konsepsi yang telah dipaparkan sebelumnya. Kalaupun ada pengulangan paparan
sebaiknya tidak sama persis dengan yang telah dipaparkan sebelumnya. Sebagai
contoh pengulangan paparan harus lebih detail dan terperinci daripada paparan
sebelumnya. Untuk tampilan cover sebaiknya di ganti dengan logo pancasila.
Karena filosofi pancasila sejalan dengan bahasan politik hukum untuk mencapai
tujuan dalam memenuhi perubahan kehidupan masyarakat sebagai hukum yang di
cita-citakan (ius constituendum) yang
pancasilais.
Buku
karya Abdul Latif dan Hasbi Ali ini sangat direkomendasikan untuk khalayak yang
haus akan pengetahuan hukum. buku politik hukum ini juga menjadi penting tidak
saja bagi pengembangan ilmu hukum khususnya politik hukum, tetapi juga untuk
merekonstruksi arah kebijaksanaan pemerintah di tengah langkahnya bahan rujukan
atau referensi mata kuliah Politik Hukum bagi mahasiswa. Karena buku ini memuat
membahas politik hukum di Indonesia secara komprehensif.
No comments:
Post a Comment