Hukum Perdata Islam di Indonesia
(Pengertian, Latar Belakang,
Ruang Lingkup dan Kekuatan Hukumnya)
Ø Pengertian Hukum Islam (HI)
secara operasional merupakan terjemahan dari al fiqh al Islami dan dalam konteks tertentu merupakan terjemahan dari al shariah al Islamiyah dalam wacana orientalis, HI disebut Islamic Law
• HI bukan terjemahan dari al hukm al Islamy
• Terminologi HI dalam al Qur’an dan al Sunnah adalah shariat sebagaimana yang dapat dirujuk dalam :
1. QS. al Syura, 42 : 13,21
شرع لكم من الدين ما وصى به نوحا والذين أوحينا إليك وما وصينا به إبراهيم وموسى وعيسى أن أقيموا الدين ولا تتفرقوا فيه كبر على المشركين ما تدعوهم إليه. الله يجتبي إليه من يشاء ويهدي إليه من ينيب
أم لهم شركؤا شرعوا لهم من الدين ما لم يأذن به الله ولولا كلمة الفصل لقضي بينهم وإن الظالمين لهم عذاب أليم
2. QS. al A’raf, 7 : 163
وسئلهم عن القرية التي كانت حاضرة البحر إذ يعدون في السبت إذ تأتيهم حيتانهم يوم سبتهم شرعا ويوم لا يسبتون لا تأتيهم كذلك نبلوهم بما كانوا يفسقون
3. QS. al Maidah, 5 : 48
وأنزلنا إليك الكتاب بالحق مصدقا لما بين يديه من الكتاب ومهيمنا عليه فاحكم بينهم بما أنزل الله ولا تتبع أهواءهم عما جاءك من الحق . لكل جعلنا منكم شرعة ومنهاجا. ولو شاء الله لجعلكم أمة واحدة ولكن ليبلوكم في ما آتاكم فاستبقوا الخيرات إلى الله مرجعكم جميعا فينبئكم بما كنتم فيه تختلفون
4. QS. Al Jatsiyah, 45 : 18
ثم جعلناك على شريعة من الأمر فاتبعها ولاتتبع أهواء الذين لايعلمون
• Syariah dalam ushul fiqh diterminologikan sebagai titah (khitab) Allah yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf (muslim, baligh dan berakal sehat), baik berupa tuntutan, pilihan atau perantara (sebab, syarat atau penghalang).
• Ambiguitas titah Allah membutuhkan interpretasi teoritis dan praksis dari Nabi
• Interpretasi inilah yang mengintroduksi sahabat, tabi’in dan fuqaha memformulakan bagaimana syariah diaplikasikan
• Fiqh merupakan formula yang dipahami dari syariah yang sangat dipengaruhi oleh ruang dan waktu di mana seorang mujtahid berada, sehingga karakteristiknya relatif, diversiti, liberal, dinamis dan realistis. Berbeda dengan syariah yang absolut, uniti, otoritatif, konstan dan idealistis
• dalam wacana kontekstualisasi HI di Indonesia sering kabur pengertiannya antara syariah dan fiqh, sekalipun emphasinya lebih kepada fiqh
• Dalam khazanah ilmu hukum di Indonesia, HI dipahami gabungan dari kata hukum & Islam.
• Hukum : seperangkat peraturan tentang tindak tanduk atau tingkah laku yang diakui oleh suatu negara atau masyarakat yang berlaku dan mengikat untuk seluruh anggotanya
• HI : peraturan yang dirumuskan berdasarkan wahyu Allah dan sunnah Rasul tentang tingkah laku mukallaf yang diakui dan diyakini berlaku mengikat bagi semua pemeluknya
• Kedudukan HI sangat urgen & otoritatif menentukan pandangan hidup serta tingkah laku bagi pemeluknya. Pengertian ini yang menyimpulkan interpretasi syariah dan fiqh secara simultan
• Pada mulanya HI diasosiasikan sebagai fiqh, dalam perkembangannya produk pemikiran HI tidak didominasi lagi oleh fiqh
• Produk pemikiran HI : Fatwa, Keputusan Pengadilan & Undang-Undang
• Fatwa: hasil ijtihad seorang mufti (syaratnya: mujtahid) sehubungan dengan peristiwa hukum yang diajukan kepadanya, sekalipun telah dirumuskan dalam fiqh, tp belum dipahami oleh peminta fatwa, maka fatwa lebih dinamis sekalipun tidak mengikat hatta peminta fatwa
• Keputusan Pengadilan (al Qadla’): keputusan hakim pengadilan berdasarkan pemeriksaan perkara di depan persidangan
• Idealnya hakim memiliki syarat yang sama dengan mujtahid/mufti, karena keputusannya dapat dijadikan referensi hukum (yurisprudensi) bagi hakim yang lain
• UU : peraturan yang dbuat oleh suatu badan legislatif (sulțah al tashri’iyah) yang mengikat kepada setiap warga negara
• Definisi HI di Indonesia berkembang menjadi peraturan yang diambil dari wahyu dan diformulasikan dalam keempat produk pemikiran hukum tersebut yang dipedomani dan diberlakukan bagi umat Islam di Indonesia
Ø Latar Belakang Keberadaan HI
Teori keberlakuan hukum Islam di Indonesia
a.Teori penerimaan Autoritas Hukum.
Teori ini diinspirasi oleh HAR. Gibb
(periksa QS. 4 : 13, 14, 59, 63, 105. QS. 5 : 44, 45, 47, 49. QS. 33 : 36);
konsep tentang prinsip-prinsip ajaran Islam; penataan ajaran hukum Islam dan aplikasinya; prinsip keyakinan agama dan keyakinan hukum; konsekuensi logis moral Tauhid.
b. Teori Receptio in Complexu
Penggagas teori ini adalah Lodewijk Willem Christian Van den Berg (1845-1927), statemennya bahwa ”bagi rakyat pribumi, yang berlaku baginya adalah hukum agamanya”.
Para ahli hukum dan kebudayaan Belanda sejak sebelum tahun 1800 telah mengakui bahwa di Indonesia berlaku hukum Islam, seperti Carel Frederik Winter (1799-1859), seorang ahli tertua tentang Jawa-Javanici dan Salomon Keyzer (1823 –1868) serta adanya Regerings Reglemen tahun 1955 yang menjadikan Belanda mempertegas pengakuannya terhadap hukum Islam di Indonesia dan bukti diterbitkannya berbagai kumpulan hukum untuk pedoman pejabat dalam penyelasaian urusan-urusan hukum rakyat peribumi yang tinggal di wilayah kekuasaan VOC akibat kontak dan pengaruh autoritas beberupa kesultanan yang ada pada masa itu.
Van den Berg mengkonsepkan Staatsbald (Stbl) 1882 No 152 yang berisi ketentuan bahwa bagi rakyat pribumi atau rakyat jajahan berlaku hukum agamanya yang berada dalam lingkungan hidupnya.
c. Teori Resepsi,
(Christian Snouck Hurgronje, Mr Van Ossen Bruggen, Mr IA. Naderburgh, Mr. Corniles Van Vollenhoven, Mr. Piepress, Mr. WB. Bregsma), propagandis yang popular :Christian Snouck Hurgronje (1857/1996) dan dikembangkan dengan setia oleh Mr. Corniles Van Vollenhoven (1874/1933) dan Ter Haar Brn. Teori ini bertahan setidaknya selama abad ke 19 M ini memiliki rumusan bahwa “bagai rakyat pribumi pada dasarnya berlaku hukum adat, hukum Islam berlaku jika norma hukum Islam itu telah diterima oleh masyarakat sebagai hukum adat”.
d. Teori Recetie Exit,
(Prof. Dr. Hazairin, SH.) mengcounter teori Receptie yang menurutnya mengganggu dan menentang keimanan orang Islam, karena eksistensi hukum Islam dependen kepada hukum adat dan secara operasional tidak berlaku lagi prinsip autoritas bagi para pemeluknya, hal ini bertentangan dengan ketentuan Allah & Rasul, dimisalkan teori ini secara legal akan menganulir ancaman pidana bagi pelaku zina jika perbuatan zina di suatu komunitas dianggap sebagai perbuatan biasa yang tidak memiliki resiko hukum
e. Teori Receptio a Contrario,
(H. Sajuti Thalib, SH.) menyebutkan bahwa “hukum adat baru berlaku kalau tidak bertentangan dengan hukum Islam “. Diasumsikan pasca kemerdekaan orang memiliki kebebasan untuk taat kepada hukum agama yang dipeluknya dan diperkuat dengan hasil penelitian di berbagai daerah yang mengilustrasukan bahwa ketaatan orang Islam kepada hukum Islam merupakan cita-cita moral dan mengindikasikan hubungan yang mutual antara hukum adat dan hukum Islam.
Posisi hukum Islam dalam adat adalah posisi inti dan asasi seperti yang tercermin dalam beberapa pepatah seperti;
ü Adat bersendi Syara’,
Syara’ bersendi Kitabullah,
ü Syara’ menata adat memakai
ü dan lain-lain
f. Teori Eksistensi,
(H. Ihtijanto, SA. SH.) hukum Islam eksis di dalam hukum nasional :
1. ada dalam arti sebagai bagian integral dari hukum nasional.
2. ada dalam arti adanya kemandirian, kekuatan dan wibawa yang dimiliki yang diakui oleh hukum nasional dan diberi status sebagai hukum nasional.
3. ada dalam hukum nasional dalam arti norma hukum Islam.
4. ada dalam arti sebagai unsur utama hukum nasional.
Sumber ilmu :
KH. Dr. H. Isroqunnajah, M.Ag (Guru Besar Fakultas Syariah - Uin Maulana Malik Ibrahim Malang)
KH. Dr. H. Isroqunnajah, M.Ag (Guru Besar Fakultas Syariah - Uin Maulana Malik Ibrahim Malang)
No comments:
Post a Comment