Pencatatan
Perkawinan
a. UU No. 1
Tahun 1974,
Bab I tentang Dasar
Perkawinan,Pasal 2 :
(1) Perkawinan adalah sah,
apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu
(2) Tiap-tiap perkawinan dicatat
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku
Pasal 3 :
(1) Pada asasnya dalam
suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang isteri. Seorang
wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.
(2) Pengadilan dapat memberi
izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila
dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.
Pasal 4 :
(1) Dalam
hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang sebagaimana tersebut dalam
pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini,maka wajib
mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
(2) Pengadilan
dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya memberi izin kepada seorang suami yang
akan beristeri lebih dari seorang apabila :
a) isteri tidak dapat
menjalankan kewajibannya sebagai isteri.
b) isteri mendapat cacat badan
atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.
c) isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
Pasal 5 :
(1) Untuk dapat mengajukan
permohonan kepada Pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 (1)
Undang-undang ini harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a) adannya persetujuan dari
isteri/isteri-isteri.
b) adanya kepastian bahwa suami
mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-isteri dan anak-anak mereka.
c) adanya jaminan bahwa suami
akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak mereka.
(2) Persetujuan
yang dimaksud pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak diperlukan bagi seorang
suami apabila isteri-isteri tidak mungkin dimintai pesetujuannya dan
tidak dapat menjadi pihak dalam
perjanjian atau apabila tidak ada kabar dari isterinya selama sekurang-kurangnya
2 (dua) tahun atau karena sebab –sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian
dari Hakim Pengadilan.
b. Inpres 1
Tahun 1991, KHI,
Bab II, Dasar-Dasar Perkawinan,
Pasal 4
Perkawinan adalah sah, apabila
dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-undang No.
1 Tahun 1974 tentang perkawinan
Pasal 5
(1) Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi
masyarakat Islam, setiap perkawinan harus dicatat
(2)
Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1), dilakukan oleh Pegawai Pencatat
Nikah sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 22 Tahun 1946 jo Undang-undang
No. 32 Tahun 1954
Pasal 6
(1) Untuk memenuhi ketentuan dalam pasal 5,
setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasan
Pegawai Pencatat Nikah
(2) Perkawinan
yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai
kekuatan hukum
Pasal 7
(1)
Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai
Pencatat Nikah
(2) Dalam
hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah, dapat diajukan itsbat
nikahnya ke Pengadilan Agama
(3) Itsbat
nikah yang dapat diajukan ke Pengadilan Agama terbatas mengenai hal-hal
yang
berkenaan dengan :
(a) Adanya
perkawinan dalam rangka
penyelesaian perceraian
(b) Hilangnya Akta
Nikah
(c) Adanya keraguan
tentang sah atau tidaknya salah satu syarat perkawinan
(d) Adanya
perkawinan yang terjadi sebelum berlakunya Undang-undang No. 1 Tahun 1974
(e) Perkawinan yang
dilakukan oleh mereka yang mempunyai halangan perkawinan
(f) menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974
(g) (4) Yang berhak
mengajukan permohonan itsbat nikah ialah suami atau isteri, anak-anak mereka,
wali nikah dan pihak yang berkepentingan dengan perkawinan itu
Di dalam
fiqh, regulasi tentang administrasi perkawinan memang belum tercover ,
asumsinya sistem kepemerintahan belum seperti sekarang, populasi penduduk yang
belum banyak dan migrasi penduduk belum menjadi trend, namun subtansi praktik perkawinan dapat
memberi jaminan sebagaimana jaminan preventif dan represif yang ditimbulkan
dari administrasi perkawinan
Ranah
perkawinan dalam fiqh adalah publik, karena itu melibatkan kontrol sosial, hal
ini dapat dilihat :
- dalam rukun perkawinan yang
meniscayakan adanya 2 orang saksi,
- akad disunnahkan pada hari
Jum’ah
- dilangsungkan di masjid,
- Dideklarasikan dalam walimah
- Keharusan untuk memenuhi
undangan
- Pelaksanaan walimah diusahakan
dapat menarik perhatian orang lain
No comments:
Post a Comment